Menjajal dunia modeling saat masih remaja ternyata tak hanya menjadi titik awal karier Mona Ratuliu & Meisya Siregar, tetapi juga menjadi titik awal persahabatan mereka. Seperti yang Moms ketahui, Mona & Meisya mengawali karier mereka saat sama-sama terjun ke dunia entertainment di tahun 1990an. Meisya Siregar terpilih menjadi juara 3 Gadis Sampul tahun 1993, dan nama Mona Ratuliu melejit lewat sinetron Lupus Milenia sebagai pemeran Poppy.
Long story short, persahabatan Mona & Meisya terus langgeng sampai sekarang, lho. Mona yang telah menjadi ibu 4+1 anak dan Meisya yang merupakan ibu 3 anak ini saling support dalam segala hal. Apa sih, rahasia Mona & Meisya dalam menjaga “persahabatan rasa keluarga” dari remaja sampai sekarang? Simak wawancara M&B dengan Mona dan Meisya yuk, Moms!
Mona: Masih sama seperti dulu, tapi sejak pandemi pekerjaannya jadi lebih banyak yang dikerjakan di rumah. Selain itu, tentu saja pekerjaan utama saya sedang fokus merawat 2 bayi di rumah (Numa dan Balint), haha. Dulu saya lumayan aktif menulis soal parenting, kalau sekarang menulisnya lebih banyak realita.
Meisya: Di bulan Ramadan ini sedang banyak kegiatan untuk mengisi TV dan Instagram, sesekali ada webinar, ada acara kajian-kajian Ramadan, dan lain-lain.
Mona: Selaras! Karena keluarga itu isinya kan banyak ya, tetapi karakternya beda-beda. Suami dan istri saja yang sama-sama orang dewasa, perlu usaha untuk bisa selaras, bagaimana dengan anak-anak. Apalagi keluarga saya ada anak yang menuju dewasa, ada yang ABG (anak baru gede), pre-teen, balita, ada yang bayi, itu menyelaraskannya enggak gampang. Jadi menurut saya kalau keluarga sudah bisa selaras itu sudah pasti happy, karena pasti nyaman.
Meisya: Menurut saya semua personil keluarga baru bisa dikatakan bahagia ketika mereka nyaman satu sama lain. Jadi kebahagiaan yang hakiki itu ketika kita bisa pulang ke rumah dengan diterima sepenuhnya dalam keadaan apapun. Kita lagi sedih atau happy, tetap diterima secara utuh. Itu level tertinggi dari happy family menurut saya.
Mona: Di setiap keluarga pasti ada masalah, saya dan Indra (suami Mona) pun enggak mau menutup-nutupi masalah di depan anak-anak. Maksudnya agar mereka tahu kalau hidup itu juga ada masalah, lho, hidup itu tidak selamanya mulus. Kami mau mereka mengerti kalau pernikahan orang tuanya juga ada marahannya, mereka tahu itu kalau kami marahan kami akan saling diam sampai kepala dingin dan baikan lagi. Jadi anak melihat dan mencontoh untuk di kemudian hari saat mereka sudah menikah kelak, kalau pernikahan itu pasti ada konfliknya, keluarga tidak selalu kompak dan bahagia, tetapi solusinya bukan berpisah. Pandangan realistis ini yang justru membuat keluarga lebih kompak dan bahagia.
Meisya: Kalau dari luar mungkin dilihatnya bahagia terus, padahal keluarga saya juga ada ups & downs. Masalah, konflik, drama dalam keluarga itu pasti ada, tetapi so far kami selalu bisa mengupayakan untuk menyelesaikannya agar menjadi happy family lagi. Kalau ditanya bagaimana caranya menjaga kekompakan keluarga, ya itu harus diusahakan banget, saya dan Bebi (Bebi Romeo, suami Meisya) selalu menanamkan ke anak-anak bagaimana kita punya keluarga yang solid. Kita harus ada quality time, sering diskusi tukar pikiran, validasi, dan menghargai perasaan setiap anggota keluarga.
Meisya: Jujur, sulit sih untuk memilih quality time bersama yang pasti cocok untuk semua anggota keluarga. Apalagi anak saya usianya cukup berjauhan, Syabila (16), Louisa (11), dan Bambang (5). Caranya ya saya ajarkan ke anak-anak harus ada pengorbanan, misalnya minggu ini jalan-jalan mengikuti maunya Syabila, yang lain diajarkan mengalah, karena minggu depan giliran dia yang menentukan kegiatan. Saya minta mereka bisa cari keseruan di tengah kegiatan yang sebenarnya mereka kurang sukai, apapun caranya asal sekeluarga kumpul. Mereka harus menghargai momen kebersamaan keluarga, saya bisa dibilang galak dan strict banget urusan ini, karena suatu hari mereka sudah hidup sendiri keluar dari rumah, mereka akan kangen momen kebersamaan seperti ini. Alhamdulillah anak-anak pun sudah terbiasa dengan hal ini, jadi ngumpul bareng di ruang TV saja juga sudah bisa jadi quality time tersendiri bagi kami.
