Mempersiapkan pendidikan anak, pastinya menjadi hal yang paling menantang bagi para orang tua. Bagaimana tidak, pendidikan anak adalah perjalanan panjang yang turut menentukan masa depan anak. Semua orang tua tentu ingin anaknya mengenyam pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi dari dirinya, itu sebabnya persiapan pendidikan anak harus ditata sebaik mungkin.
Kali ini M&B mengupas tuntas hal-hal penting seputar edukasi Si Kecil. Mulai dari usia tepat untuk anak mulai sekolah, pro-kontra memilih sekolah anak, SD swasta favorit, dan yang tak kalah penting adalah menyiapkan dana pendidikan juga asuransi pendidikan anak. Kami juga melakukan wawancara eksklusif dengan Mita Soedarjo, entrepeneurmom, dan Ankatama Ruyatna, MC & radio announcer, seputar strategi mereka memberikan pendidikan terbaik bagi anak.
Siap merencanakan pendidikan anak sejak dini? Read on, Moms!
Mungkin Moms cukup familiar dengan anggapan semakin cepat anak sekolah maka semakin baik. Ya, seringkali kecerdasan seorang anak dikaitkan dengan usia saat pertama kali ia bersekolah. Namun, apakah anggapan ini benar? Pada usia berapa sebaiknya anak mulai bersekolah? Yuk, simak penjelasannya berikut, Moms.
Meski disebut sekolah, sekolah bayi tak seperti sekolah pada umumnya lho, Moms. Jangan bayangkan sesi belajar-mengajar yang serius, karena sekolah bayi merujuk pada kelas stimulasi yang dibuat sesuai usia dan perkembangan bayi.
Oleh karena itu bentuk sekolah bayi dapat beragam, seperti kelas berenang, kelas musik, maupun kelas fisik yang dirancang untuk menstimulasi sensori maupun motorik Si Kecil. Sekolah bayi juga bisa membantu melatih kemampuan sosialisasi Si Kecil. Berbagai stimulasi ini merupakan dasar perkembangan berbagai kemampuan Si Kecil kelak, mulai dari kemampuan kognitif hingga emosional.
Sesuai dengan sebutannya, Si Kecil bisa mulai bersekolah sejak usianya belum setahun. Namun, setiap yayasan atau penyedia kelas biasanya memberikan batasan umur tertentu. Batasan ini disesuaikan dengan jenis kegiatan dan programnya. Misalnya, KindyROO di Kemang menyediakan kelas sensori dan motorik untuk Si Kecil sejak usia 6 minggu. Sedangkan Rumah Alam Cilandak menyediakan kelas stimulasi dari alam untuk bayi berusia 6 bulan ke atas.
Meskipun begitu, Moms tetap perlu perhatikan kondisi Si Kecil. Jangan paksakan Si Kecil untuk bersekolah jika ia tampak tak nyaman.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, anak berusia 3-6 tahun termasuk sebagai anak usia prasekolah. Kemenkes menyebutnya sebagai fase perkembangan kemampuan berinisiatif. Di usia ini Si Kecil mulai selalu ingin tahu, gemar meniru kegiatan di sekitarnya, tidak peduli pada hasil, serta cenderung egosentrik. Jika hal ini tidak diperhatikan, maka konsekuensinya adalah rasa inisiatif yang kurang berkembang, kesulitan belajar, masalah pergaulan, sikap pasif dan kurangnya kemauan, serta gangguan cemas yang dapat menghantui masa depan Si Kecil.
Lalu, apakah Si Kecil sudah diperbolehkan untuk sekolah? Ya, tentu saja. Mengutip UNICEF, pendidikan prasekolah mampu menyiapkan anak untuk menghadapi masa sekolah, sehingga diharapkan bisa tumbuh menjadi pribadi yang cemerlang di kemudian hari.
Namun sekolah yang tepat untuk tahapan usia ini adalah yang menjadikan bermain sebagai sarana utama belajar. Menurut UNESCO, pendidikan pra sekolah yang baik ditandai dengan adanya interaksi dengan teman sebaya dan pendidik, mulai dikenalkannya konsep alfabet dan matematika, dorongan untuk menjelajahi lingkungan sekitar anak, aktivitas motorik kasar yang didampingi, serta aktivitas yang berdasarkan permainan. Di Indonesia, PAUD adalah lembaga pendidikan usia dini yang bisa dipilih untuk Si Kecil pada periode umur ini.
Selain berpatokan dengan umur, Moms juga perlu perhatikan tandatanda kesiapan sekolah Si Kecil. Tanda-tanda tersebut, antara lain:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) baru saja menetapkan persyaratan usia peserta didik SD diprioritaskan berusia 7 tahun, atau paling rendah 6 tahun per 1 Juli tahun berjalan. Hal ini tentu didasarkan oleh alasan yang kuat.
