Perencanaan keluarga bisa menjadi salah satu hal yang dipenuhi oleh keraguan dan kebingungan. Untuk itu, yuk simak panduan M&B agar yakin saat merencanakan keluarga Anda.

Oleh: Gabriela Agmassini & Wieta Rachmatia/ND

Moms pasti sudah tidak asing dengan jargon “Dua anak lebih baik”. Ya, moto program Keluarga Berencana sejak tahun 70-an ini memang sangat membekas. Namun, enggak sekadar program pemerintah saja, perencanaan keluarga atau family planning ternyata memang punya manfaat penting untuk Moms dan Dads.

  Selain itu proses perencanaan keluarga juga seringkali menimbulkan tantangan tersendiri. Contohnya, memilih metode kontrasepsi yang paling sesuai dengan Anda dan pasangan bisa dipenuhi kebimbangan dan pertimbangan. Jika keliru, bukannya terencana, keluarga Anda malah bisa dipenuhi banyak “kejutan” yang punya risiko jangka panjang.

  Oleh karena itu, kali ini M&B telah membuat panduan singkat seputar family planning yang bisa Anda baca. Mulai dari manfaat hingga rekomendasi klinik perencanaan keluarga, berikut ini berbagai hal yang Anda perlu tahu soal perencanaan keluarga, Moms!

  Tidak hanya itu, Ary Kirana dan Elsa Pasaka juga berbagi cerita soal pengalamannya merencanakan keluarga, lho. Lengkap banget, kan? Jadi, tunggu apa lagi? So, let’s plan our family!



Enggak Hanya Soal Kontrasepsi, Ini Manfaat Keluarga Berencana


Menentukan waktu, jumlah, dan cara menambah anggota keluarga menjadi privilese dasar bagi setiap anggota keluarga.


Dengan adanya program Keluarga Berencana, mungkin ada beberapa orang yang menganggap bahwa perencanaan keluarga semata-mata dibuat untuk memenuhi target pemerintah. Padahal, perencanaan keluarga punya banyak keuntungan bagi setiap anggota keluarga, lho. Mulai dari kesehatan mental hingga kondisi keuangan keluarga.

   Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan bahwa perencanaan keluarga adalah salah satu pencapaian kesehatan publik terbaik di abad ke-20. Menentukan waktu berkeluarga, besarnya keluarga, dan jarak lahir antar anak punya banyak manfaat pada kesehatan pribadi, kehidupan sosial, dan kondisi perekonomian seseorang.

  Masih belum yakin kalau keluarga berencana punya banyak manfaat untuk Moms? Merangkum dari berbagai sumber, berikut ini beberapa manfaat perencanaan keluarga.


Ragam Alat Kontrasepsi Pilih yang Mana Ya?


Untuk merencanakan jumlah anak agar family planning bisa terealisasi dengan baik, Moms tentunya memerlukan alat kontrasepsi. Saat ini ada cukup banyak pilihan alat kontrasepsi. Masing-masing alat kontrasepsi, ada nilai plus dan minusnya.

  Memilih alat kontrasepsi bisa disesuaikan dengan kondisi tubuh, rutinitas, serta mungkin karakter Moms dan Dads. Dan yang tak kalah penting, jangan segan untuk membicarakan soal alat kontrasepsi pilihan dengan pasangan Anda!

  Lalu apa saja jenis kontrasepsi yang bisa Anda pilih? Cek daftarnya berikut ini:

Selain deretan alat kontrasepsi di atas, masih ada beberapa jenis cara untuk menunda kehamilan. Anda bisa menggunakan metode kalender, yaitu mencatat masa subur setiap bulan dan menghindari hubungan seks selama periode itu. Meski terkesan mudah, cara ini akan sulit dilakukan oleh Moms yang siklus menstruasinya tidak teratur. Selain itu, peluang terjadinya salah perhitungan juga cukup besar.

  Jika Anda dan pasangan sudah sepakat untuk tidak memiliki anak lagi, maka KB permanen atau KB steril bisa menjadi pilihan. Metode ini memiliki efektivitas hampir 100% guna mencegah kehamilan.

  KB steril bisa dilakukan oleh Dads dalam bentuk vasektomi. Dan para Moms bisa melakukan tubektomi atau proses pengikatan tuba falopi.

  Apapun jenis kontrasepsi pilihan Anda, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahlinya terlebih dahulu. Pasalnya, ada beberapa jenis kontrasepsi yang tidak cocok digunakan oleh penderita penyakit tertentu.



