Sama-sama menggeluti dunia modeling sejak remaja, siapa sangka kakak-beradik Sigi Wimala dan Agni Pratistha ternyata justru merasa lebih akrab dan kompak setelah keduanya menjadi ibu. Lika-liku dunia ibu membuat Agni & Sigi sering saling curhat untuk mencari solusi parenting atau sekadar bertukar kisah. Sigi, ibu dari Maxine (11) dan Alex (5), mengaku lebih sering curhat duluan dengan adiknya, Agni, ibu dari Rudra (7), Bhaga (5), dan Varuna (2). Seperti apa serunya kehidupan menjadi ibu menurut Sigi dan Agni? Simak obrolan seru Mother & Beyond dengan dua ibu keren ini yuk, Moms!
Agni: Kesibukanku saat ini fokus mengurus tiga anak. Apalagi selama pandemi ini Rudra dan Bagha sekolah online, jadi aku harus memberi perhatian ekstra nih untuk mereka. Putra bungsuku, Varuna, juga suka ikut-ikutan kakak-kakaknya sekolah online, jadi harus dibikin ‘sibuk’ biar enggak ganggu kakak-kakaknya. Haha.
Kurang lebih seperti ini kesibukanku saat ini, fokus mengurus anak dan mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Belum lama aku sempat mencoba bekerja lagi di sebuah media, tapi hanya sekitar 6 bulan, kemudian kembali menjadi ibu rumah tangga lagi karena ternyata anak-anak enggak bisa ditinggal, mereka butuh bimbingan aku.
Sigi: Utamanya tentu fokus mengurus kedua anakku, Maxine dan Alex. Kalau untuk pekerjaan, sekarang aku sedang banyak bekerja di bidang yang ada kaitannya dengan olahraga, seperti sepeda dan golf. Senang sekali bisa mengubah hobi jadi profesi. Selain itu aku juga masih menulis skrip untuk sebuah film seri dan membuat iklan. Kalau untuk peran di depan layar, terakhir acting untuk film Satria Dewa Gatotkaca sebagai Arimbi, tapi filmnya belum keluar.
Sigi WimalaHal yang paling sederhana adalah ketika anak-anakku sudah mulai besar seperti sekarang, mereka masih bilang, “I need you, Mom” karena aku tahu sebentar lagi mereka makin besar dan sudah tidak butuh aku lagi. Hal sederhana seperti itu menurutku rewarding, bikin aku bangga menjadi ibu mereka.
Agni: Kalau aku dari kecil memang cita-citanya mau jadi ibu rumah tangga. Haha. Jadi ketika pertama kali mendekap anak pertamaku, aku langsung tahu kalau inilah yang membuatku bahagia. Kemudian ada momen di mana Rudra, anak pertamaku yang mengalami keterlambatan bicara karena ADHD, mengucapkan kalimat pertama, “Aku maunya Mama ada di rumah.” Wah, itu semakin meyakinkanku kalau menjadi ibu rumah tangga adalah yang aku inginkan dan membuatku bahagia. Aku bangga bisa merawat langsung ketiga anakku.
Sigi: Hal yang paling sederhana adalah ketika anak-anakku sudah mulai besar seperti sekarang, mereka masih bilang, “I need you, Mom” karena aku tahu sebentar lagi mereka makin besar dan sudah tidak butuh aku lagi. Hal sederhana seperti itu menurutku rewarding, bikin aku bangga menjadi ibu mereka.
Sigi: Ibarat karakter di film, ibu sejati itu seperti Agni. Dia bisa masak, jahit, urus rumah sendiri sambil menjaga 3 anak, tanpa bantuan ART atau pengasuh. Keren dan langka banget. Bahkan waktu Agni lari maraton, dia tetap bawa-bawa peralatan merajut, lho! Haha.
Agni: Mbak Sigi itu seorang ibu yang bisa meraih mimpi, tanpa meninggalkan jati dirinya sebagai seorang ibu. Menurutku itu enggak mudah dan Mbak Sigi bisa melakukannya.
Dari masih single dulu, aku memang ingin punya 3 anak laki-laki, atau kalau dikasih 4 anak, aku mau yang terakhir perempuan. Jadi ketika terwujud punya 3 anak laki-laki, pastinya aku senang banget. Ini yang membuatku merasa lebih mudah merawat 3 anak dengan usia yang cukup dekat, karena memang dari dulu maunya begini. Dulu sih maunya jarak usia antar anak agak berjauhan ya, mungkin seperti aku dan Mbak Sigi, bedanya hampir 5 tahun, tapi ternyata dikasihnya berdekatan usianya.