Melansir Sahabat Keluarga Kemdikbud RI, ada beberapa aspek yang menjadi alasannya, yaitu:
Meskipun begitu, keputusan untuk memasukkan Si Kecil ke SD juga perlu didasari kesiapan sekolah Si Kecil, Moms. Di unggahan akun Instagramnya, Orissa Anggita Rinjani, M.Psi, Psikolog, psikolog pendidikan dan co-founder Rumah Dandelion, menjelaskan beberapa aspek kesiapan sekolah yang perlu dipertimbangkan, yakni:
Orang tua mana yang tidak mendambakan pendidikan terbaik untuk anaknya. Sayangnya, “ambisi” ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, maka sangat penting bagi orang tua untuk menyiapkan dana pendidikan dengan sempurna. Semakin dini dan konsisten dalam menyiapkan dana pendidikan, tentunya akan semakin baik, karena inilah cara terbaik untuk memberikan peluang Si Kecil agar bisa menimba ilmu setinggi-tingginya.M&B mengerti, menyiapkan dana pendidikan tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, menurut Prita Ghozie, Financial Planner, dalam buku MoneySmart Parents Panduan Praktis Perencanaan Keuangan Orang Tua menyebutkan, “Survei membuktikan bahwa rata-rata kenaikan biaya pendidikan di Indonesia mencapai angka fantastis, 15% per tahun!”
Untuk itu, ingatlah kalau menyiapkan dana pendidikan merupakan investasi yang dapat membantu anak bersekolah sesuai kebutuhan dan keinginan. Belum menguasai strategi tepat menyiapkan dana pendidikan? Worry not! Simak tips lengkap dari M&B untuk menyiapkan dana pendidikan, yuk!
Semua orang tua pasti setuju akan pentingnya persiapan dana pendidikan. Meski begitu, Prita Ghozie menyebutkan idealnya jumlah uang sekolah bulanan untuk semua anak sebaiknya tidak lebih dari 10% gaji bulanan orang tua. Anggaran ini bisa disisihkan setiap bulan dari gaji, dialokasikan dari bonus, maupun penghasilan lainnya.
Semakin banyak jumlah anak, maka harus semakin cermat juga mengalokasikan biaya pendidikan anak. Walau alokasi dana pendidikan disebut ideal jika hanya mengambil porsi 10% gaji, namun Moms bisa sedikit menaikkan porsi bila punya 2 anak atau lebih. Prita menyarankan untuk mengupayakan biaya pendidikan anak agar maksimal 20% saja dari gaji bulanan orang tua. “Jika penghasilan atau kemampuan finansial memang sanggupnya sejauh nominal tertentu, maka sejauh itu pula fasilitas pendidikan yang dapat diberikan untuk setiap anak,” saran Prita dalam bukunya.
Prita Ghozie punya jurus unik dalam menghitung kebutuhan dana pendidikan anak (atau bahkan calon anak), yaitu jurus maju mundur cantik. Dalam bukunya, Prita menyebutkan, “Maju cantik dulu ke masa depan sang anak guna memproyeksikan biaya pendidikan sesuai dengan inflasi, kemudian mundur cantik untuk menghitung dana yang perlu dipersiapkan.”
Umumnya uang pangkal sekolah adalah biaya terbesar yang kerap membuat orang tua kaget! Untuk itu, Prita menyarankan agar fokus pada mempersiapkan uang tes masuk dan uang pangkal terlebih dahulu. Bagaimana dengan uang sekolah bulanan? Ini bisa diambil dari bujet rumah tangga bulanan, Moms.
Menurut Prita, investasi dana pendidikan biasanya akan berbagi porsi dengan investasi dana pensiun orang tua. Bagaimana cara berbagi porsinya? Saat usia orang tua masih berusia 20-30an, porsi terbanyak diberikan untuk investasi dana pendidikan anak. Ketika usianya sudah mencapai 40an, maka alokasi investasi sebaiknya diutamakan untuk dana pensiun orang tua. Moms & Dads tidak mau ketika tua nanti bergantung secara finansial pada anak, kan?
Tabungan dan investasi adalah instrumen keuangan yang bisa digunakan untuk persiapan dana pendidikan di setiap kebutuhan jenjang pendidikan. Mengutip saran di Pritaghozie.com, tabungan pendidikan atau reksa dana pasar uang adalah contoh investasi dengan risiko rendah, maka cocok untuk kebutuhan jenjang playgroup dan TK karena jangka waktunya pendek.
