Ada doa yang selalu sama, yang terus dipanjatkan Rianti dan Cas setiap tahunnya, yaitu memohon agar dianugerahi momongan. Di tahun 2019, keduanya pun fokus untuk bisa memiliki anak dengan menjalani program IVF. Setelah sempat gagal hingga membuat keduanya lebih berserah pada Tuhan, kabar kehamilan Rianti menjadi hal yang paling membahagiakan.
Kini keduanya tengah disibukkan dengan aktivitas mengasuh Cara Rose. Rianti dan Cas tak henti belajar dan bertransformasi untuk bisa menjadi orang tua yang baik bagi putri kecilnya. Bagaimana cerita keseruan pasangan ini mengasuh Si Kecil? Apa yang keduanya lakukan untuk menghadapi perubahan dalam kehidupan pernikahan mereka setelah hadirnya sang buah hati? Serta bagaimana pasangan ini memaknai hari kasih sayang? Yuk, simak selengkapnya wawancara eksklusif Mother & Beyond bersama pasangan satu ini!
Amazing! A dream come true for me! Setelah penantian selama 9 tahun, kan. Jadi kami menikmati semua aspek saat menjadi orang tua. Dari ganti popok, menyusui, sampai memberikan perhatian pada Cara Rose, semuanya kami nikmati. Kehidupan juga jadi berubah total, yang tadinya mungkin saya hidup untuk diri sendiri dan Cas, bisa santai, bangun tidur agak siang, spontan pergi liburan, sekarang harus penuh perhitungan, karena i’m just living for somebody else, prioritas sudah berubah, tapi pastinya kami mensyukuri setiap momennya, it’s wonderful!
Di tahun 2019, saya dan Cas memutuskan untuk mencoba punya anak. Saat itu kondisinya saya sedang main sinetron dan akhirnya memilih stop bekerja secara total setelah 16 tahun bekerja di dunia entertainment. Akhirnya kami menjalani program IVF pertama kali di bulan Februari. Saya tidak tahu apa-apa soal IVF, tetapi saya positive thinking saja bahwa prosesnya pasti cepat. Namun di percobaan pertama kali ini kami gagal karena saya pendarahan. Mungkin karena terlalu optimis, jadi saya shock saat itu. Saya sampai berpikir mungkin memang sudah takdir saya tidak bisa punya anak dari rahim sendiri.
Setelah kegagalan tersebut, saya memutuskan untuk healing terlebih dahulu dan break dua bulan. Di sela-sela break itulah ada momen eye opening bagi saya. Setelah terlalu fokus ingin punya anak, sepertinya saya lupa bahwa Tuhan sudah begitu baik, memberikan saya suami dan pernikahan yang baik, rejeki, keluarga, dan teman-teman yang baik pula. Saya sampai bilang sama Cas, “You know what, kalau Tuhan memutuskan kita hanya berdua, it’s okay, I’m still happy, i’m still grateful”. Jadi ada momen yang memang mengubah perspektif saya.
Setelah break, Kami memutuskan untuk mencoba lagi, tetapi dibarengi dengan melakukan akupunktur dan naturopati. Saya melakukan akupunktur dua belas kali, sedangkan naturopati itu seperti pengobatan holistik, jadi tidak cuma herbal tapi release, getting to know yourself. Setelah selesai program tersebut, kami memutuskan untuk transfer embrio lagi di bulan November dan tanpa memberi tahu siapa-siapa, biar tidak terlalu banyak pressure. Dan akhirnya jadi, saya dinyatakan positif hamil.
Padahal saya sebenarnya juga sudah pasrah, kalau misalnya gagal lagi pun ya kami akan coba lagi, atau menggunakan alternatif cara lain.
Kebetulan saya hamilnya mual sekali, bener-bener muntah setiap hari. Padahal seumur hidup saya jarang sekali muntah. Tetapi karena sampai usia kandungan 3 bulan, saya belum kasih tahu berita kehamilan ini ke keluarga dan teman-teman, akhirnya saya harus akting nih menahan mual. Setelah 3 bulan, baru kami kasih tahu mereka. Saya rasa berita kehamilan ini tidak hanya menjadi kabar bahagia bagi kami berdua, tetapi juga untuk keluarga dan teman-teman. Karena kalau kita berdoa bersama pun doanya setiap tahun sama, yaitu meminta momongan.
Kehamilan ini kan suatu hal yang saya tunggu-tunggu ya, jadi euforia dong, banyak keinginannya. Saya ingin babymoon lah, pakai baju hamil yang lucu, ketemu teman, baby shower, eh tapi ternyata memang harus di rumah saja karena pandemi. Tidak ada maternity shoot juga, paling Cas saja yang fotoin. Waktu itu baby shower juga dilakukan secara online, semuanya serba online.
