Moms pasti sudah tidak asing dengan jargon “Dua anak lebih baik”. Ya, moto program Keluarga Berencana sejak tahun 70-an ini memang sangat membekas. Namun, enggak sekadar program pemerintah saja, perencanaan keluarga atau family planning ternyata memang punya manfaat penting untuk Moms dan Dads.
Selain itu proses perencanaan keluarga juga seringkali menimbulkan tantangan tersendiri. Contohnya, memilih metode kontrasepsi yang paling sesuai dengan Anda dan pasangan bisa dipenuhi kebimbangan dan pertimbangan. Jika keliru, bukannya terencana, keluarga Anda malah bisa dipenuhi banyak “kejutan” yang punya risiko jangka panjang.
Oleh karena itu, kali ini M&B telah membuat panduan singkat seputar family planning yang bisa Anda baca. Mulai dari manfaat hingga rekomendasi klinik perencanaan keluarga, berikut ini berbagai hal yang Anda perlu tahu soal perencanaan keluarga, Moms!
Tidak hanya itu, Ary Kirana dan Elsa Pasaka juga berbagi cerita soal pengalamannya merencanakan keluarga, lho. Lengkap banget, kan? Jadi, tunggu apa lagi? So, let’s plan our family!
Dengan adanya program Keluarga Berencana, mungkin ada beberapa orang yang menganggap bahwa perencanaan keluarga semata-mata dibuat untuk memenuhi target pemerintah. Padahal, perencanaan keluarga punya banyak keuntungan bagi setiap anggota keluarga, lho. Mulai dari kesehatan mental hingga kondisi keuangan keluarga.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan bahwa perencanaan keluarga adalah salah satu pencapaian kesehatan publik terbaik di abad ke-20. Menentukan waktu berkeluarga, besarnya keluarga, dan jarak lahir antar anak punya banyak manfaat pada kesehatan pribadi, kehidupan sosial, dan kondisi perekonomian seseorang.
Masih belum yakin kalau keluarga berencana punya banyak manfaat untuk Moms? Merangkum dari berbagai sumber, berikut ini beberapa manfaat perencanaan keluarga.
Kehamilan yang tidak direncanakan berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian ibu serta perilaku negatif selama hamil, seperti kontrol prenatal yang terlambat serta konsumsi minuman beralkohol dan rokok. Padahal, berbagai perilaku negatif ini sudah terbukti berdampak buruk pada perkembangan janin.
Institute of Medicine (IOM) menyebutkan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan dapat meningkatkan risiko depresi pada ibu. Selain itu, hubungan antar orang tua dapat memburuk.
Merencanakan kehamilan juga bisa membantu menjaga kesehatan fisik ibu, terutama jika ibu terlalu muda dan tua. Pasalnya, kehamilan di bawah usia 18 tahun dan di atas usia 40 tahun berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan saat hamil, seperti preeklampsia.
Perencanaan keluarga bisa mendukung perkembangan setiap anak secara maksimal, baik secara fisik maupun mental. Menurut IOM, anak-anak dari kehamilan yang tidak diinginkan punya risiko lebih tinggi untuk lahir dengan berat badan rendah, meninggal di tahun pertamanya, dianiaya, atau tidak mendapat sumber yang memadai untuk bertumbuh dan berkembang.
Selain itu, anak-anak yang lahir berjarak cukup (minimal berjarak 18 bulan) cenderung terhindar dari komplikasi berbahaya. Beberapa komplikasi tersebut bisa berupa berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelahiran prematur.
Enggak hanya itu, keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit juga mempermudah orang tua untuk mengalokasikan dana pendidikan anak dengan lebih maksimal. Menurut data WHO tahun 2015, anak-anak yang punya lebih sedikit saudara kandung cenderung sekolah lebih lama, jika dibandingkan dengan yang tidak.
Tidak hanya kesehatan fisik dan mental, kesejahteraan keluarga juga bisa semakin terjamin dengan merencanakan kehamilan dengan baik. IOM kembali menyebutkan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan dapat membuat ayah dan ibu menderita masalah ekonomi, serta dapat gagal mewujudkan cita-cita karir dan pendidikan mereka.
Menurut sebuah studi yang dilakukan tahun 2016, pasangan yang melakukan perencanaan keluarga cenderung lebih jarang mengalami masalah finansial, fisik, serta emosi. Pasangan tersebut juga punya lebih banyak energi dan waktu untuk perkembangan diri dan keluarga, serta punya lebih banyak peluang ekonomi yang menguntungkan.
