Berbagai tantangan dan tekanan dialami oleh para single mom, di mana hal-hal tersebut mungkin tidak dialami langsung oleh orang tua atau keluarga lain. Berikut deretan tantangan menjadi ibu tunggal dan solusi untuk membantu para single mom menjalani perannya dengan lebih mudah.
Tak bisa dipungkiri, rasa kesepian dan depresi seringkali dialami para ibu tunggal. Setelah berpisah, tak sedikit para ibu yang tidak bisa lagi berbagi pengalaman baik dan buruk dengan seseorang atau memiliki pasangan untuk bekerja sama dalam rumah tangga. Beberapa ibu bahkan bisa merasa bagai tak punya sandaran hidup, di mana ada bagian dari mantan pasangan yang mungkin berperan untuk pemenuhan emosional para ibu tunggal ini.
Solusi: Singkirkan pikiran negatif dan berpikirlah positif untuk lebih mengenal diri Anda demi kepentingan Si Kecil, maupun diri Anda sendiri. Ingat bahwa anak juga memiliki kebutuhan emosional. Cobalah untuk terhubung dengan ibu tunggal lainnya untuk saling bertukar saran.
Menyeimbangkan waktu kerja dan waktu senggang untuk kehidupan bisa jadi hal sulit bagi ibu tunggal karena mereka juga harus mengurus dan menafkahi anak-anak mereka. Hal ini pun membuat ibu tunggal tak jarang bekerja lembur. Sementara bila ibu tunggal tidak bekerja, mereka harus mengurus anak-anak mereka, yang secara keseluruhan bisa menyebabkan sedikitnya waktu untuk mereka sendiri.
Solusi: Cobalah untuk membangun sistem pendukung yang kuat. Moms bisa mengandalkan keluarga dan teman selama masa-masa sulit sebagai ibu tunggal untuk menjaga kesejahteraan fisik maupun mental Anda.
Penilaian masyarakat tentang ibu tunggal maupun sosok janda menjadi beban yang tak mudah untuk dihadapi para ibu tunggal. Bukannya memberi dukungan, masyarakat ataupun lingkungan terdekat malah menghakimi ibu tunggal, sehingga membuat mereka memiliki keraguan dan kepercayaan diri yang rendah sebagai orang tua tunggal.
Solusi: Kelilingi diri Anda dengan orang-orang yang percaya pada Anda dan memahami kesulitan Anda tanpa penilaian apa pun. Coba untuk terlibat dalam aktivitas yang membangun kepercayaan diri Anda dan singkirkan keraguan diri.
Kegagalan dalam pernikahan yang pahit tak jarang membuat para ibu tunggal merasa bersalah. Berbagai pertanyaan kerap muncul dengan keputusan yang telah dibuat, bahkan mungkin sampai khawatir dengan penilaian anak pada dirinya ketika menjadi single mom.
Solusi: Pertanyaan dan kekhawatiran para single mom ini sesungguhnya hanya menambah kesulitan saat mereka mengasuh anak. Karenanya berhentilah menyalahkan diri sendiri. Terima situasinya dan yakinlah bahwa Anda membuat keputusan yang tepat agar bisa melanjutkan hidup.
Ketika menjadi single mom, mungkin Anda mengkhawatirkan bagaimana Anda bisa mengasuh Si Kecil dengan baik, terutama dalam soal mendisiplinkan anak. Apalagi tekanan emosional yang dialami anak membuatnya melakukan hal-hal yang mungkin bisa membuat Anda kewalahan untuk mendisiplinkannya.
Solusi: Jika memungkinkan, komunikasikan secara rutin kepada mantan pasangan Anda untuk mengajarkan kedisiplinan pada anak. Ajak pula anak untuk berkonsultasi dengan psikolog untuk mengatasi ketidakstabilan emosi mereka yang menyebabkan ketidakdisiplinan sebagai efek dari pola asuh tunggal.
Single mom cenderung merasa bersalah karena berpikir mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Tanggung jawab mengatur dan memenuhi aspek finansial yang sebelumnya mungkin dipegang oleh mantan pasangan menjadi hal yang cukup menantang dan mungkin butuh waktu untuk beradaptasi.
Solusi: Selain mencari bantuan profesional untuk membantu mengatur keuangan Anda, Moms mencoba untuk lebih berhemat, gunakan template anggaran bulanan untuk melacak pengeluaran, dan pastikan Anda memiliki simpanan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Setelah mengalami perceraian, seseorang biasanya merasakan berbagai emosi yang intens. Membiasakan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dulu dilakukan saat masih menikah bisa menjadi tantangan tersendiri bagi para single mom.
Saat melewati hari-hari pasca bercerai, rasanya mungkin kebahagian terlalu sulit untuk digapai. Bahkan, sebagian ibu mungkin berpikir untuk move on dan meraih masa depan yang cerah rasanya mustahil. Meski demikian, kehidupan yang lebih bahagia pasca berpisah menjadi hal yang sangat mungkin untuk diwujudkan. Berikut ini beberapa tips bagi single mom untuk move on dari perceraian, bangkit, dan belajar untuk kembali menjadi bahagia.
