FAMILY & LIFESTYLE

Waspada, Pernikahan Sedarah Picu Penyakit Jantung!



Moms, pernah mendengar istilah incest? Kata ini memiliki arti hubungan atau pernikahan antara dua orang yang masih sedarah. Dalam agama, hubungan semacam ini sangat terlarang. Hampir di semua negara, fenomena incest atau konsanguinus dianggap sebagai hal yang tabu.

Sesungguhnya, bukan tanpa alasan pernikahan sedarah dilarang dan dianggap tidak normal. Para peneliti menemukan fakta bahwa hubungan seks antara suami dan istri yang masih sedarah akan memiliki efek terhadap kesehatan anaknya kelak, salah satunya adalah memperbesar risiko adanya penyakit jantung bawaan (PJB).

Dalam jurnal berjudul Risiko Penyakit Jantung Bawaan pada Perkainan Konsanguinus yang ditulis Aris Fazeriandy dan Muhammad Ali dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FKUSU) – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Medan, disebutkan bahwa anak dari hasil perkawinan gen yang sama (homozigot) berisiko lebih besar mengalami gangguan genetik.

"Mutasi atau ekspresi gen yang rusak dari satu atau lebih gen resesif berdampak lebih besar pada perkembangan embrio dan janin dengan gen yang sama," tulis peneliti dalam studinya.

Dalam hal ini, malformasi jantung bawaan (kelainan karena gagal terbentuknya jantung), dapat terjadi. Peneliti menyimpulkan, kejadian penyakit jantung bawaan meningkat bisa memiliki hubungan perkawinan sedarah. Tingkat risiko bisa 2 hingga 3 kali lipat terjadinya penyakit jantung bawaan.


Bukan Hanya PJB

Namun bukan hanya risiko penyakit jantung bawaan saja yang dihadapi anak dari pasangan sedarah. Berikut adalah penyakit atau cacat lahir yang kemungkinan besar terjadi pada anak dari pernikahan konsanguinus.

1. Talasemia

Pernikahan sedarah lebih berpotensi menimbulkan kelainan darah pada keturunannya, termasuk talasemia. Talasemia adalah kelainan darah yang diturunkan dari orang tua. Kelainan ini membuat penderitanya mengalami anemia atau kurang darah karena sel darah merahnya terus-menerus pecah.

2. Hemofilia

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah. Pasien dengan masalah hemofilia menjadi rentan mengalami pendarahan. Hemofilia juga termasuk penyakit genetik resesif atau diturunkan dari kedua orang tua.

3. Mikrosefali

Pada kasus ini, terjadi gangguan tumbuh kembang otak sejak dalam kandungan sehingga mengakibatkan lingkar kepala anak lebih kecil daripada ukuran rata-rata. Pertumbuhan dan kecerdasan anak pun menjadi tidak sama dengan anak lain pada umumnya.

Dalam sebuah penelitian, pernikahan antara sepupu yang terjadi di suatu daerah di Pakistan Utara telah menyebabkan 43 persen anak yang lahir mengalami mikrosefali. Penyebabnya adalah antar-sepupu memiliki 1/8 materi genetik yang sama dari kakek dan neneknya. Risiko ini tentu saja semakin tinggi jika hubungan incest dilakukan oleh saudara kandung. 

3. Albinisme

Albino adalah penyakit yang diturunkan secara genetik oleh kedua orang tua. Pada anak albino, tubuh tidak bisa menghasilkan pigmen melanin. Perlu diketahui, melanin adalah pembentuk warna kulit, rambut, dan mata. Seperti halnya hemofilia, albino merupakan penyakit genetik resesif sehingga hubungan sedarah dapat meningkatkan risiko anak mengalami kondisi tersebut.

4. Bibir Sumbing

Bibir sumbing merupakan kelainan berupa celah pada bibir atas. Celah ini bisa terjadi pada bagian langit-langit rongga mulut (cleft palate), bagian bibir saja (cleft lip), atau keduanya. Namun pada umumnya, hampir separuh kasus bibir sumbing melibatkan celah pada bibir atas serta rongga mulut. 

Meski penyebab pasti bibir sumbing belum diketahui, para ahli menduga bahwa gabungan antara faktor genetik dan lingkungan ikut berpengaruh. Apabila orang tua menderita bibir sumbing, risiko anak untuk memiliki kelainan ini akan semakin tinggi.

5. Dagu Mandibular Prognathism

Kelainan fisik ini menyebabkan rahang bawah tumbuh lebih panjang daripada rahang atas. Jika diperhatikan, dagu akan terlihat lebih memanjang. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)