Tetapi hikmah hamil di masa pandemi adalah saya bisa fokus dan menjaga kehamilan saya, karena kan tidak ke mana-mana. Saya juga bersyukur bisa menikmati quality time dengan Cas selama hamil. Karena sekarang sadar kalau sudah punya anak, waktu berdua kita tidak bisa seperti dulu.
Saat sudah mendekati waktu persalinan, ternyata pandemi malah semakin parah, belum ada vaksin, katanya ibu hamil juga rentan terinfeksi Corona, jadi serba panik. Dari awal saya ingin sekali melahirkan secara pervaginam, karena saya takut anestesi. Tapi karena pandemi, syaratnya harus melakukan tes PCR dulu yang berlaku tiga hari. Jadi saat itu saya ngomong sama Cara Rose yang masih di dalam perut supaya lahir di tenggang waktu PCR saya selesai.
Akhirnya saya tes PCR saat usia kandungan 39 minggu, dan pas banget mulai bleedingnya di hari ke-3. Tetapi karena Cara Rose memang belum siap lahir, jadi lama sekali prosesnya, mungkin sekitar 19 jam. Singkatnya, setelah drama pembukaan yang tak kunjung bertambah, ketuban pecah, merasakan sakitnya diinduksi, akhirnya saya berhasil melahirkan Cara Rose secara pervaginam.
Setelah melewati proses persalinan yang cukup lama, akhirnya Cara Rose harus masuk NICU karena ia terinfeksi air ketuban. Selama 5 hari Cara Rose di NICU. It was hard, karena kami tidak bisa langsung pulang, tidak bisa lihat Cara Rose juga setiap saat ke NICU. Saya hanya bisa menangis terus, karena pengaruh hormon juga ya. Tapi selalu diingatkan suster untuk jangan menangis terus karena nanti bisa membuat ASI tidak keluar. Tapi ajaibnya ASI saya tetap keluar, dan saya bisa menyusui langsung Cara Rose di hari ketiga dan ia bisa langsung latch-on dengan baik.
Thank God my breastfeeding journey sampai saat ini masih lancar. Harapan saya sih bisa mengASIhi Cara Rose sampai dua tahun. Kembali lagi ini mungkin juga hikmah dari pandemi, jadi saya bisa fokus total dengan Cara, mengASIhinya. Intinya saya merasa beruntung dan bersyukur di kondisi sekarang
Semuanya berjalan begitu cepat, ya. Kami baru terbiasa dengan fase A, tapi kemudian sudah harus dihadapkan dengan tantangan baru lagi. Misalnya saya baru saja menemukan rhythm mengASIhi, tiba-tiba Cara Rose sudah mulai MPASI.
Sejauh ini, mengASIhi lumayan lancar, tetapi saat MPASI itu tidak selalu lancar karena saya banyak ketakutannya, misalnya takut anak tersedak. Di awal MPASI, saya hanya kasih Cara puree dan menyuapinya. Tiba-tiba di bulan ke-10, Cara Rose GTM, tidak mau disuapin sama sekali. Pas Cara GTM itu saya bisa yang nangis, merasa gagal menjadi ibu, berpikir apa puree-nya tidak enak, segala macam lah. Sedangkan saat itu saya juga takut memberi dia finger food, walaupun sebenarnya sudah bisa.
Tapi kembali lagi, she’s the one who has her own personality, and her own preference. Jadi ternyata Cara sebenarnya maunya BLW. Sedangkan saya tidak ada sama sekali rencana untuk BLW karena ketakutan saya tersebut. Jadi mau tidak mau saya dan Cas harus riset dulu semua tentang BLW, soal safety-nya terutama.
Setelah menerapkan BLW, Cara Rose mau makan, dan memang ternyata maunya makan sendiri. Sampai sekarang pun seperti itu. Jadi sekarang tugas kami adalah menyediakan makanan sehat dan atur jam makannya. Again you have good days and not so good days, itulah our parenting journey.
When I realize, motherhood itu you can not do it alone, you need a village. Makanya kita butuh support system yang baik. Saya bersyukur ibu saya sempat tinggal untuk beberapa bulan dengan saya setelah Cara Rose lahir. Cas juga rajin baca buku Catatan Ayah ASI karena memang ayah itu ternyata punya peranan penting dalam perjalanan mengASIhi.
Selain itu, usahakan untuk selalu kind to yourself. Setelah melahirkan kan, pasti badan dan hormon berubah. Biasanya kan, kebanyakan ibu-ibu inginnya bisa cepat mengembalikan bentuk tubuh, tapi kalau saya lebih memilih mementingkan prioritas saya yaitu mengASIhi Cara Rose. Jadi ya santai saja, nanti juga balik lagi kok badan kita.
