KID

Sindrom Anak Tengah, Mitos atau Fakta?



Karakter seorang anak diyakini tidak hanya terbentuk dari kebiasaan, didikan, atau bawaan lahir. Urutan kelahiran pun kerap memengaruhi perilaku anak. Namun, benarkah anak tengah paling berpotensi mengalami masalah psikologis?

Pernahkah Anda mendengar istilah middle child syndrome atau sindrom anak tengah, Moms? Adalah Alfred Adler, dokter sekaligus psikolog asal Austria, yang mengungkapkan teori tentang hubungan urutan kelahiran dengan karakter anak pada 1964. Menurutnya, meski dirawat dengan cara yang sama, urutan kelahiran anak akan sangat memengaruhi perkembangan psikologisnya. Berdasarkan teori Adler:

  • Anak tertua akan memiliki sikap sebagai pengatur dan merasa memiliki kekuasaan tinggi yang disebabkan ekspektasi berlebih dari orang tua.
  • Anak bungsu akan diperlakukan seperti bayi yang manja dan tidak akan pernah bisa melampaui kakak-kakaknya.
  • Anak tengah sesungguhnya punya emosi yang stabil, tapi memiliki kesulitan untuk beradaptasi karena berada di antara saudara yang lebih muda dan lebih tua.

Anak tengah lebih sering punya masalah psikologis?

Teori inilah yang memicu anggapan bahwa anak tengah lebih sering memiliki masalah psikologis. Anak tengah akan merasa diabaikan oleh orang tuanya yang lebih memperhatikan anak sulung dan memanjakan anak bungsu. Anak tengah juga akan merasa karakternya tidak sekuat anak pertama atau anak bungsu sehingga terpicu untuk selalu berusaha membuktikan diri kepada ayah dan ibunya.

Sebagai kompensasi atas adanya perasaan diabaikan tersebut, anak tengah akan memiliki kecenderungan untuk berulah. Bukan tak mungkin, ia akan menjadi sosok pemberontak dengan tujuan guna mengalihkan perhatian orang tua dari anak tertua dan bungsu kepadanya.

"Anak tengah sering kali melakukan hal-hal ekstrem guna mendapatkan perhatian, seperti mewarnai rambut mereka dengan warna mencolok atau bersikap fanatik terhadap grup musik tertentu, karena mereka sangat ingin mendapatkan identitas sendiri," ujar Meri Wallace, terapis anak dan keluarga sekaligus penulis buku Birth Order Blues.

Jika anak tengah dibiarkan merasa terabaikan, maka ada kemungkinan kondisi tersebut akan memengaruhi karakternya hingga dewasa. Perasaan tak dianggap atau tak seistimewa kakak dan adiknya akan membuat anak tengah tidak memiliki kepercayaan diri. Hal itu tentunya akan menimbulkan masalah ketika ia menghadapi kehidupan sebagai orang dewasa.

Sementara itu, sikap harus terus mengalah terhadap anak sulung maupun anak bungsu juga berpotensi memicu stres pada anak tengah. Tanpa adanya intervensi orang tua, stres pada anak tentu akan berpengaruh negatif terhadap tumbuh kembang serta pembentukan karakter hingga dewasa.

Karena itu, Moms dan Dads perlu membagi perhatian yang sama rata kepada anak-anak Anda. Baik anak sulung, tengah, maupun bungsu, semua perlu mendapatkan tanggung jawab yang sama. Selain itu, Moms dan Dads sebaiknya tidak membandingkan di antara anak-anak sehingga tak ada anak yang merasa diistimewakan maupun diabaikan.

Emosi lebih stabil

Di sisi lain, anak tengah cenderung menjadi penengah di antara si sulung dan si bungsu. Hal itu akan menyebabkan emosi mereka lebih stabil dibandingkan kakak atau adiknya. Mereka lebih mudah untuk merasa setuju dan bersikap lebih baik karena harus sering berkompromi sepanjang hidupnya.

"Sering kali anak tengah harus mengalah kepada keinginan anak sulung dan kebutuhan anak bungsu," jelas Michelle P. Maidenberg, Ph.D, seorang terapis anak dan keluarga asal New York. Menurutnya, kondisi ini membuat anak tengah lebih mandiri dan memiliki ekspektasi lebih realitis dalam kehidupannya. Kondisi yang sama juga akan mendorong anak tengah untuk memiliki hubungan lain di luar keluarga sehingga mereka cenderung memiliki kehidupan sosial dan pertemanan yang lebih luas.

Dan, bukan hal mustahil, anak tengah akan lebih dekat dengan teman-temannya ketimbang orang tuanya. Hal tersebut karena di luar lingkungan keluarga ia mendapatkan perhatian lebih.

Teori tentang karakter anak tengah memang masih perlu diteliti lebih lanjut. Namun, tak ada salahnya buat Moms dan Dads untuk berusaha bersikap adil terhadap anak-anak sehingga tidak menimbulkan iri maupun masalah psikologis pada buah hati Anda. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)