Punya 3 anak laki-laki, pastinya seru dan ramai karena karakter tiap anak berbeda-beda. Karakter Rudra lebih observatif, kalau lihat apa-apa diperhatikan sampai detil dulu, baru mulai banyak bertanya. Kalau anak keduaku, Bhaga, itu paling persis aku waktu kecil, sama-sama bandel dan keras kepala. Menurutku pribadi paling mudah menghadapi Bhaga, karena tinggal tanya ke diri sendiri kalau sedang bersikap begitu, maunya apa. Nah, kalau Varuna, anaknya easy-going, ramah, tapi banyak drama. Haha.
Iya, kami sering olahraga bareng, terutama sama anakku yang kecil, Alex, karena dia lebih antusias dengan olahraga dan aktivitas outdoor. Alex belum bisa diajak fokus pada satu jenis olahraga, dia masih suka mencoba banyak hal baru. Kalau anak pertamaku, Maxine, dia sekarang lagi suka pilates, untuk memperbaiki postur tubuh. Selain itu Maxine juga suka lari di treadmill dan renang.
Menurutku, olahraga enggak cuma bikin sehat dan bahagia, tetapi juga seperti bisa membantu melepaskan energi negatif. Apalagi menjadi ibu kan, sesuatu yang enggak ada berhentinya, jadi pasti kadang-kadang merasa capek, ya. Daripada marah-marah ke anak, aku membuang energi negatif saat berolahraga, jadi sampai rumah sudah happy lagi. Aku juga senang banget melihat semakin banyak ibu yang rutin olahraga. Aku yakin efek positifnya banyak bagi keluarga, kalau ibunya suka olahraga dan sehat, dia bisa memberi pengaruh gaya hidup baik untuk sekeluarga. Jangan salah lho, ibu-ibu itu kalau olahraga lebih ambisius. Haha.
Agni: Aku ibu yang masih terus belajar untuk menjadi ibu yang lebih baik bagi anak-anakku. Aku belajar menjadi ibu enggak cuma dari ibuku, tapi juga dari semua ibu yang aku temui. Mana ajaran yang baik, akan aku serap dan terapkan, sedangkan mana ajaran yang menurutku kurang tepat, aku jadikan pelajaran agar tidak aku lakukan. Aku kalau ketemu ibu lain pasti aku ajak ngobrol seputar motherhood, aku berusaha ‘memperkaya’ diri aku dengan ilmu parenting dari ibu lain, termasuk dari ibuku dan Mbak Sigi.
Sigi: Aku berusaha seterbuka mungkin ke anak, aku enggak pernah anggap anak-anakku seperti anak kecil. Bagiku, their opinion matters! Di lain sisi, aku juga masih ibu Asia banget: Galak dalam mendisiplinkan anak. Aku mencoba menyeimbangkan segalanya, setiap hari aku coba adjust gaya mendidik anak, karena situasi juga terus berubah. Jadi buatku enggak ada satu pakem atau parenting style khusus untuk membesarkan anak.
Agni: Enggak ada, paling hanya rebutan pujian saja. Misalnya, aku sedang memuji Varuna karena pintar dan sudah bersikap baik, nanti Rudra atau Bhaga bertanya, “Kalau aku pintar juga enggak, Ma?” Seperti itu saja, kalau sibling rivalry yang sampai berantem, sepertinya enggak pernah.
Sigi: Enggak ada sibling rivalry, mungkin karena jarak usia Maxine dan Alex cukup jauh, 6 tahun. Justru Alex yang berusaha mendewasakan diri agar bisa masuk ke dunia Maxine. Sedangkan Maxine pun terkadang sisi kanak-kanaknya masih muncul, jadi masih bisa main boneka atau nonton kartun dengan adiknya. Menurutku ini menjadi seimbang dan sempurna, semacam ‘ketemu di tengah’ begitu, ya. Mereka selalu berdua dan selalu saling jaga, kompak banget, bahkan menurutku Maxine dan Alex lebih kompak dibanding aku dan Agni dulu.
Tantangannya tentu terkait perubahan hormon khas anak praremaja, ya. Kadang aku bingung melihat Maxine bisa tiba-tiba sensitif atau sedih, tapi untungnya Maxine sangat terbuka, dia mau cerita apa yang dia rasakan, jadi aku bisa bantu arahkan mencari pengertian dan solusinya. Selama ini aku sangat menjaga agar anak enggak takut untuk cerita, karena aku tahu kalau dia takut pasti nantinya dia jadi enggak terbuka. Aku pun memberi contoh dengan selalu bersikap terbuka juga, sehingga Maxine tahu kalau bahkan orang dewasa pun bisa sedih juga, bisa nangis.
