Menjadi seorang ibu harus bahagia. Itulah prinsip Shandy Aulia (33), aktris sekaligus ibu dari Claire Herbowo (7 bulan), yang sudah dinantikan kelahirannya selama lebih dari 7,5 tahun. Karena penantian tersebut merupakan keputusan Shandy bersama sang suami, maka pasangan ini pun memanfaatkan kehidupan pernikahannya untuk lebih mengenal pribadi masing-masing. Hasilnya, mereka pun siap dan selalu bahagia setelah Claire hadir di tengah keluarga kecil mereka. Lalu, apa yang mereka lakukan selama mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua bagi sang putri? Shandy pun berbagi cerita dengan Mother&Baby dalam wawancara eksklusif, spesial untuk Moms berikut ini.
Saya dan suami awalnya memang ingin menunda untuk punya anak di dua sampai tiga tahun usia pernikahan. Namun, ternyata keputusan kami tersebut jadi berlangsung lebih panjang dan membuat kami juga memiliki lebih banyak waktu berdua. Meski begitu, Saya dan suami tetap bersyukur karena banyak hal yang membuat kami semakin mengenal satu sama lain selama tujuh setengah tahun itu.
Sepanjang waktu tersebut, kami manfaatkan untuk memuaskan hobi, seperti traveling berdua. Selain itu, kami juga menikmati saat-saat bekerja atau beraktivitas yang bisa mengembangkan diri masing-masing dengan lebih leluasa.
Tapi dibalik ‘suka’, tentu ada ‘duka’ atau pergesekan yang terjadi ketika hanya hidup berdua saja. Momen ini yang kami jadikan sebagai proses pendewasaan diri. Saya dan suami sebenarnya pun masih sering berargumen, namun kami tidak ingin hal ini memengaruhi tumbuh kembang anak kelak. Maka selama masa penantian tersebut, menjadi ‘pelajaran berharga’ bagi kami untuk bisa menahan diri dan tidak saling egois. Kami jadi bisa mencari jalan keluar yang baik serta lebih saling kompromi, sehingga bisa menjadi contoh baik untuk anak
kelak.
Dari awal menikah, kami memiliki prinsip bahwa anak bukan menjadi tujuan utama. Bagi kami, pernikahan adalah menyatukan dua orang dari banyak sisi. Karenanya, setelah saya dan suami siap untuk punya anak, kami berdiskusi dahulu. Bersyukurnya, hanya berjarak satu bulan saya pun mengalami kehamilan, tanpa program khusus yang dijalani. Intinya, dalam pernikahan harus ada kesepakatan atau sama-sama ‘legowo’ antar suami dan istri, termasuk dalam hal memiliki anak.
Seorang ibu atau orang tua bukan hanya sekadar memiliki anak secara biologis saja. Sosok ini harus memiliki mental yang kuat dan kokoh, sehingga saya sendiri pun kesulitan dalam mempersiapkan diri untuk menjadi seperti itu. Memang tidak ada orang tua yang sempurna, tapi dengan mental yang siap maka membuat kita mampu mengasuh dan merawat anak untuk menjadi yang lebih pintar dan terbaik nantinya.
Bagi saya, hidup harus tertata, bahkan setelah menikah supaya saya bisa bahagia. Tapi, hal tersebut juga harus disepakati bersama suami, jadi kebahagiaan tersebut bisa dirasakan masing-masing maupun untuk kami berdua. Nah, kebahagiaan itu bisa saya temukan salah satunya dari pekerjaan juga. Setelah memiliki anak, prioritas pun ikut berubah sehingga pekerjaan itu jadi harus menyesuaikan dengan situasi anak sekarang.
Kita tidak bisa menyenangkan setiap orang, karena banyak faktor seperti latar belakang dan pola pikir yang berbeda-beda. Tentu tidak salah ketika ada seseorang yang tidak setuju hingga berkomentar tentang apa yang saya lakukan. Namun, ketika saya membalas komentar mereka, itu merupakan cara yang bisa dilakukan untuk saling membuka pikiran. Saya dan mereka memang memiliki cara masing-masing, terutama dalam merawat dan mengasuh anak. Apalagi saya tipikal yang suka mengeksplorasi banyak hal dalam masa tumbuh kembang Claire sendiri. Jadi ketika ada perbedaan, saya ambil hal positifnya atau saya jadi tahu hal-hal yang perlu dihindari ketika mengasuh anak.
