Moms mungkin sudah sering mendengar istilah mom-shaming, yakni ketika seorang ibu disindir atau dikritik berlebihan tentang gaya parenting atau atau karakternya secara umum sebagai seorang ibu. Tapi, apakah Anda pernah mendengar baby-shaming?
Ya Moms, seorang bayi juga dapat mengalami kritik pedas dan sindiran kejam, lho! Sayangnya, sama seperti banyaknya kasus mom-shaming yang sering terjadi tanpa disadari, baby-shaming juga sering muncul tanpa kesadaran pelaku dan korban. Hmmm⦠Apakah Si Kecil pernah mengalaminya?
Bisa Berujung pada Stres dan Depresi
Baby-shaming dapat menyerang siapa saja. Beberapa waktu lalu anak selebritas Tasya Kamila, Arrasya Wardhana Bachtiar, mengalami baby-shaming melalui media sosial. Warganet mengomentari dan mencela kondisi fisik Arrasya. Komentar "Jidat anaknya lebar" atau "Arrasya kurang gembul, masih kurus kelihatannya" tentu bukanlah hal yang baik untuk dilontarkan.
Bagi beberapa orang, mengomentari kondisi seseorang mungkin adalah hal yang normal dan bukan masalah. Atau malah, hanya 'iseng'. Melansir Tirto, Jane Cindy Linardy, psikolog dari Rumah Sakit Pondok Indah, menyatakan bahwa baby-shaming dapat dilakukan oleh siapa saja selama ia tak memiliki empati, menilai dirinya lebih baik, serta kurang peka dan kendali diri. Padahal, hal ini dapat memicu stres pada orang tua bayi yang dikomentari.
Komentar dan nasihat yang tidak diperlukan dapat membuat orang tua merasa tidak cukup baik untuk merawat anak mereka dan tidak percaya diri, sehingga sering berujung pada stres dan depresi. Orang tua juga dapat terpengaruh untuk mengikuti nasihat yang sebenarnya tidak sesuai untuk keluarga dan bayi mereka, yang hasilnya malah merugikan diri sendiri dan Si Kecil.
Trik Menghadapi Baby-Shaming
Jika Anda sering mengalami baby-shaming, maka ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk bijak menghadapinya, yakni:
1. Saring informasi dan hal-hal yang Anda dengar, Moms. Pilah mana yang dapat benar-benar membantu kondisi Anda dan Si Kecil. Bila hal-hal terdengar menyakitkan dan tidak cocok dengan kondisi Anda dan Si Kecil, maka Anda tidak perlu menghiraukannya. Bersikap bodo amat tidaklah salah dalam momen seperti ini.
2. Percaya pada diri sendiri dan Si Kecil. Tanamkan pada diri sendiri bahwa hanya Anda, Dads, dan Si Kecil yang paham betul tentang kondisi yang sebenarnya terjadi. Moms tak perlu menjelaskan berbagai hal tersebut kepada baby-shamer, pelaku baby-shaming, karena malah dapat memperpanjang diskusi yang tak sehat ini.
3. Bila ada yang mulai membanding-bandingkan Si Kecil dengan anak lain, jangan sampai rasa percaya diri Anda runtuh. Pasalnya, setiap anak memiliki laju pertumbuhan yang berbeda-beda.
4. Anda bisa minta baby-shamer untuk berhenti berkomentar. Gunakan kalimat yang tegas dan sopan. Katakan padanya bahwa hal yang ia lakukan sangatlah tidak sopan dan melukai perasaan Anda sebagai orang tua Si Kecil. Dengan begini, para baby-shamer yang tidak sadar telah melakukan baby-shaming bisa paham dan tidak melakukannya lagi di masa depan. (Gabriela Agmassini/SW/Dok. Freepik)