TODDLER

Waspada, Moms! Ini Penyebab Kejang pada Balita Anda



Kejang merupakan salah satu kondisi pada anak yang sangat dikhawatirkan oleh orang tua. Umumnya, kejang dialami oleh anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun. Kenapa kondisi ini sangat mengkhawatirkan? Karena kejang kerap dikaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya dan risiko keterbelakangan mental sebagai efeknya.

Saat anak mengalami kejang, gerakan otot tubuhnya akan berkontraksi secara tidak terkendali. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan ataupun kelainan pada pengendalian sinyal listrik (neurotransmitter) dari pusat saraf otak ke otot-otot tubuh.

Umumnya, anak yang mengalami kejang bisa terlihat dari tubuh yang menghentak, bergetar, atau bahkan kehilangan kesadaran. Untuk mengatasinya, Moms perlu mengetahui penyebab kejang yang bisa menyerang anak, yaitu:

1. Demam tinggi

Demam merupakan salah satu penyebab paling umum dari kejang. Ya, kejang terjadi karena dipicu oleh peningkatan pesat suhu tubuh pada tahap awal infeksi, yang bisa terjadi sebelum orang tua bahkan menyadari jika Si Kecil terkena demam.

Biasanya, kejang yang diakibatkan oleh demam bisa dibilang tidak berbahaya dan bukan merupakan gejala penyakit serius. Sebagian besar kasus kejang demam tidak memiliki dampak jangka panjang. Kejang demam sederhana tidak akan menyebabkan kerusakan otak, kesulitan belajar, ataupun gangguan mental. Si Kecil yang mengalami kejang karena demam juga biasanya akan langsung sadar setelah kejangnya reda, walaupun ia akan merasa kecapekan.

Menurut dr. Yovita Ananta, Sp.A dari RS Pondok Indah - Pondok Indah, kejang demam sederhana merupakan kejang yang terjadi 1 kali dalam 24 jam, dengan durasi kurang dari 15 menit. Kejang ini ditandai dengan pola kejang umum (seluruh bagian tubuh), serta tidak terdapat gangguan neurologis.

Meskipun begitu, kejang akibat demam masih mungkin berulang saat anak mengalami demam di atas 38 derajat Celsius. Namun, tidak bisa diprediksi demam mana yang akan menyebabkan kejang. Bisa jadi anak yang mengalami kejang pada demam dengan suhu 38,5 derajat Celsius tidak mengalami kejang pada keesokan harinya, meski suhu tubuh sudah mencapai 39 derajat Celsius.

Baca juga: Cortical Dysplasia, Salah Satu Penyebab Umum Bayi Kejang

2. Epilepsi

Jika anak mengalami kejang dan keluar busa dari mulutnya, Anda perlu waspada ya Moms, karena kejang disertai mulut berbusa bisa jadi tanda anak mengalami epilepsi.

Epilepsi adalah gangguan pada sistem syaraf di otak, sehingga menyebabkan kejang atau perilaku tidak biasa, bahkan hilang kesadaran. Pada saat serangan epilepsi, terjadi gangguan berupa letupan listrik abnormal di otak yang bisa memengaruhi pola pergerakan dan kesadaran penderita.

Penting kita tahu, otak memiliki jutaan sel syaraf yang mengontrol cara berpikir, bergerak, dan merasa dengan mengirimkan sinyal listrik ke satu sama lain. Nah, jika sinyal listrik ini terganggu oleh letupan tersebut, maka akan menimbulkan epilepsi. Gangguan epilepsi ini bisa menyerang seluruh bagian otak (epilepsi umum) atau sebagian otak (epilepsi parsial).

Walaupun begitu, gejala epilepsi tidak selalu berupa kejang disertai mulut berbusa. Gejala ini bisa termanifestasi dalam berbagai bentuk, tergantung dari jenis epilepsi yang menyerang. Pada kasus epilepsi umum, gejala dapat terlihat dalam bentuk tangisan, seluruh tubuh mendadak kaku, tangan dan kaki kelojotan, disertai lidah tergigit dan mengompol yang berlangsung selama 30-60 detik. Pada kasus-kasus tertentu, anak bisa tiba-tiba jatuh lemas seperti pingsan. Sedangkan, pada serangan epilepsi parsial, gejala yang timbul dapat berupa gerakan berulang tanpa tujuan dan anak terlihat tidak dapat mengontrol perubahan perilakunya.

3. Meningitis

Penyakit meningitis juga bisa menyebabkan anak menjadi kejang. Meningitis adalah radang selaput otak yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Menurut Dr. dr. Dwi Putro, Sp, A(K), M.Med. dari RS Pondok Indah - Pondok Indah, ada 3 gejala khas yang menjadi tanda Si Kecil terkena meningitis, yakni demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Selain itu, kondisi tersebut juga ditandai dengan muntah, kurang nafsu makan, sakit kepala yang parah, leher kaku, serta tubuh letih dan lesu. (M&B/SW/Foto: Freepik)