Perencanaan keluarga tidak bisa dilepaskan dari penggunaan kontrasepsi yang bijak. Oleh karena itu, perencanaan keluarga juga bisa mencegah penularan penyakit seksual menular. Ya, penggunaan kondom terbukti mampu berikan perlindungan ganda, yakni terhadap kehamilan tak terduga dan berbagai penyakit kelamin menular, seperti gonore atau HIV.
Keluarga berencana menjadi simbol kebebasan bagi setiap individu. Ya, kemampuan dan kebebasan bagi individu maupun pasangan dalam memilih kapan dan berapa kali hamil termasuk hak dasar manusia.
Bagi perempuan, merencanakan keluarga bisa menciptakan peluang untuk mewujudkan cita-cita, mendukung kesadaran akan otoritas terhadap tubuhnya, serta memberinya pilihan lebih banyak terhadap tubuhnya. Bagi laki-laki, perencanaan keluarga juga bisa mendorongnya untuk mencapai cita-cita serta serta kesadaran akan berbagai pilihan yang ia miliki.
Untuk merencanakan jumlah anak agar family planning bisa terealisasi dengan baik, Moms tentunya memerlukan alat kontrasepsi. Saat ini ada cukup banyak pilihan alat kontrasepsi. Masing-masing alat kontrasepsi, ada nilai plus dan minusnya.
Memilih alat kontrasepsi bisa disesuaikan dengan kondisi tubuh, rutinitas, serta mungkin karakter Moms dan Dads. Dan yang tak kalah penting, jangan segan untuk membicarakan soal alat kontrasepsi pilihan dengan pasangan Anda!
Lalu apa saja jenis kontrasepsi yang bisa Anda pilih? Cek daftarnya berikut ini:
Pil KB termasuk alat kontrasepsi yang paling sering digunakan. Ada dua jenis pil KB, yaitu pil KB kombinasi dan pil KB khusus progestin.
Pil KB kombinasi mengandung hormon estrogen dan progesteron. Sebagian besar produk pil KB kombinasi terdiri dari pil aktif yang mengandung hormon, serta beberapa pil nonaktif (plasebo) yang tidak mengandung hormon.
Pil KB kombinasi bekerja dengan cara menghentikan proses pelepasan sel telur (ovum) oleh indung telur (ovarium) atau proses ovulasi. Obat ini juga bekerja dengan cara mengentalkan lendir di leher rahim (serviks) sehingga sperma sulit mencapai telur, sekaligus menipiskan dinding rahim agar sel telur yang telah dibuahi tidak dapat bertumbuh.
Anda bisa memilih pil KB kombinasi yang berisi 21 pil aktif + 7 plasebo, dan 84 pil aktif + 7 pil plasebo. Pil KB kombinasi biasanya dikonsumsi 1 kali sehari.
Pil KB khusus progestin (progesteron sintetis) ini biasanya dikenal dengan nama pil mini. Pil KB ini hanya terdiri dari pil aktif, yang di dalamnya terdapat progestin dengan jumlah yang konstan. Pil mini biasanya digunakan oleh ibu menyusui dan wanita yang tidak boleh mengonsumsi estrogen.
Pil KB khusus progestin terdiri dari 2 jenis. Jenis pertama terdiri 35 pil yang mulai dikonsumsi pada hari pertama menstruasi. Jenis kedua terdiri dari 28 pil yang dapat dikonsumsi kapan saja.
Alat kontrasepsi dengan metode suntik, efektivitasnya juga cukup tinggi, mencapai 99 persen jika digunakan dengan benar. Anda bisa memilih KB suntik dengan durasi 1 bulan atau 3 bulan.
KB implan atau yang biasa disebut susuk, merupakan alat kontrasepsi berukuran kecil dan berbentuk seperti batang korek api. KB implan bekerja dengan cara mengeluarkan hormon progestin secara perlahan yang berfungsi mencegah kehamilan selama 3 tahun. Alat kontrasepsi ini digunakan dengan cara dimasukkan ke bagian bawah kulit, biasanya di lengan bagian atas.
Intrauterine device (IUD) adalah alat kontrasepsi berbentuk menyerupai huruf T yang diletakkan di dalam rahim. IUD atau juga dikenal dengan istilah KB spiral dapat mencegah kehamilan dengan cara menghalangi sperma agar tidak membuahi sel telur.
