Selama hamil, Moms perlu secara rutin memeriksakan kehamilan Anda. Pemeriksaan kehamilan tidak hanya bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan bumil, yang juga penting adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan janin dalam kandungan. Salah satu prosedur yang bisa dipilih untuk mengetahui kesehatan kandungan adalah amniocentensis.
Amniocentesis merupakan pemeriksaan diagnostik menggunakan cairan ketuban untuk mengetahui kemungkinan kelainan pada janin. Pemeriksaan ini dilakukan setelah usia kehamilan 15 minggu, dengan menusukkan jarum khusus ke dalam rahim untuk menyedot cairan ketuban. Penusukan jarum dilakukan di bawah panduan alat ultrasound, sehingga kecil kemungkinan jarum akan melukai janin atau plasenta.
Kapan Diperlukan Tes Amniocentensis?
Menurut dr. Irham Suheimi, Sp.OG dari RS Bunda, Jakarta, amniocentesis dilakukan untuk mengecek adanya kelainan bawaan atau kromosom, seperti risiko Down syndrome atau infeksi, seperti infeksi virus toksoplasmosis pada janin.
Amniocentesis juga bisa dilakukan untuk mengetahui jenis kelamin janin. Namun, kondisi bumil perlu diperhatikan. Jika bumil menderita penyakit khusus, seperti terjangkit HIV positif, kemungkinan amniocentesis tidak akan dilakukan untuk menghindari penyebaran infeksi dari ibu ke janin.
Dokter juga akan menyarankan untuk melakukan amniocentesis jika Anda berisiko atau mempunyai riwayat masalah kelainan darah, seperti perbedaan faktor rhesus, hemofilia, atau talasemia; sindrom kelainan pernapasan, kelainan bawaan pada tulang belakang (spina bifida), dan lain-lain.
Selain itu, jika ditemukan hal-hal yang dirasakan mencurigakan pada hasil USG rutin Anda namun dokter belum bisa mengetahui dengan jelas apa penyebab pastinya, maka kemungkinan besar Anda akan dianjurkan untuk menjalani tes ini, Moms.
Manfaat Tes Amniocentensis
Melansir laman Hello Sehat, tes amniocentensis bertujuan untuk mendeteksi risiko kelainan kromosom dan kelainan genetik pada bayi. Amniocentesis juga bisa menjadi cara mengobati kondisi cairan ketuban berlebih atau diistilahkan dengan polihidramnion.
Selain itu, pemeriksaan kehamilan ini dapat digunakan untuk mengecek apakah paru-paru janin sudah berkembang matang dan terbentuk sempurna sebelum kelahirannya. Biasanya, untuk melihat kematangan paru janin, amniocentesis dilakukan pada akhir usia kehamilan.
Tes ini juga dilakukan untuk memeriksa kesehatan janin, terutama adanya kemungkinan memiliki sensitisasi darah seperti sensitisasi Rh. Hal ini merupakan kondisi yang cukup kompleks dan dapat terjadi apabila tipe darah Moms berbeda dengan tipe darah Si Kecil.
Risiko yang Mungkin Terjadi pada Tes Amniocentesis
Walaupun amniocentesis memiliki manfaat baik, tes ini juga punya kemungkinan risiko dan dampak bagi kehamilan Anda, seperti:
1. Ketuban bocor
Ketuban bocor sangat jarang terjadi, hanya ada pada sedikit kasus. Normalnya cairan ketuban yang keluar usai menjalani tes amniocentesis akan berhenti dengan sendirinya dalam waktu satu minggu.
2. Infeksi
Amniosentesis juga dapat memicu infeksi rahim, namun kemungkinan ini juga kecil terjadi. Tes ini dapat menularkan infeksi yang Anda miliki ke janin, seperti hepatitis C, toksoplasmosis, dan HIV/AIDS.
3. Jarum mengenai janin
Selama menjalani tes ini, janin terus bergerak. Karena itu, ada kemungkinan bagian tubuh Si Kecil terkena dan tergores jarum yang menancap pada dinding perut.
4. Keguguran
Ada risiko kecil bahwa amniocentesis bisa menyebabkan keguguran, yakni kurang dari 1% dari seluruh kehamilan.
Untuk itu, sebaiknya konsultasikan terlebih dulu pada dokter mengenai tes ini agar Anda memahami dengan jelas prosedurnya dan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko yang tidak diinginkan. (M&B/SW/Dok. Freepik)