Terima emosi Anda dan lepaskan perasaan itu. Pasalnya, sebuah penelitian yang diterbitkan di Avicenna Journal of Neuro Psycho Physiology tahun 2019 menunjukkan bahwa menerima emosi setelah perceraian bisa membantu Anda bergerak maju secara positif dan mengurangi emosi negatif di kemudian hari.
Tak ada salahnya untuk membagikan atau membicarakan apa yang terjadi di dalam pernikahan Anda. Berinteraksi dan berteman dengan orang-orang yang dapat terhubung dan memahami betapa sulitnya kondisi Anda pasca bercerai setidaknya membuat Anda merasa tidak terisolasi. Bicaralah dengan seorang terapis, berkumpul dengan kelompok atau komunitas single mom, atau cari teman yang suportif yang akan membantu Anda mengatasi pikiran dan perasaan yang mungkin membuat Anda cemas.
Sebelum mencintai orang lain, Moms perlu mencintai diri Anda sendiri. Mencintai diri sendiri bisa berarti banyak hal, salah satunya dengan memenuhi kebutuhan fisik dan emosional Anda. Jadi mulailah untuk berolahraga secara teratur, makan makanan bergizi, cukup tidur, mengelilingi diri dengan support system yang positif, dan jalani hobi.
Saat memasuki fase baru dalam hidup tanpa pasangan, Moms bisa memulai kembali mewujudkan tujuan pribadi Anda. Anda bisa mempertimbangkan untuk terjun ke jalur karir yang lebih serius, meningkatkan keterampilan Anda atau mengikuti lebih banyak pelatihan, bahkan mencari pekerjaan yang memungkinkan Anda lebih fleksibel.
Mencari informasi atau keadaan mantan pasangan kini dapat dengan mudah dilakukan lewat media sosial. Namun faktanya, perilaku ini seringkali malah menghambat penyembuhan dan menyebabkan tingkat kemarahan, kesedihan, dan kedukaan yang lebih tinggi. Lebih baik Anda menghindari melakukan hal ini Moms, karena terobsesi dengan mantan di media sosial adalah bentuk merugikan diri sendiri.
Perceraian juga memberikan dampak pada anak-anak. Bagaimana Anda berbicara dengan anak-anak Anda tentang perceraian akan berdampak besar. Maka penting bagi Anda dan juga mantan pasangan untuk melindungi, memvalidasi, dan menghormati perasaan mereka.
Jangan pernah menjelek-jelekkan mantan pasangan Anda. Bahkan jika Si Kecil mulai mengkritik perilakunya, Moms tak perlu ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Biarkan mereka berbicara kepada Anda secara terus terang dan pastikan Anda mendengarkan mereka tanpa menghakimi.
Setelah mengalami kegagalan pernikahan, mungkin Anda merasa tidak akan pernah beruntung lagi soal cinta. Namun jodoh siapa yang tahu! Ingatlah tidak ada waktu yang sempurna untuk kapan Anda siap berkencan lagi. Ikuti intuisi dan fokus pada apa yang terbaik untuk Anda.
Mencintai, sabar, dan memaafkan diri sendiri pasca mengalami kegagalan merupakan wujud dari bersikap baik pada diri sendiri. Para single mom tetap harus bangkit di masa-masa tersulit mereka. Maka biasakan untuk memberikan afirmasi positif untuk diri sendiri, bermeditasi dan berdoa, menjauhkan diri dari lingkungan toxic, melakukan perawatan diri, dan mencari lebih banyak dukungan yang Anda butuhkan untuk melanjutkan kehidupan yang baru.
Menjadi ibu tunggal pastinya enggak gampang ya, Moms. Banyak hal yang harus Moms lakukan seorang diri, seperti merawat anak, mengambil keputusan, dan yang paling melelahkan mungkin melawan stigma orang lain akan single mom. Semua ini mungkin membuat Moms sedih, marah, takut, dan berbagai emosi negatif lainnya.
Stres? Jangan biarkan itu semua membuat Anda merasa terpuruk, ya. You deserve to be happy! Ada banyak cara untuk menjadi ibu tunggal yang tangguh dan happy. Mau tahu? Let’s read on, Moms.
Banyak yang harus diurus, namun tidak semuanya harus diutamakan. Sebagai single fighter, penting banget untuk membuat urutan prioritas. Buatlah dari yang terpenting hingga yang paling mudah untuk dibuat keputusannya. Setelah itu, ingatlah untuk selalu berpegang teguh pada daftar prioritas Anda ya, Moms!