Moms bisa memilih antara empat jenis IUD. Pertama adalah IUD Copper T. Jenis ini yang paling umum digunakan dan efektif mencegah kehamilan hingga 10 tahun. Pada IUD ini, terdapat lilitan kawat tembaga halus di kedua lengannya. Kawat ini melepaskan ion-ion tembaga ke rongga rahim, membuat cairan pada tuba falopi dan rahim menjadi tidak ramah terhadap sperma.
Lalu ada IUD dengan komponen perak. IUD ini bisa melindungi selama 3 hingga 5 tahun tergantung tipenya. Pada IUD ini tidak terdapat kawat tembaga yang melilit T, melainkan terdapat inti perak di dalam IUD.
Ada juga jenis IUD untuk Moms yang memiliki rahim pendek. IUD jenis ini terbungkus kawat tembaga, seperti Copper T. Bedanya, panjang plastik vertikal hanya 2,8 cm sehingga cocok dengan Moms dengan rahim pendek. Selain itu, lengan IUD pun berbentuk melengkung ke bawah, tidak lurus seperti Copper T. IUD jenis ini bisa dipakai hingga 5 tahun.
Last but not least, ada IUD pascamelahirkan. Seperti namanya, IUD ini cocok bagi Moms yang baru saja melahirkan. Komponen zat aktifnya, yaitu kawat tembaga seperti Copper T. IUD jenis ini dilengkapi dengan batang insersi 35 cm, yang dirancang khusus untuk mempermudah pemasangan pascapersalinan. Benang pengamannya pun lebih panjang sehingga lebih mudah dilakukan pemeriksaan. IUD macam ini bisa memberikan perlindungan hingga 8 tahun.
Kondom bisa digunakan oleh Moms, maupun Dads. Namun kedua jenis ini berbeda dalam pemakaian dan efektivitasnya. Keduanya sama-sama berfungsi mencegah sperma masuk ke dalam vagina dan mencapai sel telur.
Selain deretan alat kontrasepsi di atas, masih ada beberapa jenis cara untuk menunda kehamilan. Anda bisa menggunakan metode kalender, yaitu mencatat masa subur setiap bulan dan menghindari hubungan seks selama periode itu. Meski terkesan mudah, cara ini akan sulit dilakukan oleh Moms yang siklus menstruasinya tidak teratur. Selain itu, peluang terjadinya salah perhitungan juga cukup besar.
Jika Anda dan pasangan sudah sepakat untuk tidak memiliki anak lagi, maka KB permanen atau KB steril bisa menjadi pilihan. Metode ini memiliki efektivitas hampir 100% guna mencegah kehamilan.
KB steril bisa dilakukan oleh Dads dalam bentuk vasektomi. Dan para Moms bisa melakukan tubektomi atau proses pengikatan tuba falopi.
Apapun jenis kontrasepsi pilihan Anda, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahlinya terlebih dahulu. Pasalnya, ada beberapa jenis kontrasepsi yang tidak cocok digunakan oleh penderita penyakit tertentu.
Menurut Ary Kirana, Keluarga Berencana enggak cuma bicara soal jumlah anak, melainkan segala aspek dalam kehidupan berumah tangga. Ibu dari 2 orang anak ini menganggap bahwa jumlah anak, manajemen keuangan rumah tangga, hingga kesepakatan soal parenting saling berkaitan satu sama lain dan tidak bisa dibahas terpisah.
Orang tua perlu bijak untuk menata dan merencanakan keluarganya, sehingga tak hanya kesejahteraan diri sendiri sebagai pasangan saja yang berjalan baik, melainkan juga kesejahteraan anak dan keluarga secara keseluruhan.
Lalu, apa saja yang Ary lakukan untuk merencanakan keluarga? Yuk, baca cerita lengkapnya berikut ini, Moms!
Yes, of course. Tapi Keluarga Berencana identik dengan jargon “2 anak saja cukup”. Kalau menurutku, family planning adalah terserah jumlah anak berapa, asalkan you plan it really well. Soalnya punya anak itu enggak ada manual book-nya. Jadi setiap punya anak, mungkin anak yang pertama, kedua, atau ketiga, you are entering a new kind of playground.
Jadi karena itulah setidaknya pasangan suami istri harus punya rencana yang matang soal banyak hal. Tentang cara memakai keuangan keluarga, arah pendidikan anak-anak, hingga menabung.
Penting banget. Apalagi bagi aku dan suami, ya. Kami termasuk sandwich generation, di mana kami punya rencana kehidupan sendiri tapi masih punya orang tua yang menjadi tanggungan. Nah, makanya bagiku perlu banget family planning.
