Proses persalinan berjalan lancar. Si Kecil pun terlahir sehat dan sempurna. Anda bisa bernapas lega, tapi bukan berarti lengah.
Meskipun proses melahirkan telah dilalui tanpa kendala, tak ada salahnya Anda tetap waspada. Pasalnya, sejumlah permasalahan bisa muncul belakangan, salah satunya adalah infeksi pada masa nifas (infeksi pueperalis).
Setelah melahirkan, tubuh Anda yang masih dalam proses pemulihan akan mudah diserang kuman penyebab infeksi. Daerah yang kerap terserang infeksi pada masa nifas (pasca persalinan) adalah endometrium (lapisan terdalam rahim), yang disebut dengan endometritis. Salah satu alasannya adalah karena endometrium yang merupakan tempat melekatnya plasenta menjadi peka setelah lepasnya plasenta.
Bukan itu saja, infeksi juga bisa menyerang daerah lainnya, seperti saluran kemih, payudara (mastitis), bahkan paru-paru. Penyakit ini sudah mulai dikenali sejak abad kelima sebelum Masehi, dalam laporan yang ditulis Hippocrates, Si Bapak Kedokteran.
Awalnya, infeksi ini diperkirakan muncul akibat tidak keluarnya lokia (cairan nifas). Lalu seorang ahli pada abad ke-19 meyakini penyebab infeksi tersebut adalah luka jalan lahir. Akan tetapi, teori ini ditentang banyak pihak. Setelah mikrobiologi mengalami kemajuan, penyebab infeksi nifas yang sesungguhnya pun ditemukan.
Menurut spesialis obstetri dan ginekologi dari RS Bunda Menteng, Jakarta, dr. Irham Suheimi, Sp.OG, infeksi nifas disebabkan oleh bakteri dan jamur yang masuk ke organ-organ lalu diserang dengan berbagai cara. Begitu mudahnya bakteri dan jamur ini menyerang, sehingga penyakit tersebut menjadi salah satu penyebab kematian ibu hamil yang tertinggi pada masa lalu.
Untungnya, saat ini kematian ibu karena infeksi nifas telah menurun secara drastis menyusul dengan adanya pelayanan kesehatan yang merata. Pencegahan dan pengobatan pun menjadi lebih baik.
Meski begitu, bukan berarti Anda tidak perlu waspada. Hingga kini masih ada 2 hingga 4 persen ibu melahirkan yang mengalami infeksi nifas.
Waspadai Demam
Setelah menjalani proses persalinan, suhu tubuh Anda biasanya akan lebih tinggi 0,5 derajat dibandingkan dengan suhu normal (36-37 derajat Celsius) selama 12 jam pertama. Hal ini wajar. Setelah 24 jam, suhu tubuh akan kembali normal.
Namun bagaimana jika suhu tubuh tidak juga turun atau bahkan cenderung naik? Menurut dr. Irham, ada kemungkinan kondisi itu disebabkan karena adanya infeksi nifas. "Yang bisa dikategorikan infeksi nifas atau puerperalis infection apabila terjadi peningkatan suhu tubuh ibu melebihi 38 derajat Celsius sampai 10 hari setelah melahirkan," jelas dr. Irham. Artinya, suhu tubuh Anda naik karena ada kuman penyebab infeksi masuk ke salah satu organ tubuh.
Nah, bagaimana meengetahui organ mana yang terserang kuman? Gejala umumnya adalah suhu tubuh tinggi. Jangan anggap enteng gejala yang muncul, sebab infeksi mudah menyebar dan jika dibiarkan dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius.
Kenali Gejalanya
Berbeda infeksi, berbeda pula gejalanya. Coba perhatikan apakah Anda mengalami hal-hal berikut ini.
1. Endometritis
Di antara infeksi nifas lainnya, inilah infeksi yang paling sering menyerang. Selain suhu tubuh tinggi, endometritis juga ditandai dengan nyeri perut, nyeri tekan (nyeri ketika perut ditekan), keluar darah yang semakin banyak, dan bau tidak sedap pada organ reproduksi.
Menurut dr. Irham, salah satu faktor risikonya adalah gizi buruk yang menjadi momok di negara-negara berkembang. Selain itu, anemia, proses persalinan yang tidak steril, lingkungan yang kurang bersih, persalinan terlalu lama, ketuban pecah dini, dan tertinggalnya bagian plasenta di dalam rahim. Endometritis biasanya ditangani dengan terapi antibiotik, pemberian obat untuk menghentikan pendarahan, serta pembersihan sisa plasenta.
2. Saluran Kemih
Jika suhu tubuh tinggi disertai dengan rasa nyeri saat buang air kecil, dan air seni berwarna keruh atau bercampur darah, ada kemungkinan infeksi menyerang saluran kemih. Infeksi ini disebabkan proses persalinan yang tidak steril serta pemasangan alat kateter yang terlalu lama setelah melahirkan. Pengobatan infeksi ini biasanya berupa terapi antibiotik untuk membunuh bakteri.
3. Mastitis
Setelah lahir, bayi perlu diberi ASI. Pada saat-saat awal menyusui tak jarang terjadi penanganan payudara yang salah, misalnya posisi menyusui yang tidak tepat bisa menyebabkan puting lecet sehingga kuman mudah masuk dan terjadilah infeksi. "Kondisi ini berhubungan dengan penanganan payudara yang salah saat menyusui," kata dr. Irham.
Gejala mastitis, antara lain suhu tubuh tinggi, payudara bengkak, perih, dan berwarna kemerahan. Pengobatannya menggunakan antibiotik, dan terus memompa ASI untuk mengosongkan payudara. Apabila infeksinya tergolong parah, bisa sampai dilakukan operasi untuk mengeluarkan ASI yang tersumbat.
4. Jalan Lahir
Ketika melahirkan secara normal, seringkali terjadi episiotomi (pengguntingan jalan lahir). Sementara itu, pada kelahiran secara caesar akan tersisa luka bedah. Luka tersebut bisa menjadi jalan masuknya kuman. Gejalanya selain demam, yaitu adanya rasa nyeri berlebihan pada luka, dan kadang-kadang bernanah. Pengobatannya adalah dengan antibiotik.
5. Paru-paru
Infeksi mudah menyebar ke organ lain, di antaranya paru-paru yang akan memunculkan abses. Namun menurut dr. Irham, hal itu sangat jarang terjadi. "Infeksi paru-paru sangat jarang. Biasanya terjadi pada ibu yang kondisinya kurang bagus, misalnya mengalami pre-eklampsia, sehingga membutuhkan perawatan ICU," katanya.
Gejala yang muncul selain suhu tubuh yang tinggi adalah batuk-batuk, rasa tidak nyaman pada dada, dan napas menimbulkan suara yang tidak biasa. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)