Tidak ada pasangan yang memotivasi? Enggak masalah, karena target pribadi harus bisa menjadi motivasi Anda sendiri. Agar tidak keteteran, pastikan target yang Anda buat realistis ya, Moms, enggak perlu mulukmuluk. Fokuslah untuk membidik target-target tersebut. Boleh juga memisah target berdasarkan jangka panjang dan pendek. Target ini bagaikan ‘bensin’ yang terus membuat hidup Anda bergulir menuju destinasi impian. Keep going, Moms!
Tumbuh tanpa ayah atau dengan kondisi orang tua yang sudah berpisah, anak tetap punya ‘tangki cinta’ yang perlu Moms penuhi, lho. Agar anak tidak kekurangan cinta orang tua, pastikan Moms rutin meluangkan waktu berduaan dengan anak. Enggak perlu pergi berdua ke restoran mewah, kok. Quality time berdua di kamar tidur juga bisa, asalkan momennya berkualitas dan bisa bicara deep talk dari hati ke hati. Jika anak Anda lebih dari satu, sebaiknya selain quality time bersama-sama, tetap berikan juga waktu berduaan dengan masing-masing anak, ya.
Berusaha menjadi ibu yang baik, bukan berarti tidak boleh minta bantuan lho, Moms. Ketika Anda sudah mulai keteteran, jangan ragu meminta bantuan orang lain atau support system Anda. Jika bantuan orang lain sedang tidak memungkinkan, cobalah untuk meminta bantuan profesional, seperti baby sitter, guru privat, atau ART infal untuk merapikan rumah. Ya, tidak semuanya harus Anda selesaikan dengan tangan Anda sendiri, Moms.
“Apa kata tetangga??” Pikiran ini mungkin sering menjadi ‘polusi otak’ yang bikin single moms sulit bergerak. Moms terlalu sibuk menepis stigma single moms, terutama jika diawali dengan perceraian. Sudah repot mengurus keluarga, masih harus repot memikirkan pendapat orang lain? Jangan sampai ini mengacaukan pikiran Anda ya, Moms. Lakukanlah hal yang menurut Anda terbaik untuk Anda dan anak-anak. Yakinlah dengan aturan yang sudah Anda terapkan, dan jangan takut dibilang ‘nyeleneh’ karena membesarkan anak seorang diri. Terus semangat dan terus percaya diri ya, Moms! Aura positif Anda bisa menular ke anak-anak dan orang sekitar, lho. Keep inspiring!
Menjadi orang tua tentu penuh dengan trial and error, jadi wajar jika pernah membuat keputusan yang kurang tepat. Langsung merasa bersalah dan terpuruk? Jangan dong, Moms! Menjadi ibu harus fleksibel, jika ada aturan yang kurang ampuh atau perlu diperbaiki, just do it. Jangan karena semua ibu menerapkan satu aturan, lalu Anda harus menerapkannya juga.
M&B mengerti, Moms pasti punya peraturan sendiri yang wajib ditegakkan, namun ketika dihadapi dengan momen tertentu, sepertinya sesekali menjadi fleksibel tidak ada salahnya, kok. Misalnya, Moms menerapkan aturan wajib makan di meja makan. Namun, ketika anak sakit dan rewel, pekerjaan Moms sedang deadline, dan tidak ada keluarga yang bisa membantu, mungkin sesekali makan di tempat tidur akan lebih baik daripada Moms stres dan mood hancur seharian. The choice is in your hand, Moms.
Anak memang prioritas, tapi bukan berarti Anda jadi tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Jujurly, prioritas nomor 1 adalah diri Anda sendiri, dari kekuatan Anda semua berjalan sesuai rencana. Jadi, pastikan Anda punya waktu untuk membahagiakan diri sendiri. Jangan lupa metime, lakukan apapun yang membuat Anda bahagia dan terus semangat menjalani kehidupan multiperan.
Single mom bukan aib! Tidak perlu mengisolasi diri dan malu untuk berbaur dengan Moms lain. Beraktivitas sosial bisa membantu Anda lebih percaya diri. Dengan mengenal Moms lain, Anda bisa curhat soal anak dan mencoba parenting tips yang mungkin cocok diterapkan di keluarga Anda. Jangan menutup diri untuk aktif bersosial ya, Moms, karena ini baik untuk menjaga kesehatan mental Anda, lho.
Entah di lingkungan rumah, kantor, sekolah anak, atau bahkan di keluarga sendiri, memang terkadang ada saja orang yang toxic! Hobinya mencari kesalahan, menyindir kekurangan, atau bahkan bergosip di belakang Anda.
Pernah ada di lingkungan toxic? Lebih baik jaga kesehatan mental Anda dengan menghindari lingkungan seperti itu, Moms. Daripada baper dan stres sendiri, lebih baik jauhi saja sumber kepenatan ‘beracun’ itu. Masih banyak orang lain yang tulus menghargai Anda, because you are worth it!
Membesarkan Si Kecil seorang diri? Pasti penuh tantangan ya, Moms. Selain harus menjadi ibu yang selalu hadir mengasihi anak, single mom juga perlu menjadi sosok ayah yang seru, siaga, dan siap banting tulang memenuhi kebutuhan keluarga.