Agni PratisthaSesama ibu seharusnya saling dukung dan ibu harus berani lebih vokal menegur kalau ada ibu lain yang melakukan mom-shaming. Kalau ada ibu lain yang menjurus mau mom-shaming, kita ingatkan kalau setiap orang ada ceritanya, biarkan saja, tidak perlu mom-shaming.
Enggak pernah. Aku merasa identitasku saat ini adalah menjadi seorang ibu, untuk itu aku merasa harus full dan fokus merawat ketiga anakku dulu. Aku tahu ketika aku memilih mengutamakan diri aku sebentar saja dan melewatkan sesuatu sedikit saja tentang anak-anakku, aku pasti akan menyesal banget. Jadi sekarang prioritasku adalah membentuk 3 anak laki-laki yang tepat guna. Dulu orang tuaku bekerja semua, jadi Agni kecil merasa ada yang kurang, merasa mereka tidak hadir di hidupku. Dulu aku iri kalau lihat ibunya teman ada di rumah, memasak, main bareng sama anaknya. Nah, makanya setelah aku jadi ibu, aku justru akan menyesal kalau tidak bisa menemani anak-anak setiap hari. Mungkin nanti kalau mereka sudah besar, aku akan kembali bekerja, tapi lihat nanti deh. Sejauh ini sih belum ada rencana mau bekerja lagi.
Kalau dulu paling sering ditanya, “Pasti lahirannya caesar lagi, ya?” Setelah itu sering juga ditanya soal bentuk tubuh, mungkin karena orang tahunya profesi Agni adalah model gitu, ya, jadi dituntut ramping terus. “Kok, enggak jaga badan, sih? Entar ditinggal suami, lho!” Kalimat seperti ini sering aku dengar juga, nih. Buatku biarkan saja orang mau bilang apa, karena aku merasa sudah berdamai banget sama tubuhku, aku sangat nyaman. Bahkan anak-anakku bilang Mamanya enggak gemuk, tapi squishy! Haha.
Sesama ibu seharusnya saling dukung dan ibu harus berani lebih vokal menegur kalau ada ibu lain yang melakukan mom-shaming. Kalau ada ibu lain yang menjurus mau mom-shaming, kita ingatkan kalau setiap orang ada ceritanya, biarkan saja, tidak perlu mom-shaming.
Agni: Sering, tapi lebih sering Mbak Sigi yang curhat. Haha. Kita sering curhat soal apa saja, tapi khususnya soal parenting dan motherhood. Apalagi anak-anaknya Mbak Sigi cewek semua, jadi kalau lagi bingung apa soal anak perempuan, aku dan Mbak Sigi suka diskusi bareng. Kalau ditanya Mbak Sigi teman curhat seperti apa, menurutku dia cuek banget, sedangkan aku suka overthinking. Dari Mbak Sigi aku belajar untuk lebih chill, lebih santai menghadapi masalah.
Sigi: Sering, lah. Aku paling sering curhat seputar parenting dan motherhood. Kita sering curhat soal segala fase perkembangan anak, seperti fase terrible two, fase mau masuk SD, sampai sekarang punya anak praremaja. Yang dicurhatin lebih ke tantangan sehari-hari seputar anak, dan itu yang bikin kita makin dekat. Agni itu menurutku teman curhat yang keibuan banget dan perhatian, sedangkan aku cuek dan sering keras kepala. Jadi enggak heran ya kalau setelah menjadi ibu, aku dan Agni jadi lebih dekat, ya karena sering curhat seputar parenting ini. Ini seperti hal pertama yang sama antara aku dan Agni, karena selama ini karakter kita beda jauh banget.
Agni PratisthaYou don’t need to be a perfect mom to make a perfect family.
Agni: You don’t need to be a perfect mom to make a perfect family. Jadi ibu tidak akan pernah sempurna, dan pasti akan selalu ada bad day. Kadang mengetahui kalau kita tidak akan pernah sempurna itu sangat membantu. Dan cobalah untuk lebih membuka diri ke anak, berani minta maaf ke anak jika berbuat salah. Dengan begitu anak-anak lebih bisa mengerti kita, dan kualitas kita sebagai ibu akan terus bertambah.
Sigi: Semangat terus, Moms! Ibu happy, anak dan keluarga pun happy. Bahagianya ibu juga berbeda-beda, jadi jangan dibanding-bandingkan. Ada ibu yang seperti Agni, bahagianya dengan anak-anak, ada juga ibu yang seperti aku, akan lebih bahagia kalau bisa produktif berkarya juga. Find your happiness, because happy mom makes a happy family. Selamat Hari Ibu!