Kebahagiaan yang hakiki itu ketika kita bisa pulang ke rumah dengan diterima sepenuhnya dalam keadaan apapun. Kita lagi sedih atau happy, tetap diterima secara utuh. Itu level tertinggi dari happy family menurut saya.
- Meisya Siregar
Mona: Kalau saya prinsipnya kita berharap hidup selamanya bukan hanya sama suami, tetapi juga sama mertua, ipar, dan semua keluarga besar. Prinsip ini yang bisa menekan ego agar bisa selaras terus. Kalau mengikuti ego sedikit masalah saja langsung marah, seumur hidup menjadi keluarga akan enggak nyaman terus. Makanya harus menekan ego agar sekeluarga besar bisa selalu akrab, kompak, dan pastinya happy terus kalau kumpul. Ingat, goals-nya bukan hubungan saat ini saja, tetapi hubungan langgeng seumur hidup.
Meisya: Haha.. Maunya sih bilang “enggak” ya, tetapi jujur keluarga kami pernah memberi perlakuan serba spesial untuk Bambang. Ada masanya saya pernah overreacted, overprotective, pokoknya semua serba berlebih, hingga saya & Bebi sadar kalau kita harus stop mendramatisir keadaan karena semua yang berlebihan justru enggak baik untuk anak itu sendiri, kan. Akhirnya mungkin waktu Bambang umur 2 tahunan gitu kami perlakukan dia dengan normal, karena enggak mau Bambang tumbuh merasa selalu dimaafkan, dispesialkan, dipuja. No more special treatment for Bambang! Haha.
Mona: Saya juga bingung sekarang ada banyak bayi yang hadir di kehidupan saya. Haha. Saya juga dulunya enggak mau tambah anak lagi setelah punya 3 anak, tetapi terus hadir Numa si bayi pandemi. Enggak lama setelah itu, hadir Balint, ini sebenarnya keponakan saya yang saya rawat karena ibunya meninggal dunia akibat COVID-19. Hadirnya bayi-bayi ini justru membuat saya dan keluarga berpikir: “Duh, kalau enggak ada mereka, kita pandemi #dirumahaja ngapain, ya? Bosen banget pasti.” Numa dan Balint tuh bikin suasana rumah makin seru dan meriah, itu sukanya. Kalau dukanya, ya tentu capek ya merawat 2 bayi sekaligus, tetapi support system keluarga dan sahabat bikin semua terasa lebih mudah. Makanya saya bersyukur banget punya keluarga dan sahabat-sahabat yang enggak ada lelahnya mendukung saya.
Mona: Kalau saya dan Meisya mulai berteman sejak zaman sering main sinetron bareng, kalau enggak salah saya masih kuliah. Waktu itu kami main sinetron Cinta Abadi, sekitar tahun 1999 atau 2000, setelah eranya saya shooting Lupus. Selain Meisya, di sinetron itu kita juga main bareng Novita Angie. Nah, sejak shooting bareng itu kita mulai berteman dan terus sahabatan deh sampai sekarang.
Mona: Menurut saya, Meisya adalah teman yang: Seru banget, keras kepala tapi sekaligus terbuka dengan masukan orang, dan teman paling apa adanya yang pernah saya kenal. Enak berteman dengan Meisya, enggak usah menebak-nebak takut beda di depan, beda di belakang, karena Meisya sangat apa adanya. Jadi kalau orang yang salah menafsirkan Meisya, bisa sakit hati dibuatnya, haha.
Meisya: Mona yang aku kenal itu adalah teman yang: Tua, bijaksana, dan slordig (bahasa Belanda: ceroboh). Paling juara slordig itu sih! Haha. Saking slordig-nya Mona, dia pernah ketinggalan koper, lupa bayar dokter kandungan, lupa bawa uang, dan banyak lagi cerita lucu lainnya karena dia slordig banget!
Pernikahan itu pasti ada konfliknya, keluarga tidak selalu kompak dan bahagia, tetapi solusinya bukan berpisah. Pandangan realistis ini yang justru membuat keluarga lebih kompak dan bahagia.