Ary Kirana

Family planning is more than the number of children

Menurut Ary Kirana, Keluarga Berencana enggak cuma bicara soal jumlah anak, melainkan segala aspek dalam kehidupan berumah tangga. Ibu dari 2 orang anak ini menganggap bahwa jumlah anak, manajemen keuangan rumah tangga, hingga kesepakatan soal parenting saling berkaitan satu sama lain dan tidak bisa dibahas terpisah.

   Orang tua perlu bijak untuk menata dan merencanakan keluarganya, sehingga tak hanya kesejahteraan diri sendiri sebagai pasangan saja yang berjalan baik, melainkan juga kesejahteraan anak dan keluarga secara keseluruhan.

   Lalu, apa saja yang Ary lakukan untuk merencanakan keluarga? Yuk, baca cerita lengkapnya berikut ini, Moms!

Apakah Ary mendukung konsep family planning? Apa alasannya?

Yes, of course. Tapi Keluarga Berencana identik dengan jargon “2 anak saja cukup”. Kalau menurutku, family planning adalah terserah jumlah anak berapa, asalkan you plan it really well. Soalnya punya anak itu enggak ada manual book-nya. Jadi setiap punya anak, mungkin anak yang pertama, kedua, atau ketiga, you are entering a new kind of playground.

   Jadi karena itulah setidaknya pasangan suami istri harus punya rencana yang matang soal banyak hal. Tentang cara memakai keuangan keluarga, arah pendidikan anak-anak, hingga menabung.

Menurut Ary, family planning penting gak sih?

Penting banget. Apalagi bagi aku dan suami, ya. Kami termasuk sandwich generation, di mana kami punya rencana kehidupan sendiri tapi masih punya orang tua yang menjadi tanggungan. Nah, makanya bagiku perlu banget family planning.

   Hidup kita itu enggak cuma untuk diri kita sendiri, tapi untuk keluarga besar dan kecil kita. Ada orang-orang yang beruntung karena punya orang tua yang financially independent. Tapi in my case, orang tuaku tidak seperti itu. Jadi, family planning memang perlu banget.

Lalu, apakah Ary melakukan family planning?

Iya, dong. Iya banget. Aku dan suamiku membicarakan serius soal semua segi kehidupan berkeluarga. Kalau kami enggak menemukan jalan keluar, maka kami akan tanya ke orang yang lebih ahli atau wise dari kita berdua. Soalnya, family planning enggak sekadar mau punya anak berapa.

   Bahkan sebelum menikah, kami sudah bicarakan soal tempat tinggal sampai pengeluaran rumah tangga seperti apa. Dulu sebelum menikah, aku sempat ngobrol dengan Stephen Tamadji, karena ia sudah menikah.

   Kami membahas soal pengeluaran terbesar setelah punya keluarga sendiri. Nah katanya, begitu punya anak, pengeluaran terbesarnya ada pada makanan. Bahkan lebih besar dari pendidikan dan sebagainya.

   Sekarang, setelah punya suami dan 2 anak laki-laki, aku mengalaminya, tuh. Ternyata benar, pengeluaran paling gede untuk makanan! Karena memang kami adalah keluarga yang memilih untuk makan sehat. Mungkin ini terlihat sebagai hal kecil, ya. Tapi kalau enggak dibicarakan dari awal, bisa jadi sumber masalah.

   Selain itu, kami tahu bahwa kami ingin menyekolahkan anak sampai tinggi. We want to provide skills to our children, enggak hanya sekolah saja. Misalnya les piano, coding, atau apa pun yang mereka suka. Kami enggak ingin nanggung-nanggung. Kami benar-benar ingin mereka bisa mendalami talentanya masing-masing. Itu, kan, butuh biaya, ya. Bayangkan kalau anak kami lebih dari 2. Mungkin kami enggak bisa kasih yang terbaik buat mereka.

   Walaupun orang bilang, “Setiap anak punya rezekinya”, tapi prinsip aku dan suami, “Iya memang anak punya rezekinya sendiri-sendiri, tapi alangkah baiknya jika rezeki setiap anak bisa gendut”. Haha.

Apa yang Ary lakukan dan persiapkan sebagai langkah family planning?

Sejak sebelum menikah, aku sudah ingin agar anak-anak homeschool. Nah kebetulan, aku tahu bahwa ada yang namanya community homeschool. Artinya, anak-anak tetap pergi ke sekolah, tapi orang tua tetap ada involvement saat homeschool.