Lalu, punya me time juga penting banget. Misalnya saya bilang sama Cas untuk kasih waktu saya setengah jam saja setiap pagi untuk bisa menikmati kopi. Karena bagi saya ngopi ini tuh bener-bener set the tone for the day. Jadi that’s how I stay sane, yaitu punya support system, be kind to myself, dan me time.
Saya bersyukur selama 9 tahun saya punya quality time dengan Cas. Karena ternyata setelah punya anak dinamika hubungan kami berubah. Setelah punya anak kan kesabaran, unconditional love itu semuanya sudah dituangkan ke anak. Jadi mungkin terkadang ke pasangan kita lebih tidak sabar, lebih demanding. Pastinya ada lah some days di mana kami saling sensitif atau kesel-keselan. Tapi kuncinya memang komunikasi. Kami harus sadar dan sama-sama make an effort untuk saling memaklumi kalau kita tidak selalu berada di the best version of yourself all the time.
Rianti has been such a good mom for Cara Rose. Saya melihat dia tumbuh sebagai ibu dari yang tidak tahu apa-apa, sampai sekarang menjadi ibu yang hands on banget. It’s such a beautiful journey melihat transformasinya.
Rianti: Kebahagian terbesar saya adalah melihat Cas menjadi seorang ayah. Saya tahu ia pasti bisa menjadi ayah yang baik, karena ia punya banyak keponakan, and he’s favorite uncle karena ia lucu kan. Sekarang kalau dilihat Cara sangat attach juga sama Cas. Tidak hanya mirip wajahnya, tapi kepribadian Cara juga lucu dan iseng seperti Cas. She really loves him. Jadi ini kebahagiaan buat saya melihat Cas menjadi sosok ayah yang fun, adventurous, protektif, dan saya merasa Cara melihat ayahnya sebagai safe harbour-nya dia. So, ya he’s gonna be really good dad
Cas: Rianti has been such a good mom for Cara Rose. Saya melihat dia tumbuh sebagai ibu dari yang tidak tahu apa-apa, sampai sekarang menjadi ibu yang hands on banget, it’s such a beautiful journey melihat transformasinya.
Rianti: Pertama, saat Cara Rose maunya makan sendiri, it changes my perspective. Saya punya keinginan A, tetapi ternyata harus switch dan harus belajar tentang BLW. Lalu saat Cara Rose mulai bicara, menurut saya itu benar-benar memperlihatkan kepribadiannya. Kalau anak bayi kan biasanya masih planga-plongo aja, tapi kalau Cara Rose sudah tegas dan terlihat sudah punya kemauan dan pilihan sendiri. Baju pun sekarang ia sudah milih sendiri, jadi sekarang kami harus kasih opsi untuk dia
Cas: Saya terharu saat pertama kali Cara Rose bisa jalan. Kalau sudah bisa jalan kan artinya sudah naik level berikutnya, ia bisa melakukan sesuatu sendiri. Perkembangan kecerdasannya juga luar biasa, ia menyerap hal baru begitu cepat. Kalau tidak dalam hitungan jam, keesokannya harinya sudah bisa meniru apa yang ia lihat. So, it’s very cool
Dinamika hubungan kami berubah setelah punya anak. Tentunya ada suatu hari di mana kami saling sensitif atau kesal. Tetapi kuncinya komunikasi. Kami harus sadar dan sama-sama make an effort untuk saling memaklumi kalau kami memang tidak selalu berada di the best version of yourself all the time.
Rianti: Setelah menjadi orang tua, bagi saya Valentine’s day itu adalah waktu di mana saya bisa fokus dengan Cas. Karena kalau sudah jadi ibu kan biasanya yang dipikirkan anak terus. Jadi, hari Valentine ini bisa menjadi kesempatan bagi saya untuk consciously, mindfully fokus dengan hubungan kami berdua. Mungkin saya akan memikirkan how much Cas means to me, how i’m lucky to have him in my life. So, I look forward to spending time with him this Valentine, just him, I’m looking for quality time, lah.
Cas: Valentine’s day is a celebration of love, pastinya. Tapi mungkin menjadi lebih spesial karena kita bisa memberi bunga atau mengajak pasangan untuk dinner. Karena setiap hari kan tidak bisa seperti itu, ya. Intinya untuk merayakan cinta serta perjalanan kami sebagai pasangan.
Rianti: Saya berharap Cara Rose bisa bahagia, sehat dan menemukan tujuan hidupnya. Selain itu saya juga ingin Cara menjadi anak yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain, dan sekitarnya. Pokoknya I just want her to be happy.
Cas: I want her to be a self motivated kid. Kalau Cara Rose percaya diri dengan dirinya sendiri ia pasti bisa melakukan segala hal dengan sendirinya. Selain itu, I want her to be always joyful dalam menghadapi segala hal yang terjadi di kehidupannya.