Hidup kita itu enggak cuma untuk diri kita sendiri, tapi untuk keluarga besar dan kecil kita. Ada orang-orang yang beruntung karena punya orang tua yang financially independent. Tapi in my case, orang tuaku tidak seperti itu. Jadi, family planning memang perlu banget.
Iya, dong. Iya banget. Aku dan suamiku membicarakan serius soal semua segi kehidupan berkeluarga. Kalau kami enggak menemukan jalan keluar, maka kami akan tanya ke orang yang lebih ahli atau wise dari kita berdua. Soalnya, family planning enggak sekadar mau punya anak berapa.
Bahkan sebelum menikah, kami sudah bicarakan soal tempat tinggal sampai pengeluaran rumah tangga seperti apa. Dulu sebelum menikah, aku sempat ngobrol dengan Stephen Tamadji, karena ia sudah menikah.
Kami membahas soal pengeluaran terbesar setelah punya keluarga sendiri. Nah katanya, begitu punya anak, pengeluaran terbesarnya ada pada makanan. Bahkan lebih besar dari pendidikan dan sebagainya.
Sekarang, setelah punya suami dan 2 anak laki-laki, aku mengalaminya, tuh. Ternyata benar, pengeluaran paling gede untuk makanan! Karena memang kami adalah keluarga yang memilih untuk makan sehat. Mungkin ini terlihat sebagai hal kecil, ya. Tapi kalau enggak dibicarakan dari awal, bisa jadi sumber masalah.
Selain itu, kami tahu bahwa kami ingin menyekolahkan anak sampai tinggi. We want to provide skills to our children, enggak hanya sekolah saja. Misalnya les piano, coding, atau apa pun yang mereka suka. Kami enggak ingin nanggung-nanggung. Kami benar-benar ingin mereka bisa mendalami talentanya masing-masing. Itu, kan, butuh biaya, ya. Bayangkan kalau anak kami lebih dari 2. Mungkin kami enggak bisa kasih yang terbaik buat mereka.
Walaupun orang bilang, “Setiap anak punya rezekinya”, tapi prinsip aku dan suami, “Iya memang anak punya rezekinya sendiri-sendiri, tapi alangkah baiknya jika rezeki setiap anak bisa gendut”. Haha.
Sejak sebelum menikah, aku sudah ingin agar anak-anak homeschool. Nah kebetulan, aku tahu bahwa ada yang namanya community homeschool. Artinya, anak-anak tetap pergi ke sekolah, tapi orang tua tetap ada involvement saat homeschool.
Dulu saat masih pacaran, suami aku dulu bilang, “Ah, homeschool nanti bikin anak jadi kuper.” Tapi along the way, aku perlihatkan berbagai produk edukasi semi homeschool. Akhirnya ia setuju. Jadi itulah yang kami lakukan sekarang. Itu salah satu hal perencanaan yang aku siapkan.
Selain itu, kami juga merencanakan jarak anak. Kami berdua memang enggak merencanakan sejak awal, mau punya anak lagi setelah umur segini dan sebagainya. Hanya saja, ketika orang tanya, “Mau tambah anak lagi?”, tentu saja kami diskusi soal kesiapan masing-masing.
Saat anakku yang pertama sudah 3 tahun, baru kita sepakat untuk menambah anak lagi. Karena kalau kelamaan, kami pasti sudah ogah banget. Tapi jika kurang dari itu, juga enggak ingin. Soalnya dulu baru berhasil menurunkan berat badan. Masih agak trauma juga menghitung stok ASI. Haha
Kalau soal kontrasepsi, kami pakai feeling! Haha. Karena kami enggak mau kebablasan, jadi aku enggak berani pakai spiral. Soalnya, aku tahu kasus di mana sudah pakai spiral tapi tetap bisa hamil. Nah, aku orangnya cukup rajin. Waktu awal-awal menikah, kami pakai pil KB. And it works. Jadi kita lanjut saja.
Selain itu, aku juga sering menemukan kasus kondom bocor di lingkungan terdekatku. Jadi kami enggak berani juga pakai kondom. Ada juga seseorang yang dekat denganku, akhirnya dikuret karena spiral menancap ke kepala bayinya. Jadi, kembali lagi ke pil KB, deh.