Untuk uang pangkal SD, Moms bisa pilih investasi logam mulia atau reksa dana campuran. Sedangkan untuk jenjang SMP hingga perguruan tinggi, Moms bisa investasi di instrumen yang cukup agresif, seperti reksa dana saham atau di saham biasa. Instrumen tersebut mungkin lebih berisiko, tetapi memiliki potensi imbal hasil minimal 10% per tahun.
Untuk memastikan Si Kecil mendapatkan pendidikan terbaik dan tinggi, asuransi pendidikan tentu menjadi pilihan yang tepat dan penting. Ini semakin penting dilakukan sejak dini, karena Moms harus ingat kalau inflasi pendidikan setidaknya 15% per tahun, lho! Dengan asuransi pendidikan, masa depan anak lebih terencana dan aman jika sewaktu-waktu pemegang polis meninggal dunia.
Apa saja manfaat asuransi pendidikan? Bagaimana tips memilih asuransi pendidikan yang tepat? Untuk menjawabnya, simak penjelasan di bawah ini ya, Moms!
Asuransi pendidikan tentu berbeda dengan menabung dana pendidikan di bank ya, Moms. Bagi Anda yang menginginkan masa depan pendidikan anak terencana dengan baik, ini manfaat asuransi pendidikan.
Pihak asuransi pendidikan akan bertanggung jawab mengelola dana pendidikan jika terjadi suatu hal (seperti meninggal dunia atau cacat total) pada pemegang polis. Pihak asuransi akan menjamin kelangsungan biaya pendidikan anak Anda. Ini tentunya lebih bermanfaat dibanding sekadar menabung uang di bank, yang jumlahnya sesuai dengan dana yang telah Anda tabungkan selama ini.
Moms pasti sudah tahu kalau inflasi atau kenaikan biaya pendidikan cukup tinggi, bahkan bisa mencapai 15% per tahun. Hal ini membuat orang tua merasa menabung saja tidak cukup, karena inflasi pendidikan yang terus mencekik. Diperlukan asuransi pendidikan yang merupakan perpaduan dari menabung dana pendidikan dan investasi. Dengan asuransi pendidikan, dana pendidikan Anda aman dari risiko inflasi dan tersedia untuk masa depan anak.
Ini salah satu pembeda antara menyimpan dana pendidikan di tabungan bank dengan asuransi pendidikan. Jika menyimpan uang di bank, Anda bisa mengambilnya kapan saja. Sedangkan di asuransi pendidikan, Anda tidak bisa mengambil penarikan sebelum mencapai kontrak waktu yang telah disepakati.
Umumnya, jumlah premi tergantung dari berapa tinggi jenjang pendidikan yang Anda pilih untuk Si Kecil. Perusahaan asuransi pendidikan bahkan kerap menawarkan berbagai kemudahan, seperti memungkinkan Anda untuk membayar premi dengan waktu yang fleksibel dan sesuai dengan persetujuan Anda dan pihak asuransi. Fleksibilitas ini tentu memudahkan Anda dalam memilih mengelola dana pendidikan sesuai kemampuan kan, Moms.
Orang tua mana yang tak tenang mengetahui pendidikan anaknya telah terencana dengan baik dan aman. Tentu tak ada yang menginginkan hal buruk terjadi, tetapi tidakkah lebih baik sedia payung sebelum hujan, Moms?
Memilih sekolah untuk anak memang banyak yang perlu dipertimbangkan ya, Moms. Selain jarak sekolah dari rumah, kurikulum, program-program unggulan, dan kredibilitas sekolah juga perlu dipilih yang paling sesuai dengan kriteria Anda. Pendidikan karakter anak dan lingkungan sekolah juga tentu tak luput dari kriteria para orang tua.
Untuk mempersingkat pencarian sekolah, Moms bisa melirik sekolah-sekolah favorit yang sudah banyak mencetak alumni unggul. Umumnya sekolah-sekolah favorit ini juga sudah sering memenangkan berbagai penghargaan atau berhasil mengantarkan siswa-siswinya memenangkan lomba di berbagai bidang. Lingkungan juara seperti itu tentu bisa membangkitkan motivasi anak untuk semakin berprestasi. Untuk itu M&B telah merangkum beberapa sekolah dasar swasta favorit di Jakarta dan sekitarnya yang bisa menginspirasi Anda dalam mencari sekolah untuk Si Kecil.
