Sedih, selalu kecewa, dan berpikiran negatif. Hati-hati Moms, ketiga hal tersebut merupakan ciri dari victim mentality atau kecenderungan untuk menganggap diri sendiri sebagai 'korban'.
Secara khusus, victim mentality bisa dikategorikan sebagai masalah psikologis saat seseorang selalu berpikiran negatif dan merasa dirinya selalu menjadi korban atas kesalahan orang lain. Mereka yang mengalami masalah ini selalu berpikiran, hidupnya selalu salah. Seringkali mereka juga beranggapan tak pernah ada orang yang benar-benar bisa memahaminya, termasuk sosok terdekat seperti orang tua.
Kondisi ini tentunya akan merusak hubungan orang yang memiliki victim mentality dengan orang lain di sekitarnya. Perlu diketahui, victim mentality bukan hanya terjadi pada orang dewasa. Anak-anak juga bisa lho, menjadi sosok seperti ini. Berikut adalah ciri-ciri anak yang punya victim mentality.
1. Selalu Merasa Tak Berdaya
Anak dengan kecenderungan victim mentality selalu merasa tidak berdaya dan terus-menerus membayangkan berbagai hal buruk yang akan menimpanya. Sikap pesimis dan tak mau berusaha adalah ciri-ciri yang sering muncul pada anak yang mengalami masalah psikologis ini. Saat sedang berada dalam kesulitan, ia cenderung tidak berusaha mencari solusi melainkan langsung menyerah karena menganggap dirinya sendiri tidak memiliki kemampuan atau daya untuk menyelesaikannya.
2. Mengasihani Diri Sendiri
Alih-alih mencari solusi atas permasalahannya, anak dengan kecenderungan victim mentality terus mengeluh dan mengasihani diri sendiri demi mendapatkan simpati dari orang lain. Bahkan ia akan terus merajuk pada permasalahan yang sama dan tidak berusaha untuk memperbaiki situasi atau suasana hatinya sendiri.
3. Berpikir Negatif
Anak yang memiliki victim mentality biasanya hanya berpusat kepada hal negatif. Ia akan sulit untuk merasa bahagia meski ada hal positif yang dialaminya. Misalnya, "Memang nilaiku bagus, tapi aku tidak akan bisa mendapatkan ranking 1 karena masih ada Si A yang lebih pintar." Bagi anak bermental korban, hal-hal baik yang terjadi adalah suatu kebetulan belaka karena ia merasa dirinya tidak layak untuk mendapatkan pengalaman yang sama lagi.
Anak dengan kecenderungan victim mentality selalu membiarkan pikiran negatif menguasai dirinya, bahkan sebelum hal itu benar-benar terjadi. Ia seolah-olah kehilangan kepercayaan diri terhadap semua hal yang dikerjakannya dan menganggap semua akan sia-sia dilakukan jika hasilnya tak sesuai harapan.
4. Menyalahkan Orang Lain
Perhatikan jika anak diajak berbicara soal masalah yang dihadapinya, misalnya saat nilainya tidak sesuai target. Anak dengan victim mentality biasanya akan mencari kambing hitam dari kegagalannya tersebut. Ia selalu merasa tak ada seorang pun yang dapat memahami dirinya, apalagi ketika ia benar-benar dalam posisi sebagai korban. Ia akan bersikeras kejadian ini merupakan akibat dari kesalahan orang lain. Bukan tidak mungkin, anak dengan masalah seperti ini bakal memprovokasi orang lain agar bereaksi negatif yang sama untuk memperkuat pembenaran atas dirinya.
5. Hiperbola
Anak dengan kecenderungan memiliki mental sebagai korban biasanya bersikap hiperbola atau melebih-lebihkan. Ia akan sering menggunakan kata "selalu" dan "tidak pernah" guna melebih-lebihkan keadaan. Alih-alih memperbaiki situasi, anak-anak ini akan terus mempersalahkan diri sendiri atau orang lain atas kegagalan yang dialaminya.
Moms, menghadapi anak dengan kondisi seperti ini memang tidak mudah. Anda harus bersikap tegas untuk menghilangkan pikiran negatif dalam benak Si Kecil dan memotivasinya untuk berani menghadapi masalah. Di sisi lain, Moms perlu bersikap sedikit lunak dalam mengarahkannya untuk lepas dari sikap victim mentality. Anak seperti ini biasanya kehilangan kepercayaan diri dan mereka sangat membutuhkan dukungan dari orang tuanya guna mengambalikan keyakinan pada diri sendiri.
Tidak semua orang tua memiliki kemampuan untuk menghilangkan victim mentality dari Si Kecil. Jika memang keadaan sudah berlarut, tak ada salahnya jika Moms meminta bantuan dari psikolog. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)