   Dulu saat masih pacaran, suami aku dulu bilang, “Ah, homeschool nanti bikin anak jadi kuper.” Tapi along the way, aku perlihatkan berbagai produk edukasi semi homeschool. Akhirnya ia setuju. Jadi itulah yang kami lakukan sekarang. Itu salah satu hal perencanaan yang aku siapkan.

   Selain itu, kami juga merencanakan jarak anak. Kami berdua memang enggak merencanakan sejak awal, mau punya anak lagi setelah umur segini dan sebagainya. Hanya saja, ketika orang tanya, “Mau tambah anak lagi?”, tentu saja kami diskusi soal kesiapan masing-masing.

   Saat anakku yang pertama sudah 3 tahun, baru kita sepakat untuk menambah anak lagi. Karena kalau kelamaan, kami pasti sudah ogah banget. Tapi jika kurang dari itu, juga enggak ingin. Soalnya dulu baru berhasil menurunkan berat badan. Masih agak trauma juga menghitung stok ASI. Haha

   Kalau soal kontrasepsi, kami pakai feeling! Haha. Karena kami enggak mau kebablasan, jadi aku enggak berani pakai spiral. Soalnya, aku tahu kasus di mana sudah pakai spiral tapi tetap bisa hamil. Nah, aku orangnya cukup rajin. Waktu awal-awal menikah, kami pakai pil KB. And it works. Jadi kita lanjut saja.


“ Kalau menurutku, family planning adalah terserah jumlah anak berapa, asalkan you plan it really well. ”


Selain itu, aku juga sering menemukan kasus kondom bocor di lingkungan terdekatku. Jadi kami enggak berani juga pakai kondom. Ada juga seseorang yang dekat denganku, akhirnya dikuret karena spiral menancap ke kepala bayinya. Jadi, kembali lagi ke pil KB, deh.

Sempat dengar soal mitos kontrasepsi? Kalau pernah, apa aja mitos yang pernah Ary dengar?

Pernah! Misalnya, pil KB bakal bikin gendut dan jerawatan. Ah, aku cocok kok pakai pil. Tapi kalau kamu juga mau pakai pil, kamu harus konsultasi dengan obgyn dulu. Kalau di aku, menstruasi jadi teratur, enggak bikin gemuk, dan kulit muka jadi halus, haha.

   Anyway, kita tuh sudah disediain banyak banget alat kontrasepsi. Ada pil, kondom, spiral, atau diikat. Nah, soal mana yang cocok, ya balik lagi ke pribadi kamu. Apakah kamu bisa bertanggung jawab dengan pilihanmu?

“ Nah, soal kontrasepsi mana yang cocok, ya balik lagi ke pribadimu. Apakah bisa bertanggung jawab dengan pilihanmu?” 


   Selain itu, katanya pil KB bisa bikin enggak subur. Ih, jangan salah, begitu lepas langsung pil, bisa langsung “tekdung”, lho. Makanya balik lagi, kamu harus konsultasi sebelum memilih kontrasepsi.

Menurut Ary, apa yang penting untuk diketahui oleh keluarga baru soal family planning?

Menurutku, family planning artinya harus ngobrol semua hal. Keuangan, alat kontrasepsi, tinggal di mana, itu harus diobrolin dari awal. Puji Tuhan, aku menikah di usia yang sudah “tua”, antara di usia 33 atau 34 tahun. Kepribadianku sudah terbentuk, soal cara melihat uang, keluarga, dan relationship.

   Makanya, menurutku penting banget planning bareng orang ketiga yang lebih wise dari kami berdua, supaya bisa buka mataku dan suamiku. Jadi saranku, ajak ngobrol orang yang lebih wise atau yang sudah menikah.

Menurut Ary, apa yang sering salah kaprah soal family planning?

Kalau bicara keluarga berencana, sering pikirannya hanya soal rencana jumlah anak. Padahal di lingkup keluarga berencana, ada banyak banget hal yang perlu dibicarakan. Asal muasal istilah keluarga berencana muncul karena negara enggak mau ada terlalu banyak orang.

   Tapi dari sisi kita keluarga yang punya rencana, ya semuanya. Anak jarang banget menjadi alasan orang tua bercerai. Tapi yang biasanya bikin bercerai adalah permasalahan duit, perselingkuhan, perzinahan. So, family planning is more than talking about kids. M&B


Elsa Pasaka

Dua Anak Bikin Lebih Kompak!


Awalnya, ‘blue print’ kehidupan rumah tangga Elsa Pasaka (43) dan Ben Joshua (41) meliputi tiga orang anak. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pasangan yang menikah pada 20 Desember 2009 tersebut menyadari bahwa lebih banyak sisi positif dengan memiliki dua orang anak saja, ketimbang tiga.