Sekolah ini menerapkan kurikulum international baccalaureate (IB) langsung dari New Zealand. IB adalah kurikulum yang dikenal secara global yang memacu murid meraih prestasi akademi dan personal melalui pendidikan holistik. ACG School Jakarta menerima murid jenjang prasekolah hingga jenjang SMA. Fasilitas sekolah ini sangat lengkap, ada 30 ruangan kelas, 2 laboratorium sains, perpustakaan, kelas musik dan seni, kolam renang, gim, lapangan olahraga, lapangan sepak bola, dan musholla. Pilihan ekstra kurikulernya juga banyak, mulai dari digital learning,
Alamat: Jl Warung Jati Barat (Taman Margasatwa) No. 19. Jati Padang,
Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540.
Pendidikan akademis dan agama berjalan saling melengkapi di Al-Azhar, yang menyediakan pendidikan untuk jenjang TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Mengutip situs resmi Al-Azhar, visi pendidikan YPI Al-Azhar adalah mewujudkan cendikiawan muslim yang bertaqwa dan berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, cerdas, cakap dan terampil, percaya pada diri sendiri, memiliki kepribadian yang kuat, berwatak pejuang dan memiliki pula kemampuan untuk mengembangkan diri dan keluarganya serta bertanggung jawab atas pembangunan umat dan bangsa. YPI Al-Azhar juga memiliki puluhan cabang yang bisa Anda pilih
sesuai domisili Anda.
Alamat: Al-Azhar Pusat, Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta selatan.
Sekolah ini menggunakan pendekatan pendidikan active learning atau gaya belajar aktif dengan kurikulum IB. SHI menyebutkan fokus pada belajar dan membangun karakter positif sejak dini. HighScope membangun kecerdasan sosial dan emosional anak melalui kesempatan penyampaian perasaan dengan cakap, dan mempertajam imajinasi juga kreativitas anak. Di jenjang SD, HighScope menekankan pada perkembangan inisiasi, kepemimpinan, kecerdasan inter dan intrapersonal, dan kemampuan manajemen.
Alamat: Jl. TB. Simatupang No. 8, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, 12430.
Inilah tempat yang tepat untuk melatih anak menghargai perbedaan sambil mempertajam kecerdasan akademis dan pembangunan karakter. Didirikan oleh Yayasan Citra Bangsa Mulia, Jubilee School memiliki standar pendidikan internasional dengan status Satuan Pendidikan Kerja sama (SPK), partner dengan Cambridge International Examinations (CIE) and Pearson Qualifications. Fasilitas sekolah sangat lengkap dengan pengajarpengajar yang profesional dan berpengalaman.
Alamat: Jl. Kali Busa No.1, RT.13/RW.1, Sunter Agung, Tj. Priok, Kota Jkt
Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14350
Kurikulum sekolah dasar di Kharisma Bangsa berfokus pada aspek perkembangan utama anak. Ini meliputi aspek kognitif, sosial, emosional, pendekatan personal dan perhatian individu di setiap aspek, agar siswa berkembang lebih optimal. Urusan fasilitas sekolah, Kharisma Bangsa memiliki gedung yang luas dengan banyak kelas, taman bermain, ruang musik, ruang audio visual, laboratorium, perpustakaan, juga lapangan sepak bola, basket, dan voli. Lengkap dan suasananya menyenangkan!
Alamat: Jl. Terbang Layang No.21, Pondok Cabe. Kota Tangerang Selatan, Banten-Indonesia, 15418
Labschool telah memulai kiprahnya dalam memberikan pendidikan terbaik sejak 1968, namun namanya baru berganti menjadi Labschool pada 1999. Lingkungan belajarnya menyenangkan dengan penerapan proses pembelajaran inklusi yang humanistik dan holistik. Labschool memiliki 4 lokasi: Jakarta, Kebayoran, Cirendeu, dan Cibubur. Semuanya memiliki fasilitas yang lengkap dan tenaga pengajar profesional.
Alamat: Jl. Pemuda, Komplek UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur.
SD Santa Ursula mengembangkan kemampuan muridnya melalui program wajib membaca, membuat karya tulis (ringkasan, pusi, cerita bergambar, percakapan), dan PMRI atau Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan sikap kritis, pengenalan pengalaman, dan mampu merumuskan nilai hidup tentang kepekaan, religiositas, dan menghargai orang lain. Fasilitas sekolah Santa Ursula juga lengkap, mulai dari ruang kelas dengan Smart Board, auditorium, ruang pembelajaran interaktif, hingga pengawasan CCTV. Lokasi Santa Ursula juga ada beberapa tempat, yaitu Jakarta Pusat, BSD, dan Bandung.
Alamat: Jl. Pos, No.2, Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Mencari dan memilih sekolah yang tepat nan sesuai bagi Si Kecil dapat menjadi tantangan banyak orang tua. Setuju, Moms? Pasalnya, ada berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum memilih sekolah untuk Si Kecil. Mulai dari jenis sekolah, jenis kurikulum, metode pengajaran, hingga usia untuk memasukkan Si Kecil sekolah. Oleh karena itu, M&B sudah merangkum berbagai pro dan kontra seputar sekolah yang biasa terjadi untuk membantu Anda menimbang dan memutuskan. Yuk, simak penjelasannya berikut, Moms!