"selama ibu merasa bahagia, maka ia akan memiliki anak yang bahagia juga daripada berbagi kesedihan."
Saya bersyukur karena usia Claire yang masih bayi saat ini, proses eksplorasinya masih bisa dari mainan atau hal-hal bisa dijangkau dalam jarak dekat. Pasti akan sangat berbeda jika usianya sudah balita, ya. Jadi, saya ajak Claire ke taman untuk bisa mengenal hewan seperti kelinci atau kuda secara langsung. Ya, walaupun memang sedikit merepotkan karena harus melakukan sesuai protokol kesehatan yang ada seperti pakai masker dan rajin cuci tangan saat mengunjungi taman tersebut. Saya belum mau memberikan dia akses untuk bermain gadget sekarang.
Di usia 6 bulan ini Claire sudah dibaptis dan dirayakan dengan doa bersama keluarga saja. Namun, untuk perayaan pertambahan usia nanti, misalnya saat ia berusia satu tahun sepertinya tidak dirayakan secara besar juga. Saya inginnya Claire sendiri yang memutuskan sendiri seperti apa perayaan ulang tahunnya nanti. Dari tema, kue, tamu yang diundang juga dia yang meminta langsung pada saya. Kalau sekarang, rasanya pesta ulang tahun untuk anak justru jadi menuruti kemauan saya sebagai ibunya, dong. Seperti kurang berkesan juga untuk anaknya sendiri karena ia belum paham betul di usia yang masih bayi ini. Jadi, kalau perayaan atau pesta ulang tahun dengan banyak undangan sepertinya akan menunggu sampai Claire minimal berusia dua atau tiga tahun, ya.
Sulit bagi saya untuk memberikan semangat kepada ibu atau pasangan yang belum memiliki anak karena kondisi tertentu. Sebab, saya dan suami baru punya Claire saat ini karena keputusan bersama untuk menunda anak dahulu. Tapi yang bisa saya tekankan bahwa tujuan dari pernikahan adalah menyatukan dua orang yang berbeda dalam banyak hal menjadi pasangan yang hidup bersama selamanya. Jika memang belum diberi momongan oleh yang kuasa padahal sudah mencoba beragam cara untuk bisa hamil, mungkin ini saatnya Anda dan pasangan bisa mengenal satu sama lain serta mencapai goals masing-masing. Harapan tentu harus selalu ada, namun jangan jadikan itu beban hingga membuat Anda stres. Hiraukan saja pendapat orang lain yang memojokkan kondisi Anda dan pasangan. Yang penting, pernikahan yang dijalankan harus bahagia dan nikmati bersama-sama.
Kita sebagai perempuan pasti akan mengalami perubahan secara fisik dan juga mental setelah menjadi seorang ibu. Waktu untuk diri sendiri rasanya seperti selalu kurang, meskipun ada bantuan dari asisten atau anggota keluarga lain. Namun, jika kita tidak merasa bahagia, maka semua hal akan terasa sulit dilakukan hingga muncul baby blues.
Jadi, ibu perlu kebahagiaan sendiri dengan melakukan hal-hal yang dirasa harus diubah. Misalnya, Anda merasa tubuh membengkak setelah Si Kecil lahir. Atasi dengan niat untuk mengembalikan bentuk tubuh seperti dahulu, dengan berolahraga dan menjaga pola makan sehat. Atau ketika menyusui, nikmati fase ini meski payudara lecet atau berubah bentuk. Apabila Anda merasa tidak menikmati masa-masa awal pasca melahirkan ini, setidaknya pernah mencoba untuk menjalani fase ini meski akhirnya tidak sesuai harapan. Pokoknya, selama ibu merasa bahagia, maka ia akan memiliki anak yang bahagia juga.