Walau sendiri, menjadi single mom bukan halangan untuk bisa mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Untuk itu, butuh banyak trial and error agar pola asuh yang diterapkan menjadi yang paling tepat untuk keluarga Anda. Ingat, beda keluarga, beda juga formula pola asuhnya, lho. Jadi tak perlu membanding-bandingkan hasil pola asuh dengan keluarga lain, because there is no one-size-fit-all in parenthood!
Nah, untuk mempermudah para single mom mendukung tumbuh kembang Si Kecil, beberapa parenting tips berikut ini bisa dicoba nih, Moms.
Tujuannya bukan untuk mengekang anak, tetapi untuk mengajarkan mana salah dan benar. Perilaku anak perlu dibentuk sejak dini agar menjadi blueprint yang terbawa hingga ia dewasa kelak. Contoh aturan yang perlu diterapkan misalnya dilarang memukul, berkata jujur, dan selalu menghargai orang lain.
Seiring bertambahnya usia anak, aturan dan batasan mungkin bertambah dan berubah menjadi lebih relevan dengan kehidupan anak di usianya. Apapun aturan yang Anda terapkan di rumah, pastikan anak sudah diajak berdiskusi dan mengerti kenapa aturan tersebut perlu dituruti ya, Moms.
Bukan berarti selalu hadir 24 jam secara fisik, melainkan lebih ke selalu hadir secara mental. Anak perlu tahu kalau Moms bisa diandalkan, memberi dukungan emosional, dan akan selalu memvalidasi perasaan anak. Dalam hal selalu hadir, single mom mungkin perlu menjadi sumber kenyamanan anak, sekaligus sumber kekuatan seperti yang umumnya didapat dari ayah.
Kehadiran Anda (baik fisik maupun mental), akan memberi sinyal pada anak kalau ia tidak sendiri dan selalu didukung. Ini berkaitan dengan pemenuhan ‘tangki cinta’ yang diperlukan anak sebagai bahan bakar tumbuh kembangnya lho, Moms. Anak yang tumbuh dipenuhi cinta dan dukungan, akan tampil lebih optimal juga ketika dewasa kelak.
Tidak mudah untuk mengawasi anak seorang diri. Untuk itu, terapkan sikap saling terbuka dan saling jujur. Biasakan untuk saling cerita dan mengenal emosi yang dirasakan, entah itu sedih, bingung, atau marah. Kebiasaan untuk tidak menutupi atau mengurangi cerita adalah modal yang baik untuk meningkatkan bonding ibu-anak. Dari sikap tersebut muncul sikap saling percaya, saling dukung, dan tentunya saling menghargai keputusan satu sama lain.
Ada single mom yang takut bilang “tidak” ke anaknya karena merasa bersalah Si Kecil hidup tanpa ayah. Ada juga yang takut bilang “tidak” karena ingin menyenangkan anak. Wah, kebiasaan serba boleh ini bisa membuat anak merasa dimanja dan selalu dituruti kemauannya, dan konsep mengenal batasan pun menjadi samar.
Berani bilang “tidak” juga berlaku pada berbagai aktivitas Anda. Demi mendapat gelar supermom, Anda tidak perlu mengiyakan semua undangan ulang tahun atau menjadi volunter di kegiatan sekolah. Jalankan aktivitas sesuai kemampuan, karena pada akhirnya semua ibu adalah supermom di mata anak-anaknya.
Single mom atau bukan, komunikasi dengan anak harus lancar. Jangan sampai hambatan komunikasi membuat anak merasa tidak dimengerti dan tidak dihargai ya, Moms. Untuk itu, cobalah rutin melakukan deep talk sejak dini. Dengarkan pendapat anak dengan penuh perhatian (ya, jangan sambil main smartphone), buatlah eye contact saat berbicara, hindari ucapan negatif, dan yang terpenting: validasi perasaan Si Kecil. Pastikan juga Moms tidak menyepelekan masalah anak dan tidak memaksakan saran, ya.
Akan lebih baik jika Moms tidak langsung memberikan solusi, melainkan lebih mengajak anak berpikir kritis dalam mencari solusinya sendiri. Inilah inti penting dari komunikasi yang baik dengan anak, agar Moms lebih mudah mempersiapkan Si Kecil menjadi individu mandiri yang berkualitas.
Menjadi ibu tidak ada sekolahnya, jadi semua harus dipelajari dari pengalaman demi pengalaman. Jangan takut membuat kesalahan, karena dari situ Anda belajar menjadi sosok ibu yang lebih baik lagi. Tidak perlu juga berusaha keras menjadi supermom yang melakukan semuanya sendiri. Ketika Anda lelah, validasi perasaan itu dan berdamailah dengan keadaan.
Don’t force yourself too hard. Nikmati prosesnya, jangan ragu bilang ke Si Kecil kalau Anda sedang lelah. Anak juga perlu belajar cara menghadapi keadaan ketika sedang kewalahan. Sikap Anda merupakan contoh nyata untuk anak lho, Moms. Stop trying to be a supermom, let’s just be real and do your best.