Swasta: Fasilitas belajar-mengajar cenderung lebih bervariasi dan lengkap. Anggaran yang dibutuhkan untuk bersekolah, mulai dari biaya gedung hingga biaya ekstrakurikuler, dapat lebih tinggi dari sekolah negeri. Jumlah siswa di kelas biasanya dibatasi dan lebih sedikit, sehingga guru dapat memahami dan memperhatikan kebutuhan seluruh anak didiknya dengan baik. Sistem pengajaran sekolah swasta umumnya mendukung suasana yang terbuka untuk berpendapat dan berdiskusi, sehingga dapat mendorong anak proaktif. Namun lingkungan pertemanan dapat menjadi homogen atau kurang bervariasi.
Negeri: Sarana dan prasarana kegiatan belajar-mengajar biasanya sudah sesuai standar minimal dari ketentuan pemerintah. Anggaran yang dikeluarkan untuk bersekolah cenderung lebih murah, dikarenakan adanya program sekolah gratis oleh pemerintah. Selain itu, Anda juga tak diminta untuk membayar uang gedung, yang mana biasanya diminta jika Moms mendaftar di sekolah swasta. Kuota siswa di kelas biasanya cukup banyak, sehingga guru cenderung tak memahami dan memperhatikan kebutuhan seluruh anak didiknya dengan baik. Dengan jumlah siswa yang banyak, sekolah negeri cenderung menerapkan proses pengajaran 1 arah, sehingga kurang mendorong anak untuk aktif. Lingkungan pertemanan dapat sangat kaya dan penuh perbedaan.
Bilingual: Anak yang tidak terbiasa dengan dwi-bahasa mungkin akan kesulitan untuk mengikuti proses belajar di sekolah. Namun, proses belajar dwi-bahasa sendiri memiliki banyak manfaat bagi Si Kecil, seperti mendukung perkembangan kognitif dan keterampilan berbahasa. Biaya sekolah bilingual biasanya lebih besar daripada sekolah biasa. Pasalnya, sekolah bilingual mempekerjakan tenaga didik yang mahir berbahasa asing dan fasilitas tambahan lainnya.
Non-bilingual: Karena tidak ada kebutuhan untuk selalu dwi-bahasa, maka salah satu tekanan anak dapat berkurang. Biaya sekolah yang dibutuhkan biasanya juga lebih rendah daripada sekolah bilingual, sehingga dapat mengurangi beban pengeluaran keluarga.
Cambridge International: Kurikulum bertujuan untuk mendorong anak fasih berbahasa Inggris dan bahasa ibu, yang diharapkan dapat melatih mental anak agar siap bersaing secara global, bahkan untuk dapat belajar di berbagai universitas terbaik dunia. Oleh karena itu, kurikulum ini berfokus pada sisi akademis anak, berpikir kritis, dan problem solving. Kurikulum ini cocok untuk Si Kecil yang gemar dengan matematika serta ilmu sains lainnya.
International Baccalaureate: Tujuan kurikulum ini adalah untuk mendorong setiap peserta didik dapat memiliki wawasan global, kreatif, mampu mengembangkan emosi, intelektualitas, dan kemampuan sosial. Oleh sebab itu, sekolah berkurikulum IB lebih sering melakukan observasi dan praktik dalam kegiatan belajar sehari-hari serta tugas akhir. Kurikulum ini cocok untuk Si Kecil yang senang bersosialisasi dan melakukan eksperimen.
Homeschool: Waktu, tempat, serta metode belajar sangat fleksibel karena disesuaikan dengan minat dan kebutuhan anak, juga sesuai dengan kesepakatan antara orang tua dan anak. Tanggung jawab proses belajar berada pada orang tua, meski orang tua bisa memanggil tenaga pendidik atau lembaga homeschooling sekalipun. Fasilitas cenderung sederhana karena menyesuaikan dengan kondisi rumah atau tempat belajar. Orang tua juga dituntut untuk lebih kreatif dalam proses belajar mengajar, dikarenakan fasilitas yang terbatas dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Anak dapat kesulitan mendapatkan stimulasi sosial dari teman sebaya, sehingga dapat memengaruhi perkembangan kemampuan sosial anak.
