Berenang merupakan salah satu kegiatan menyenangkan dan pastinya disukai anak. Namun, Moms juga perlu tahu sejumlah masalah yang mungkin timbul usai berenang.
Masalah higienitas menjadi isu penting ketika membawa balita berenang di kolam renang umum. Meski pihak pengelola membersihkan kolamsecara rutin, penyebaran penyakit saat berenang kerap jadi hal yang tak terelakkan lagi.
Baca juga: Jangan Pakaikan Bayi Pelampung Leher saat Berenang, Ini Bahayanya
Apa saja penyakit yang sering muncul setelah anak berenang? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini ya, Moms.
1. Diare
Walau rutin dibersihkan, faktanya air di kolam renang umum tetap mengandung sejumlah bakteri, seperti Shigella, Cryptosporidium, Norovirus, E. Coli, dan Giarda intestinalis. Bakteri-bakteri inilah yang bisa menimbulkan penyakit diare. Selain bakteri, air kolam renang juga bisa terkontaminasi parasit dari kotoran manusia. Parasit tersebut bisa menyebar dan tertelan Si Kecil tanpa disengaja.
Faktanya, meski rajin mandi, rata-rata orang memiliki sekitar 0,14 gram kotoran yang masih menempel di bokong. Jika terbilas air ketika berenang, residunya bisa mencemari air kolam renang, terlebih jika memang ada perenang yang tengah mengalami diare. Perlu diketahui, kotoran manusia mengandung jutaan kuman.
Sebagian besar infeksi diare di kolam renang disebabkan oleh bakteri Cryptosporidium yang bisa hidup di dalam air selama berhari-hari. Bakteri yang satu ini lebih tahan dari efek bakteri ketimbang kuman lainnya.
2. Muntaber
Muntaber atau gastroenteritis setelah berenang umumnya disebabkan oleh kelompok bakteri yang sama dengan diare. Cara kerjanya pun hampir sama. Muntaber menyebabkan usus meradang yang kemudian menimbulkan serangkaian gejala masalah pencernaan, mulai dari sakit perut, kram perut, diare, mual dan muntah, hingga demam yang terjadi secara bertahap sekitar 1-2 hari setelah berenang. Gejala muntaber pun bisa berlangsung sekitar 5-10 hari.
3. Swimmer's Ear
Telinga kemasukan air, masalah yang satu ini kerap dialami Si Kecil saat berenang. Meski terkesan masalah sepele, kemasukan air berpotensi menyebabkan infeksi telinga yang biasa disebut swimmer's ear. Infeksi ini terjadi akibat kelembapan dari sisa air dan bakteri Pseudomonas aeruginosa yang terperangkap dalam telinga sehabis berenang.
Kuman dan bakteri yang berkembang biak meluas dalam telinga anak bisa menyebabkan telinga menjadi bengkak dan kemerahan yang terasa panas serta nyeri. Dalam beberapa kasus yang cukup parah, telinga juga bisa mengeluarkan darah. Sementara itu pada kasus yang ekstrem, infeksi telinga ini bisa mengakibatkan demam dan rasa nyeri yang menyebar ke wajah, kepala, dan leher, serta terjadinya penurunan pendengaran.
4. MRSA
MRSA (Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus) adalah sejenis kuman staph yang resisten terhadap antibiotik tertentu. Sebagian besar infeksi MRSA adalah infeksi kulit (jerawat, bisul) yang mungkin dianggap sebagai gigitan laba-laba, berwarna merah, nyeri, hangat saat disentuh, bernanah, dan disertai demam.
MRSA tidak bertahan lama di kolam renang yang memiliki kadar pH tepat (7,2-7,8) dan sudah disterilkan dengan kaporit. Belum ada laporan MRSA yang menyebar melalui kontak dengan air rekreasi. Meski begitu, MRSA dapat disebarkan di kolam renang dan fasilitas umum lainnya melalui kontak langsung dan tidak langsung dengan pengunjung lain yang terinfeksi MRSA.
5. Hepatitis A
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh virus. Ada beberapa tipe hepatitis, tapi yang berpotensi mencemari air kolam renang adalah hepatitis A.
Hepatitis A ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui makanan, minuman, atau air yang terkontaminasi feses mengandung virus. Si Kecil bisa saja tertular hepatitis A saat ia tak sengaja menelan air kolam yang terkontaminasi virus tersebut.
6. Sakit mata
Bahan kimia, kuman, bakteri, atau urine yang mungkin berada di kolam renang juga bisa menimbulkan masalah pada mata anak. Tak jarang, mata menjadi merah setelah berenang. Dalam beberapa kasus, mata juga bisa terinfeksi sehingga menimbulkan kotoran atau belek berlebih. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)