- Mona Ratuliu
Mona: Wah, enggak usah ditanya, namanya sama sahabat, semua hal pasti dicurhatin. Dari urusan paling penting seperti keluarga, keuangan, bisnis, kesehatan, sampai ke urusan paling enggak penting di dunia juga kita bahas.
Meisya: Sama lah jawabannya sama Mona! Haha. Ya, kita curhat soal semuanya, terutama soal anak sih kalau saya karena Mona itu teman pertama yang punya anak di geng kita. Jadi secara pengalaman, Mona tuh soal trial & error di dunia parenting sudah duluan. Nah, jadi kalau bahas soal anak, keluarga, rumah tangga, saya banyak bertanya ke Mona.
Mona: Oh, pasti pernah, dong. Lucunya, malah terkadang mereka ambek-ambekan sendiri tanpa kita tahu, nanti tahu-tahu sudah beres itu masalahnya baru mereka cerita ke kita. Terus anak-anak saya dan sahabat-sahabat saya ini kan seperti punya geng sendiri begitu, ya. Ada geng cewek-cewek remaja, cewek-cewek pre-teen, cowok-cowok, sampai sekarang ada geng bayi-bayi nih.
Saya, Meisya, dan sahabat kami lainnya enggak pernah worry sama persahabatan anak-anak kita, karena yakin orang tuanya tidak ada yang baper (bawa perasaan) gitu kalau anaknya marahan. Kita justru kasih mereka waktu dan ruang untuk belajar berteman sambil meningkatkan kecerdasan mereka menjaga hubungan. Kalau mereka marahan sampai butuh bantuan, kami bantu, tetapi kalau enggak, ya biarkan saja mereka cari solusinya dengan cara mereka sendiri. It works! Malah anak saya waktu kecil pernah mengira mereka itu keluarga, bukan teman. Haha.
Saya dan Bebi selalu menanamkan ke anak-anak bagaimana kita punya keluarga yang solid. Kita harus ada quality time, sering diskusi tukar pikiran, validasi, dan menghargai perasaan setiap anggota keluarga.
- Meisya Siregar
Meisya: Setiap Mona menemukan masalah dalam hidupnya, saya selalu yakin dia bisa melewati itu. Karakternya Mona itu bukan wanita lemah dalam menghadapi masalah. Mona dari dulu sudah bijaksana, dia bisa menguasai situasi apapun. Mona bukan orang yang harus didukung & didorong mati-matian untuk maju dan bangkit saat down. Kalau Mona sedang down itu cuma perlu dibilang “Tenang saja, karena lo pasti bisa lah, Monce!” gitu saja sudah cukup, enggak perlu berlebihan. Kalau ada jalan keluar yang bisa dibantu, saya pasti bantu. Tapi kalau dukungan mental, saya cuma perlu kasih afirmasi positif saja dan Mona selalu bisa bangkit lagi saat down. Itu kerennya Mona!
Mona: Bagi saya, cari sahabat itu susah banget, apalagi yang seperti kita, yang sampai ke suami-suami dan anak-anak kami semua ini ikut sahabatan juga. Jadi untuk persahabatan yang seperti ini saya akan terus perjuangkan supaya tetap langgeng. Persahabatan kami enggak mulus-mulus amat juga, kok, kadang ada salah paham, ada yang bad mood, tetapi kita semua ini sudah dalam tahap persahabatan “bad mood enggak bad mood tetap kumpul” gitu! Haha. Kuncinya ya saling mengerti, saling maklum, dan perjuangkan terus persahabatan ini karena beneran enggak mudah lho cari sahabat. Benar enggak, Moms?
Persahabatan kami enggak mulus-mulus amat juga, kok, kadang ada salah paham, ada yang bad mood, tetapi kita semua ini sudah dalam tahap persahabatan ‘bad mood enggak bad mood tetap kumpul’ gitu!
- Mona Ratuliu
Mona: Tentunya saya mau bilang terima kasih ke Meisya, sahabatku. Terima kasih sudah menjadi sahabat rasa keluarga yang selalu ada di suka dan duka, tempat curhat di mana saya tidak harus berpura-pura. Love you, Mes!
Meisya: Saya mau bilang terima kasih untuk Mona karena sudah menjadi saksi hidup saya. Dari mulai saya masih labil, sampai detik ini sudah setengah tua! Haha. Mona selalu ada di samping saya, menemani saya melewati titik terendah kehidupan dan segala situasi lainnya. Saya sangat bersyukur untuk kehadiran Mona selama ini, yang tidak pernah menuntut lebih. Saya merasa selalu diterima apa adanya, selalu disayang, dipedulikan. Love you, Monce! M&B