Sekolah umum: Waktu, tempat, dan metode belajar cenderung tidak fleksibel karena mengikuti peraturan dan ketentuan dari sekolah. Tanggung jawab proses belajar berada pada guru dan institusi sekolah. Sarana dan prasarana untuk kegiatan belajar-mengajar cenderung lebih lengkap dan bervariasi. Anak dapat bersosialisasi dengan teman sebaya, bahkan dengan guru dan orang yang lebih tua lainnya, sehingga dapat mendukung perkembangan kemampuan sosial anak lebih optimal.
Bersekolah sesuai anjuran usia: Anak cenderung lebih siap secara mental dan fisik, sehingga dapat mendukung kehidupan bersekolah yang lebih baik. Contohnya, anak dapat lebih mudah menyerap pelajaran, lebih mandiri, dan mampu menjalani tanggung jawab. Mudah mendaftar ke sekolah formal, karena sudah sesuai dengan ketentuan atau rekomendasi umum.
Bersekolah di usia dini: Kondisi mental dan fisik anak cenderung belum sepenuhnya siap menjalani kehidupan bersekolah, sehingga berisiko menyebabkan gangguan perilaku maupun prestasi. Sebagai contoh, anak yang belum siap sekolah cenderung mudah bosan, tak mampu mengikuti proses belajar dengan baik, dan kesulitan berteman. Namun jika anak mampu dan siap sebelum mencapai usia yang direkomendasikan, maka tidak ada salahnya untuk memasukkan anak ke sekolah lebih dini. Di sisi lain, anak dapat kesulitan mendaftar ke sekolah formal nantinya karena terhambat pada ketentuan usia.
Menentukan kapan Si Kecil mulai sekolah dan memilih sekolah yang tepat bagi anak tentu tidak mudah. Inilah yang pernah dirasakan Mita Soedarjo, entrepreneurmom, istri dari Maruli Tampubolon, juga ibu dari Jemima Baijens Tampubolon, 5, dan Marielle Nava Baijens Tampubolon, 3. Bagi Mita, ada beberapa kriteria yang perlu ditimbang sebelum menentukan sekolah yang tepat bagi putri-putrinya. Begitu juga dengan kursus untuk anak, baik kursus akademis maupun non-akademis. Tak kalah penting, dana pendidikan dan asuransi pendidikan pun menjadi hal yang harus dipersiapkan dengan baik. Ini merupakan investasi untuk memastikan kedua putrinya bisa mengenyam pendidikan terbaik dan setinggi-tingginya. Bagaimana strategi Mita dalam menentukan sekolah anak, mengatur dana pendidikan, dan memilih asuransi pendidikan? Simak wawancara eksklusif M&B dengan Mita Soedarjo, yuk!
Menurutku, usia ideal bagi seorang anak untuk mulai bersekolah adalah 3 tahun. Di usia ini akan sudah bisa mulai rutin mengikuti kelas, tentunya kelas yang tidak hanya edukatif, tapi juga seru dan menyenangkan bagi anak seusianya. Anak-anak aku juga pertama kali masuk sekolah di kelas TK 0 atau nursery. Aku merasa perkembangan zaman sekarang itu membuat anak-anak lebih cepat menangkap omongan atau tontonan dari lingkungan di sekitarnya. Dengan begitu menurutku akan lebih baik untuk mendaftarkan mereka bersekolah di usia lebih dini, agar lingkungan sekolah bisa membantu mengembangkan lagi segala aspek kecerdasannya.
Aku punya beberapa kriteria dalam memilih sekolah untuk kedua anakku. Kriteria pertama tentunya kurikulum, aku menginginkan kurikulum yang tetap memakai pelajaran nasional, tapi juga bercampur dengan kurikulum luar negeri. Kriteria berikutnya adalah fasilitas sekolah, tentunya selain memiliki bangunan dan lingkungan sekolah yang baik juga menyenangkan, aku juga ingin sekolah anakku memiliki fasilitas yang lengkap untuk menunjang proses pengembangan kecerdasan mereka. Aku juga mau sekolah anak-anakku menyediakan ekstrakurikuler yang diminati, seperti olahraga misalnya.
Selain itu, kriteria sekolah juga aku lihat dari aspek lokasi. “Edukasi dan stimulasi yang tepat dari orang tua juga bisa untuk meningkatkan kemampuan anak berbahasa asing.” Pastinya aku mau anak bersekolah di dekat rumah, yang kira-kira tidak terlalu memakan waktu, sayangnya area Jakarta terlalu macet dan tidak bisa terprediksi. Urusan lokasi sekolah ini memang paling membingungkan menurutku, terlebih saat ini aku juga sedang dilema karena SD yang menjadi salah satu pilihan anakku jaraknya cukup jauh dari rumah.