Memiliki dua orang anak saja, bukan hanya berarti lebih mudah mengatur keuangan serta rencana pendidikan mereka. Namun dengan keluarga kecil, Elsa dan suami merasa bisa lebih maksimal memberikan kasih sayang serta perhatian kepada kedua anak mereka, Benaya Maika Rompies (10) dan Ben Caleb John Rompies (8). Dan yang tak kalah penting, mereka menjadi lebih kompak sebagai keluarga.

  Lantas bagaimana family planning ala Elsa Pasaka dan Ben Joshua? Apa yang membuat Elsa dan suami akhirnya berubah pikiran soal jumlah anak yang akan mereka miliki? Moms, yuk simak wawancara Mother & Beyond bersama Elsa Pasaka berikut ini!

Memiliki dua orang anak, apakah memang sudah direncanakan sejak awal menikah?

Sesungguhnya tidak. Awal-awal justru membayangkan memiliki setidaknya tiga orang anak. Sebenarnya, impiannya memiliki tiga anak.

Lantas mengapa tiba-tiba memutuskan untuk cukup memiliki dua orang anak?

Jadi ceritanya, saya dan Ben agak sulit untuk punya anak pada awal pernikahan. Kami baru memiliki buah hati setelah 2,5 tahun menikah. Setelah hampir 3 tahun pernikahan, saya baru melahirkan anak pertama.

  Karena berpikir proses untuk bisa memiliki anak pertama agak sulit, jadi kami santai saja. Tapi ternyata Tuhan langsung memberikan anak kedua. Saat Benaya Maika baru berusia lima bulan, ternyata saya langsung hamil lagi. Jadi agak surprise!

  Di sisi lain, karena jarak antara anak pertama dan kedua sangat dekat, saya jadi bisa menikmati waktu mengurus mereka berdua. Dan semuanya dilakukan tentunya dengan effort besar karena jarak antara Benaya dan Caleb sangat dekat. Saat itu, saya benar-benar ingin mencurahkan kasih sayang kepada mereka dulu.

  Seiring berjalannya waktu, kami merasa dua anak sepertinya sudah pas. Kami merasa sudah enak, sudah nyaman mengurus keduanya. Selain itu karena faktor usia juga, akhirnya kami berpikir sudah deh, dua anak cukup. Dan puji Tuhan, kami sudah diberikan sepasang, anak perempuan dan laki-laki.

Selain memutuskan punya dua orang anak saja, apakah jarak antara anak pertama dan kedua juga direncanakan?

Itu dia tadi. Tidak disangka. Tiba-tiba sudah hamil anak kedua saat anak pertama belum genap berusia 1 tahun.

Menurut Anda, family planning itu penting atau tidak untuk dilakukan pasangan suami istri, khususnya yang baru berkeluarga?

Sebenarnya penting banget. Tapi saya sendiri sempat mengalami sulit untuk punya anak dan anak kedua tak terduga langsung dikasih oleh Tuhan, jadi kami bersyukur saja.

  Namun memikirkan soal family planning itu penting karena dengan begitu, keuangan keluarga menjadi lebih rapi. Segala perencanaan tentang anak juga lebih baik. Anak bisa mendapatkan perhatian lebih maksimal. Kita bisa puas mengurus anak pertama, lalu lanjut puas mengurus anak kedua. Karena kasihan, dahulu waktu anak pertama masih kecil, saya sudah harus membagi perhatian dengan adiknya.

  Jadi banyak faktor yang perlu diperhatikan. That’s why family planning untuk keluarga itu sangat penting.

“ Memikirkan soal family planning itu penting karena dengan begitu, keuangan keluarga menjadi lebih rapi. Segala perencanaan tentang anak juga lebih baik. Anak bisa mendapatkan perhatian lebih maksimal. ”


Menurut Anda, apa saja nilai positif memiliki dua orang anak saja dan negatif (kalau ada)?

Positifnya, kami berempat jadi kompak banget. Kedua anak kami dekat dengan mama dan papanya. Tapi terkadang ada nih ‘kubu-kubuan’. Jadi yang perempuan benar-benar kompak dengan mamanya, dan yang laki-laki kompak dengan papanya. Padahal orang bilang, anak laki-laki bakal lengket dengan mamanya dan sebaliknya, anak perempuan lengket dengan papanya. Dan karena keluarga kecil, hanya berempat, jadilah kami benar-benar kompak.