Bagi anak-anak yang orang tuanya sudah tidak bersama lagi, tetap mendapatkan kasih sayang dan kenyamanan dari kedua orang tua adalah hak setiap anak, lho. Jika memungkinkan, turunkan ego Anda dan cobalah untuk menerapkan co-parenting, suatu kerja sama dalam mengasuh anak dan mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
Walau status sudah berpisah, namun gelar Mama dan Papa dari Si Kecil akan selamanya melekat. Cobalah untuk berkoordinasi dalam memberikan yang terbaik bagi Si Kecil, sehingga ‘tangki cinta’ anak tetap penuh dan masa depannya terjamin. Walau tak mudah, namun coba berikan yang terbaik untuk Si Kecil yuk, Moms & Dads! M&B
Perpisahan dengan sang suami menyisahkan luka pada diri Annisa Nadzirani Thaib, 32, atau dikenal dengan Chacha Thaib. Perjalanan untuk bangkit dari kegagalannya berumah tangga tidak sebentar, pun dengan perjuangannya untuk menghadapi dan menghapus stigma negatif dari seorang janda.
Tanggung jawab sebagai ibu tunggal serta tulang punggung keluarga menjadi hal yang membuatnya kuat dan semangat untuk menghadapi lembaran baru dalam hidupnya. Seperti apa cerita ibu dari Alana Binar Putri Nugraha, 8, ini bangkit dari perceraian dan menghapus citra buruk seorang janda? Apa saja tantangan yang ia hadapi sebagai ibu tunggal? Serta bagaimana kiat sukses dan bahagia menjalani peran sebagai ibu tunggal? Simak wawancara eksklusif M&B bersama wanita yang berprofesi sebagai influencer, penulis, dan pebisnis ini selengkapnya.
Saat memutuskan untuk berpisah, mindset aku adalah “Kalau ibunya bahagia, anaknya juga pasti bahagia”. Ketika itu aku dan mantan suami menjalani long distance marriage, di mana setelah dijalani aku merasa tidak bisa membesarkan anak dengan baik dengan kondisi kami tersebut. Aku juga tidak mau mengurus anak dengan hati yang berat akan hal ini dan itu. Keputusan untuk mementingkan kebahagiaanku sendiri saat itu mungkin menjadi alasan egois dari perceraian kami. Tapi setelah dilewati, juga dari hal yang aku baca dan pelajari, itu merupakan keputusan yang terbaik yang aku buat.
Saat resmi berpisah, posisinya saat itu aku baru diminta untuk berhenti bekerja, pekerjaanku sebagai influencer dibatasi, jadi aku keluar dari apartemen tempat aku dan mantan suami tinggal dengan tangan kosong, hanya membawa barang-barangku dan Binar. Menyadari tanggung jawabku sebagai ibu juga tulang punggung keluarga, saat itu yang terpikir hanya bagaimana agar aku bisa kerja. Jadi rasanya aku tidak punya waktu untuk bersedih saat itu.
“Saat kita sudah berhasil untuk tenang dan menghadapi situasi yang tidak enak dengan cara tidak meledak-ledak, menurutku kita sudah berada di fase yang membahagiakan.”
Meski menyibukkan diri dengan bekerja, enggak dipungkiri ketidaknyamanan dalam diri aku rasakan pasca bercerai. Tidurku enggak pernah nyenyak, aku enggak bisa berinteraksi dengan orang, setiap ngobrol aku tremor, tibatiba mengalami panic attack, dan hal lainnya, yang pastinya ini menjadi distraksi untuk pekerjaanku. Tapi ini semua kan, memang harus diatasi. Kira-kira aku baru bisa menata hati dan menggali perasaanku dengan mengikuti kelas self healing setelah hampir satu tahun berpisah.
Sambil melakukan hal tadi, hal lainnya yang menguatkanku menghadapi hari-hari pasca bercerai adalah dukungan dari orang tua. Mereka memintaku untuk terus sabar dan perbanyak solat. Jadi memang dua hal ini juga yang menjadi cara untuk menenangkan diri saat itu, selain terus bekerja.
Banyak sih tantangannya, salah satunya mungkin menanggapi omongan orang tentang keputusanku bercerai. Salah satu follower di akun sosial mediaku ada yang bilang “Kenapa sih baru ngalamin problem dikit aja, kok cerai, nanti kalau lima tahun menikah, ada problem lagi, cerai lagi?!”, komentar ini seolah-olah menggambarkan aku yang paling salah dalam perceraian ini.
Lalu, soal menghadapi stigma negatif sebagai janda. Sebanyak apapun prestasi yang kita punya pada akhirnya ada aja yang bilang “Iya (berprestasi), tapi kan dia janda ya, kasian enggak ada suaminya”, seperti itu. Anggapan lainnya tentang sosok janda itu biasanya cewek gatel, selalu kesepian, kalau dideketin sama lawan jenis pasti gampang. Padahal kan, tidak seperti itu kondisinya.