Pernah! Misalnya, pil KB bakal bikin gendut dan jerawatan. Ah, aku cocok kok pakai pil. Tapi kalau kamu juga mau pakai pil, kamu harus konsultasi dengan obgyn dulu. Kalau di aku, menstruasi jadi teratur, enggak bikin gemuk, dan kulit muka jadi halus, haha.
Anyway, kita tuh sudah disediain banyak banget alat kontrasepsi. Ada pil, kondom, spiral, atau diikat. Nah, soal mana yang cocok, ya balik lagi ke pribadi kamu. Apakah kamu bisa bertanggung jawab dengan pilihanmu?
“ Nah, soal kontrasepsi mana yang cocok, ya balik lagi ke pribadimu. Apakah bisa bertanggung jawab dengan pilihanmu?”
Selain itu, katanya pil KB bisa bikin enggak subur. Ih, jangan salah, begitu lepas langsung pil, bisa langsung “tekdung”, lho. Makanya balik lagi, kamu harus konsultasi sebelum memilih kontrasepsi.
Menurutku, family planning artinya harus ngobrol semua hal. Keuangan, alat kontrasepsi, tinggal di mana, itu harus diobrolin dari awal. Puji Tuhan, aku menikah di usia yang sudah “tua”, antara di usia 33 atau 34 tahun. Kepribadianku sudah terbentuk, soal cara melihat uang, keluarga, dan relationship.
Makanya, menurutku penting banget planning bareng orang ketiga yang lebih wise dari kami berdua, supaya bisa buka mataku dan suamiku. Jadi saranku, ajak ngobrol orang yang lebih wise atau yang sudah menikah.
Kalau bicara keluarga berencana, sering pikirannya hanya soal rencana jumlah anak. Padahal di lingkup keluarga berencana, ada banyak banget hal yang perlu dibicarakan. Asal muasal istilah keluarga berencana muncul karena negara enggak mau ada terlalu banyak orang.
Tapi dari sisi kita keluarga yang punya rencana, ya semuanya. Anak jarang banget menjadi alasan orang tua bercerai. Tapi yang biasanya bikin bercerai adalah permasalahan duit, perselingkuhan, perzinahan. So, family planning is more than talking about kids. M&B
Lantas bagaimana family planning ala Elsa Pasaka dan Ben Joshua? Apa yang membuat Elsa dan suami akhirnya berubah pikiran soal jumlah anak yang akan mereka miliki? Moms, yuk simak wawancara Mother & Beyond bersama Elsa Pasaka berikut ini!
Sesungguhnya tidak. Awal-awal justru membayangkan memiliki setidaknya tiga orang anak. Sebenarnya, impiannya memiliki tiga anak.
Jadi ceritanya, saya dan Ben agak sulit untuk punya anak pada awal pernikahan. Kami baru memiliki buah hati setelah 2,5 tahun menikah. Setelah hampir 3 tahun pernikahan, saya baru melahirkan anak pertama.
Karena berpikir proses untuk bisa memiliki anak pertama agak sulit, jadi kami santai saja. Tapi ternyata Tuhan langsung memberikan anak kedua. Saat Benaya Maika baru berusia lima bulan, ternyata saya langsung hamil lagi. Jadi agak surprise!
Di sisi lain, karena jarak antara anak pertama dan kedua sangat dekat, saya jadi bisa menikmati waktu mengurus mereka berdua. Dan semuanya dilakukan tentunya dengan effort besar karena jarak antara Benaya dan Caleb sangat dekat. Saat itu, saya benar-benar ingin mencurahkan kasih sayang kepada mereka dulu.
Seiring berjalannya waktu, kami merasa dua anak sepertinya sudah pas. Kami merasa sudah enak, sudah nyaman mengurus keduanya. Selain itu karena faktor usia juga, akhirnya kami berpikir sudah deh, dua anak cukup. Dan puji Tuhan, kami sudah diberikan sepasang, anak perempuan dan laki-laki.
Itu dia tadi. Tidak disangka. Tiba-tiba sudah hamil anak kedua saat anak pertama belum genap berusia 1 tahun.
Sebenarnya penting banget. Tapi saya sendiri sempat mengalami sulit untuk punya anak dan anak kedua tak terduga langsung dikasih oleh Tuhan, jadi kami bersyukur saja.
Namun memikirkan soal family planning itu penting karena dengan begitu, keuangan keluarga menjadi lebih rapi. Segala perencanaan tentang anak juga lebih baik. Anak bisa mendapatkan perhatian lebih maksimal. Kita bisa puas mengurus anak pertama, lalu lanjut puas mengurus anak kedua. Karena kasihan, dahulu waktu anak pertama masih kecil, saya sudah harus membagi perhatian dengan adiknya.