  Apalagi jarak antara anak pertama dan kedua sangat dekat. Jadi mengurusnya pun lebih gampang, termasuk dalam sekolah. Karena hanya berbeda setahun, jadi sekolahnya pun bisa berbarengan. Tidak terlalu jomplang, lah.

  Negatifnya? Mungkin karena mereka besar dalam waktu yang hampir bersamaan, hanya selisih setahun, jadi kayak masih kangen ingin punya anak ketiga yang masih kecil. Seperti ada yang kurang saja. Caleb, anak kedua, kalau bertemu anak yang lebih kecil atau bayi, terlihat sayang banget. Hanya balik lagi, banyak hal yang perlu dipikirkan sehingga kami memutuskan untuk tidak memiliki anak ketiga.

Apa jenis alat KB yang dipilih untuk mewujudkan family planning“dua anak cukup”? Alasannya?

Setelah kelahiran anak kedua, saya menggunakan KB spiral mengikuti saran dari dokter. Selain itu, saya juga bukan tipe Moms yang rutin cek tanggal atau masa kesuburan. Namun pada akhirnya, saya menghentikan penggunaan KB spiral karena banyak pengaruhnya ke tubuh.

  Setelah lepas spiral, kami menggunakan sistem tanggalan. Memang sulit, tapi saya merasa lebih nyaman dengan tubuh saya. Badan saya tidak lagi sakit saat menstruasi. Dan darah menstruasi yang keluar pun biasa saja, tidak terlalu banyak seperti saat masih menggunakan KB spiral.

Apakah pernah mendengar mitos-mitos soal penggunaan kontrasepsi? Dan bagaimana menanggapinya?

Iya pernah. Jadi banyak yang bilang, berbagai jenis alat kontrasepsi memiliki efek yang berbeda ke tubuh masing-masing ibu, termasuk ke hormon. Tapi sejauh ini, hormon saya baik-baik saja. Tidak ada masalah berarti, seperti badan menjadi lebih besar dan lain-lain.

  Namun yang saya rasakan kebetulan pas sempat merencanakan kehamilan anak ketiga, saya lepas spiral. Dan tubuh terasa berbeda antara saat memakai spiral dan setelah dilepas. Saat memakai spiral, badan terasa sakit setiap kali menstruasi. Pinggang, paha, badan semuanya lebih sakit. Selain itu, menstruasi pun jadi lebih banyak. Setelah tidak menggunakan spiral, badan saya tidak merasakan nyeri lagi.


“ Keluarga kecil, hanya berempat, jadilah kami benar-benar kompak. Apalagi jarak antara anak pertama dan kedua sangat dekat. Jadi mengurusnya pun lebih gampang, termasuk dalam sekolah.”


Pernahkah mendapatkan omongan negatif dari keluarga, teman, atau orang lain yang berpendapat bahwa dua anak belum cukup? Dan bagaimana Anda menghadapinya?

Bukan karena belum cukup sih. Tapi orang-orang melihat jarak antara kedua anak saya sangat dekat, jadi sering ditanya ‘Tidak mau menambah adik lagi? Caleb kayanya ingin punya adik, nih’.

  Namun kami selalu menjawab sudah cukup. Lagipula sudah sepasang pula. Selain itu, kami benar-benar ingin maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak dalam segala hal, termasuk dalam hal pendidikan.

Menurut Anda, apa sih kunci keberhasilan dalam menjalankan family planning yang sudah direncanakan sejak awal?

Kunci keberhasilan, mungkin antara pasangan harus bisa saling memberikan support. Suami dan istri pada dasarnya berasal serta tumbuh dari keluarga yang berbeda. Mereka bisa saja punya karakter yang berbeda, seperti saya yang termasuk boros tapi Ben tidak. Lalu Ben adalah sosok yang terlalu terstruktur, sedangkan saya lebih easy going. Dan kunci keberhasilan family planning adalah saling memberikan dukungan, saling mengingatkan agar kita bisa menjalankan poin-poin yang ingin dijalankan dalam keluarga.

  Pastinya, setiap pasangan perlu saling mengisi. Jika memiliki rencana dari awal sebaiknya memang dibicarakan dengan pasangan inginnya seperti apa, anak harus bagaimana, dan ingin keluarga seperti apa dalam beberapa tahun ke depan. Berbicara, saling mengingatkan, dan saling support nantinya akan membuat family planning terwujud dengan baik.

  Dan tentunya jangan lupa berdoa. Manusia bisa berencana, tapi Tuhan juga punya rencana untuk umatnya. M&B




© 2022 Motherandbeyond