Society-nya memang jahat banget ke kaum janda. Tapi menghadapi itu semua sih, kembali lagi dengan bagaimana kita meresponnya aja. Karena kenyataanya toh aku anteng-anteng aja, tidak seperti apa yang dianggap orang-orang di luar sana.
Soal pengasuhan, aku lebih memposisikan Binar sebagai temanku. Cara aku bercerita, menyampaikan sesuatu, pendekatan ke Binar itu seperti aku nge-treat sahabat. Untuk komunikasi juga aku usahakan untuk selalu terbuka, jadi aku harap dia tidak pernah memendam sesuatu. Saat ia punya masalah atau perasaan apapun, dia tidak memendam itu semua sendirian, jadi kita sama-sama tahu.
“Hidup itu kan memang harus dijalani. Kalau enggak kuat tinggal nangis, tapi setelahnya bangkit dan jalanin lagi.”
Sejujurnya sudah banyak hal atau petuah hidup yang aku tuliskan dalam buku diary untuk Binar. Garis besarnya, aku ingin menanamkan pada Binar untuk selalu mengutamakan dirinya sendiri terlebih dahulu dibanding pasangan. Kalau cari pasangan, aku mau dia tidak usah melihat ibu dan ayahnya, atau pasangan lain. Cari yang nyaman untuk dia. Jangan mau merugikan diri sendiri untuk membahagiakan orang lain, yang belum tentu melakukan hal yang sama pada kita.
Jangan lupa bicara yang baik-baik pada diri sendiri dan orang lain, karena hal ini efeknya besar sekali. Terkadang aku merasa kita suka jahat dengan diri kita sendiri karena omongan dan pikiran kita sendiri itu juga. Semuanya kan bersumber dari pikiran, makannya mikirnya dan bicaranya harus yang baik-baik dan positif aja. Aku juga berharap Binar pintar dalam mengambil keputusan, selalu mengawali langkahnya dengan Bismillah dan doa.
Buku ini aku tulis tiga tahun setelah berpisah, di mana saat itu aku merasa menjadi sosok Chacha yang tidak se-happy go lucky seperti sebelum menikah. Aku takut untuk duduk sama orang lain, enggak berani ini dan itu, kalau disakitin tuh dibawa perasaan banget, bener-bener fragile. Aku tahu kondisinya saat itu aku sedang terluka. Tapi sebenarnya bukan berarti kita bisa menganggap semua orang yang mendekati kita akan menyakiti kita. Semuanya tergantung bagaimana penerimaan kita saja.
Dari luka yang pernah aku rasakan, aku tuangkan dalam kata-kata atau dijadikan puisi dalam buku “Seni Melipat Luka” ini. Lewat buku ini aku ingin menginspirasi dan menyemangati orang-orang yang mungkin melalui hal yang sama dengan aku. Aku ingin luka yang aku rasakan kemarin dilihat sebagai kekuatan untuk orang lain. Misalnya sebagai janda, aku punya luka dan beban yang berat banget, tapi dari keterpurukan itu, aku ingin orang-orang terinspirasi untuk tetap survive, bergerak, enggak terpuruk, dan enggak menjadikan kesedihan sebagai alasan untuk tidak melanjutkan hidup. Jadi aku ingin menyentuh para pembaca dengan cara seperti itu.
“Stigma seorang janda selalu negatif. Tapi semua itu kembali lagi pada bagaimana kita meresponnya. Nyatanya aku baik-baik saja, tidak seperti apa yang dianggap orang-orang di luar sana.”
Aku sebenarnya enggak tahu acuan kesuksesan dan kebahagiaan itu seperti apa. Tapi saat kita sudah berhasil untuk tenang dan menghadapi situasi yang tidak enak dengan cara tidak meledak-ledak, menurutku kita sudah berada di fase yang membahagiakan.
Untuk bisa kuat dan sukses sebagai single mom, kalau jawaban bercandanya “Ya inget aja kita masih miskin, inget aja bayaran sekolah anak itu enggak bisa dibayar pake peluk”. Jadi memang kesuksesan dan kebahagian itu harus diusahakan. Caranya bagaimana? Kalau aku selalu minta doa orang tua, sekecil apapun hal yang sedang aku kerjakan, at least kita melangkah juga jadi ringan. Jangan gegabah, kalau ada rejeki untuk diri sendiri pastiin dulu pos-posnya untuk anak udah benar apa belum. Lalu banyak-banyak nabung dan buka networking seluas-luasnya.
Kalau ingin bahagia, ya stop comparing! Jangan bandingin hidup kita sama orang lain, apalagi sama yang sudah punya pasangan, atau bahkan sama janda-janda lain. Kalau mau membandingkan itu dengan versi kita yang kemarin. Jangan lupa juga untuk menyayangi diri sendiri, jangan jahat sama diri sendiri, harus berkata yang baik-baik. Sekecil apapun perubahan kita, pasti selalu ada progresnya dibanding kemarin.