Jadi banyak faktor yang perlu diperhatikan. That’s why family planning untuk keluarga itu sangat penting.
Positifnya, kami berempat jadi kompak banget. Kedua anak kami dekat dengan mama dan papanya. Tapi terkadang ada nih ‘kubu-kubuan’. Jadi yang perempuan benar-benar kompak dengan mamanya, dan yang laki-laki kompak dengan papanya. Padahal orang bilang, anak laki-laki bakal lengket dengan mamanya dan sebaliknya, anak perempuan lengket dengan papanya. Dan karena keluarga kecil, hanya berempat, jadilah kami benar-benar kompak.
Apalagi jarak antara anak pertama dan kedua sangat dekat. Jadi mengurusnya pun lebih gampang, termasuk dalam sekolah. Karena hanya berbeda setahun, jadi sekolahnya pun bisa berbarengan. Tidak terlalu jomplang, lah.
Negatifnya? Mungkin karena mereka besar dalam waktu yang hampir bersamaan, hanya selisih setahun, jadi kayak masih kangen ingin punya anak ketiga yang masih kecil. Seperti ada yang kurang saja. Caleb, anak kedua, kalau bertemu anak yang lebih kecil atau bayi, terlihat sayang banget. Hanya balik lagi, banyak hal yang perlu dipikirkan sehingga kami memutuskan untuk tidak memiliki anak ketiga.
Setelah kelahiran anak kedua, saya menggunakan KB spiral mengikuti saran dari dokter. Selain itu, saya juga bukan tipe Moms yang rutin cek tanggal atau masa kesuburan. Namun pada akhirnya, saya menghentikan penggunaan KB spiral karena banyak pengaruhnya ke tubuh.
Setelah lepas spiral, kami menggunakan sistem tanggalan. Memang sulit, tapi saya merasa lebih nyaman dengan tubuh saya. Badan saya tidak lagi sakit saat menstruasi. Dan darah menstruasi yang keluar pun biasa saja, tidak terlalu banyak seperti saat masih menggunakan KB spiral.
Iya pernah. Jadi banyak yang bilang, berbagai jenis alat kontrasepsi memiliki efek yang berbeda ke tubuh masing-masing ibu, termasuk ke hormon. Tapi sejauh ini, hormon saya baik-baik saja. Tidak ada masalah berarti, seperti badan menjadi lebih besar dan lain-lain.
Namun yang saya rasakan kebetulan pas sempat merencanakan kehamilan anak ketiga, saya lepas spiral. Dan tubuh terasa berbeda antara saat memakai spiral dan setelah dilepas. Saat memakai spiral, badan terasa sakit setiap kali menstruasi. Pinggang, paha, badan semuanya lebih sakit. Selain itu, menstruasi pun jadi lebih banyak. Setelah tidak menggunakan spiral, badan saya tidak merasakan nyeri lagi.
Bukan karena belum cukup sih. Tapi orang-orang melihat jarak antara kedua anak saya sangat dekat, jadi sering ditanya ‘Tidak mau menambah adik lagi? Caleb kayanya ingin punya adik, nih’.
Namun kami selalu menjawab sudah cukup. Lagipula sudah sepasang pula. Selain itu, kami benar-benar ingin maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak dalam segala hal, termasuk dalam hal pendidikan.
Kunci keberhasilan, mungkin antara pasangan harus bisa saling memberikan support. Suami dan istri pada dasarnya berasal serta tumbuh dari keluarga yang berbeda. Mereka bisa saja punya karakter yang berbeda, seperti saya yang termasuk boros tapi Ben tidak. Lalu Ben adalah sosok yang terlalu terstruktur, sedangkan saya lebih easy going. Dan kunci keberhasilan family planning adalah saling memberikan dukungan, saling mengingatkan agar kita bisa menjalankan poin-poin yang ingin dijalankan dalam keluarga.
Pastinya, setiap pasangan perlu saling mengisi. Jika memiliki rencana dari awal sebaiknya memang dibicarakan dengan pasangan inginnya seperti apa, anak harus bagaimana, dan ingin keluarga seperti apa dalam beberapa tahun ke depan. Berbicara, saling mengingatkan, dan saling support nantinya akan membuat family planning terwujud dengan baik.
Dan tentunya jangan lupa berdoa. Manusia bisa berencana, tapi Tuhan juga punya rencana untuk umatnya. M&B