Iya, kedua anakku mengikuti beberapa jenis kursus, baik kursus akademis dan non-akademis. Bagiku ini perlu banget, karena kedua anakku sedang dalam golden period, fase terjadinya lonjakan kecerdasan anak, jadi sangat penting bagiku untuk menunjang periode ini dengan aktivitas yang mengoptimalkan tumbuh kembangnya.
Jemima, anak pertamaku, sudah kursus musik sejak usianya 2,5 tahun dan masih terus lanjut sampai sekarang. Sedangkan Marielle, anak keduaku, saat ini aktif mengikuti les krayon. Tapi dalam rangka persiapan masuk Sekolah Dasar, ada beberapa kursus tambahan yang diikuti Jemima, seperti les membaca dan matematika. Menurutku baik kursus akademis dan non-akademis, keduanya sama-sama penting dan diperlukan anak. Hanya saja, saat ini aku sedang fokus mempersiapkan Jemima untuk masuk SD, maka ia sedang lebih banyak kursus akademis.
Di era seperti saat ini, menurutku penting untuk memilih sekolah bilingual. Namun sekolah lokal yang tidak menerapkan bilingual juga tidak perlu berkecil hati, karena informasi dan edukasi berbasis bahasa Inggris atau bahasa lainnya pun sudah mudah diakses. Menurutku anak zaman sekarang juga lebih mudah menangkap konten berbahasa asing, sehingga tidak mutlak harus sekolah bilingual untuk mengembangkan kecerdasan linguistiknya. Aku rasa edukasi dan stimulasi yang tepat dari orang tua juga bisa untuk meningkatkan kemampuan anak berbahasa asing.
Anak zaman sekarang bisa menempuh pendidikan di sekolah berbahasa Indonesia, tetapi mereka punya aksen Amerika yang baik karena selflearning di YouTube. Akses belajar bahasa asing memang sudah lebih mudah didapat ya sekarang, walau kalau dibantu dengan sekolah bilingual pasti bisa lebih cepat dan baik penguasaan bahasa asingnya.
Dana pendidikan anak itu memang cepat sekali naiknya, ya, setahuku inflasi dana pendidikan itu bisa mencapai 15% per tahun, lho! Untuk mensiasatinya, tentu saja harus rajin menabung sejak dini, karena kita perlu persiapkan dana pendidikan yang baik agar anak bisa sekolah setinggi-tingginya. Mungkin kalau ada pengeluaran yang belum terlalu diperlukan bisa ditunda dulu agar tidak mengganggu dana pendidikan anak.
Untuk asuransi pendidikan anak, aku sudah ikut asuransi pendidikan untuk Jemima, putriku yang pertama. Tapi rasanya masih harus dievaluasi lagi karena aku dan suami masih terus memantau performa asuransi pendidikan ini setiap tahunnya. Selain itu, kebetulan ada beberapa perusahaan asuransi lainnya yang menawarkan fitur dan keunggulan yang berbeda-beda, maka aku dan suami harus terus update dengan produk asuransi yang ditawarkan.
Kalau ditanya tips memilih asuransi pendidikan anak, aku dan suami melakukan beberapa langkah sebelum memilih asuransi pendidikan. Pertama, kami tentukan target jangka panjang pendidikan anak, mereka mau sekolah apa dan di mana sampai kuliah nanti. Setelah itu tentukan bujet atau biaya yang diperlukan untuk pendidikan yang telah direncanakan, baru kemudian menentukan produk asuransi pendidikan yang tepat dan dirasa paling sesuai.
Memilih pendidikan yang sesuai dengan anak bukanlah soal mudah. Oleh karena itu, Ankatama Ruyatna, MC sekaligus podcaster, bersama sang suami, Esha Mahendra, digital creator, sepakat untuk memberikan pengalaman belajar yang dikurasi sendiri sesuai kebutuhan Si Kecil, Kion Kelana Mahendra, 5.
Ya, alih-alih mendaftarkan Kion di sekolah pada umumnya, Ankatama memilih untuk mengundang tenaga profesional, yakni private tutor, untuk mengajarkan Kion berbagai pelajaran dasar. Ingin tahu alasan dan kiat Ankatama dalam memilih metode private tutor untuk Kion? Yuk, simak cerita ekslusif M&B bersama Ankatama Ruyatna berikut, Moms!
Kion itu sedang mengenyam pendidikan di rumah, tepatnya dengan private tutor. Jenis kurikulum atau sekolah yang sedang dijalani ini sebenarnya bisa dibilang custom. Kenapa custom? Karena selain kondisi yang masih PPKM, saya juga belum trust ke sekolah, sehingga dengan segala pertimbangan akhirnya memakai metode private tutor. Private tutornya juga adalah seseorang yang sudah saya kenal lama. Jadi chemistry antara saya dengan gurunya Kion, dan antara gurunya Kion dengan Kionnya sendiri adalah yang paling saya utamakan. Kurikulumnya seperti apa, sebenarnya hanya santai banget, baru belajar baca-tulis, dan berbagai hal lain yang bersifat soft skill. Custom banget, sih. Enggak tahu pernah lihat di sekolah lain atau enggak, cuma gurunya, Ms. Ayu namanya, selalu mengikuti maunya Kion terlebih dahulu. Baru setelah itu belajar. Jadi bukan belajar sambil main.
Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, karena satu, kondisi. Kemudian juga needs-nya Kion. Karena ia masih emotionally unstable, sehingga saya ingin ia belajar di tempat yang aman dan merasa nyaman, itu yang paling penting. Dan orang tersayangnya masih ada, meskipun kita pisah rumah. Untuk area belajar Kion ada di rumah depan, jadi ia punya privacy juga. Jadi whenever dia butuh saya, saya ada. Tapi kalau ia minta sendiri ya ia akan sekolah sendiri, gitu. Tanda kutip, kita membuatkannya seperti TK Kelana. Haha. Jadi kami memposisikan bahwasannya kalau ia mau bersekolah, ya ia harus keluar dari rumah, ada perjalanan. Karena kita pun inginnya nanti ia masuk SD saat berumur 7 tahun saja, enggak apa-apa. Jadi kalau misalkan tahun depan sudah ada pembukaan sekolah dan lain-lain, ya mungkin kita akan coba pertimbangkan, tapi untuk sekarang ini saja dulu.
Sudah pasti saya bisa mengontrol Kion. Dalam tanda kutip, meskipun dari jarak jauh tapi juga dekat banget. Saya masih bisa memantau privately. Saya bisa tahu seperti apa perkembangan kion everyday. Setiap belajar kita bisa makan siang bareng, kita mengobrol. Kita rencanakan outing ke luar rumah juga, kita cari tempat yang berdekatan dengan alam. Ini rencananya mau ke Sentul agar ia bisa touch dengan alam sambil belajar. Saya benarbenar membebaskan Kion untuk bisa mengeksplor dirinya sendiri, tapi tetap didampingi oleh profesional bersama private tutor. Keunggulan lainnya, enggak kaku karena saya bisa bilang ke Ms. Ayu tentang needs-nya siKion, sehingga bisa ditajamkan di bagian tertentu. Ibaratnya gitu, saya bisa kirimkan pesan khusus ke private tutor-nya.
Saya selalu menitikberatkan ke Kion, mau atau tidak? Cocok atau tidak? Nyaman atau tidak? Karena itu hidupnya. Meskipun ia adalah anak saya, saya boleh ngontrolnya, cuma ada kalanya kita juga harus memprioritaskan dan menanyakan pendapatnya. So he knows how to make a decision in his life. Meskipun hidupnya mungkin masih simpel dan sangat sederhana, tapi ia harus belajar itu dari sekarang. Ia harus bisa mengambil keputusan, harus bisa resilience juga. Ketika ada masalah perlu dihadapi, ketika ia salah ya salah, ketika benar ya benar. Ia juga harus tahu bahwa di belakangnya ada orang tuanya yang akan selalu ada kalau ia benar. Tapi kalau ia salah, kita juga akan mengatakan bahwa ia salah. Itu, sih, yang saya cari dari sekolah atau pendidikan. Makanya untuk Kion, sepertinya memang harus agak custom.
Selain hari Selasa dan Jumat private tutor ke rumah, di hari Rabu ia mengaji, lalu di hari Minggu ada taekwondo. Selain itu, ia sedang senang dilatih main game oleh Baba-nya, untuk melatih logikanya juga. Karena kita cari game di Nintendo Switch yang memang untuk melatih Kion mencari solusi dan menentukan strategi.
Susah membedakan waktu. Kapan waktunya belajar, kapan waktunya Kion harus siap-siap. Padahal itu, kan, di rumah doang juga. Jadi, tetap terasa in a rush, tapi enggak tahu kenapa seperti lebih santai saja. Jadinya kadang suka sedikit molor. Tapi so far kita tetap disiplin dan ada schedule-nya.
Bersama suami, saya selalu prioritaskan bahwa sekolahnya harus dekat. Jangan sampai ia capek duluan sebelum bertempur, ibarat dalam tanda kutip, ya. Lalu saya juga benar-benar memperhatikan lingkungan sekolahnya as in 360°. Dari lingkungan teman-temannya, orang tuanya, gurunya, cara mereka mendidik, semuanya. Surroundings-nya juga penting banget. Selebihnya biarkan Kion yang nanti memilih, dan saya yang akan membimbingnya saat ia menentukan mau apa.