Berusahalah untuk gigih. Kalau gagal ya bangun lagi, lakukan hal ini sampai kamu enggak pernah gagal lagi. Pokoknya hidup itu kan memang harus dijalani. Kalau enggak kuat tinggal nangis, tapi setelahnya bangkit dan jalanin lagi.
8.5 lah, hahaha. Karena sejujurnya masih akan ada momen di mana aku akan nangis, merasa gagal, atau kurang saat menjalani peran sebagai single mom. Tapi karena sejauh ini sepertinya aku tidak pernah menyerah, jadi aku merasa kuat. Kalau aku enggak kuat, aku enggak mungkin ada di posisi atau keadaan ini sekarang.
Menjadi single mom setelah menjalankan 13 tahun pernikahan, Jenahara Nasution, 37, Creative Director dari fashion brand JENAHARA, mengaku bosan berhadapan dengan stigma single mom yang dicap jelek. Menurutnya, stigma itu tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti tidak bisa dijalani. Kalimat “Biarkan saja, enggak usah memikirkan pendapat orang lain,” menjadi mantra Jehan dalam melawan stigma tersebut.
Kini, Jehan pun hidup bahagia dengan 3 orang anak yang sudah beranjak remaja. Seperti apa pola asuh Jehan dalam mengurus anak? Dan bagaimana cara Jehan menjadi single mom yang tangguh dan bahagia? Yuk, simak obrolan M&B dengan Jehan!
Kegiatan utama pastinya mengurus tiga anak yang sudah gede-gede, umurnya sudah 14, 11, dan 8 tahun. Mereka sudah besar, sudah enggak sedikit-sedikit minta tolong Mama. Selain itu aku juga masih fokus di dunia fashion dengan brand-ku: Jenahara.
Alhamdulillah di Jenahara ada cukup banyak yang sedang dikerjakan. Ada kolaborasi dengan brand lain, terus sekarang sudah joint venture juga dengan salah satu perusahaan besar di Indonesia, jadi secara timeline memang lebih padat. Saat ini juga sedang banyak project dengan pemerintah. Kurang lebih itu saja kesibukanku, masih seputaran anak dan fashion.
Aku punya tiga anak yang jarak usianya cukup berjauhan. Anak pertamaku, Rosemary Malika Zuri, 14 tahun. Dia sudah remaja, tahun depan masuk SMA, sudah mulai punya dunia sendiri. Anak kedua Oliver Mahkah Putra, 11, sudah masuk usia preteen atau praremaja. Terus yang ketiga masih usia SD, Chia Mahala Tavi, 8.
Untuk urusan quality time, aku selalu pilih kegiatan yang bisa dilakukan berempat. Ada kalanya salah satu harus mengalah, sih. Misalnya kali ini kakaknya mengalah, mengikuti aktivitas yang adik mau, dan bergantian begitu seterusnya. Akhirnya mereka bertiga belajar untuk saling menghargai. Makanya aku tuh selalu punya momen seperti
liburan berempat, yang berkualitas banget dan bikin kita deket banget. Menurutku momen itu yang bikin anak-anakku enggak keberatan dengan kesibukanku, karena ketika tiba waktunya quality time, kegiatan kita tuh bener-bener berkualitas.
Contohnya, belum lama ini kami keliling Jawa Tengah. Kali ini aku ajak liburan yang agak petualangan sedikit, seperti hiking dan naik bus. Ternyata mereka senang, lho. Menurutku semua itu tergantung orang tuanya, kalau asik, ya anak ikut asik-asik saja.
Aku berusaha menjadi ibu yang, ketika aku masih anak-anak, aku dambakan. Aku mau jadi ibu yang bisa kaya teman, yang enggak menghakimi cerita anak, sehingga anak-anak tuh enggak takut buat cerita banyak hal ke aku.
Aku juga selalu mengingatkan anak-anak kalau ibunya enggak sempurna. Ada momen aku merasa down dan butuh waktu sendiri. Aku menghargai anak-anakku karena mereka bisa mengerti ibunya adalah seorang single fighter, and sometimes I need my time to be alone. Setelah belajar self care dan mencintai diri sendiri, ketika kembali ke anak-anak tuh, aku jadi lebih menghargai waktu yang kita punya. Aku yakin anak-anak juga merasa mamanya lebih ‘hadir’ untuk mereka.
“Single mom masih sering dicap jelek oleh masyarakat. Stigma itu tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti tidak bisa dijalani.”
Pola didik orang tua zaman dulu yang kaku, sepertinya enggak relevan lagi untuk diterapkan ke caraku mendidik anak-anakku, karena zaman sudah berubah. Anak sekarang lebih banyak bergaul, lebih terpapar sosmed, lebih banyak exposure dari luar, sehingga pola didik konvensional sepertinya terlalu sulit untuk diadaptasi ke caraku mendidik anak.
Akhirnya, aku belajar bahwa penting sekali menjadikan anak sebagai teman. Menurutku itu paling relevan dilakukan saat ini, karena generasi kita dan anak kan sudah beda banget, ya. Dengan menjadi teman, aku merasa jadi dekat dengan anak. Aku juga jadi tahu pola pikir mereka, aku bahkan bisa belajar dari pola pikir mereka, dan aku harus menjadi orang tua seperti apa untuk ketiga anakku.
Sekarang kehadiranku di mata anak-anak bukan cuma sebagai ibu, tapi juga sebagai ayah. Itu yang perlu disampaikan ke anak-anak agar mereka memahami kalau ibu mereka ini bekerja lebih keras dibanding ibu temantemannya.
Aku sekarang mengajarkan anak-anak untuk lebih realistis saja. “Life is not a fairytale. Keluarga kita mungkin tidak ideal seperti kebanyakan keluarga lainnya, tetapi bukan berarti kita enggak bisa bahagia,” aku bilang begitu ke anak-anak. Jadi, kurang lebih seperti itu gaya parenting aku, lebih realistis dan apa adanya.
Ada lagi ajaran yang selalu aku tanamkan ke anak-anak, yaitu how to become resilience (ulet, tabah, tangguh). Jadi hidup dengan anak-anak tuh, jangan selalu dikasih yang enak terus, karena realitanya hidup punya banyak warna, enggak enak terus. Menurutku tugas orang tua adalah mempersiapkan anak untuk menjalankan hidup sendiri ketika kita sudah tidak ada nanti. Apapun nilai baik yang kita ajarkan, bisa menjadi bekal baik untuk mereka kelak.
Stigma di Indonesia belum berubah, aku rasa karena budaya indonesia masih menganut patriarki, ya. Laki-laki dianggap seorang leader, sehingga kalau terjadi perceraian, seringnya perempuan yang disalahkan. Kalau istrinya pintar cari uang, ketika terjadi perceraian, perempuan itu dicap banyak mau, mementingkan karier, dan lain sebagainya. Padahal banyak motif penyebab perceraian, enggak selalu salah istri.
Single mom masih sering dicap jelek oleh masyarakat. Stigma itu tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti tidak bisa dijalani. Saranku, jangan terlalu memikirkan yang orang lain pikirkan, yang menjalani hidup kita kan kita sendiri, orang lain enggak membayarkan hidup kita juga, jadi opini mereka ya enggak usah dianggap.
“It’s not our partner’s job to complete ourselves. Yang bertanggung jawab menyempurnakan diri kita, ya diri kita sendiri, bukan orang lain.”
Tantangan awal yang membuat perpisahan terasa berat banget itu karena kita terlalu memikirkan yang orang lain pikirkan. Kita takut dihakimi pendapat orang, takut ditanya berbagai hal. Awal perpisahan juga aku cenderung overthinking dan meragukan kemampuan diri sendiri. Kadang ada pikiran “Biasanya malam-malam pillow talk, ngobrol tentang seharian ngapain aja. Tiba-tiba sekarang kaya bingung ngobrol sama siapa, ya?” semacam itu.
Nah, kecemasan seperti itu yang membuat takut, padahal ternyata lama kelamaan setelah belajar untuk pelan-pelan belajar menerima keadaan, ternyata semakin mudah menjalaninya. Perlu waktu untuk adaptasi, tapi lama-lama semakin mudah, kok.
Setelah 4 tahun menjadi single mom, I’m actually quite happy with my life right now. Terserah saja orang mau ngomong apa, yang penting aku dan anak-anak happy. Saat ini aku single, tapi tetap bisa menjalankan peranku sebagai seorang ibu, sebagai seorang creative director di perusahaanku sendiri, dan yang paling penting bisa menjadi diri sendiri. Dulu, aku merasa sulit jadi diri sendiri, karena aku menggantungkan kebahagiaanku pada pasangan. Sedangkan seharusnya kebahagiaan kita itu tanggung jawab diri kita sendiri. Aku merasa sangat bersyukur dengan apapun keadaanku sekarang.
“Ketika seorang istri bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, it’s her choice, not her responsibility.”
Jangan mudah menyerah, aku percaya bahwa ketika menjadi single parent, itu karena Tuhan tahu kapasitas kita, yakin kita mampu. Menjadi single parent tidak mudah, bahkan bisa dibilang hal yang sulit karena harus menjalankan multiperan. Ketika kita ditakdirkan jadi single parent, entah bagaimana kita tiba-tiba punya kekuatan untuk menghadapi apapun masalah yang ada. Jadi, jangan mudah menyerah, jangan menyalahkan diri ketika ada hal yang berjalan di luar rencana kita. Percayalah segala hal yang kita rasakan, it’s only a moment. Kita enggak akan merasa sedih atau bahagia terus, semua perasaan itu hanya sesaat, kok. So, just enjoy the ride, Moms! M&B