Sebagai seorang selebriti yang lahir dan besar di Ibu Kota, Ardina Rasti, 34, justru tak malu untuk melestarikan budaya Jawa. Dalam berbagai momen penting di hidupnya, istri dari Arie Dwi Andhika ini masih menggelar serangkaian upacara adat Jawa yang sangat tradisional.
Bahkan setelah menjadi ibu dari Anara Langit Adria Respati, 1 tahun 6 bulan, Rasti tetap melestarikan budaya Jawa melalui berbagai acara adat untuk putranya. Apa yang membuat Rasti begitu erat dengan adat dan budaya Jawa? Simak wawancara eksklusif kami dengan Rasti yuk, Moms.
Upacara adat apa saja yang pernah dijalankan?
Sebagai keturunan Solo, sejak saya masih kecil, orang tua saya sudah mengadakan berbagai upacara adat Jawa untuk saya, seperti tedak siten. Kebudayaan Jawa sudah sangat melekat di diri saya, jadi ketika menikah tentu saja prosesinya mengikuti adat dan budaya Jawa, khususnya Solo, Jawa Tengah.
Saat menikah, saya menjalankan prosesi siraman, malam midodareni, dan berbagai prosesi pernikahan Jawa lainnya. Bahkan saat hamil dan sudah punya anak saja saya masih menjalankan adat dan budaya Jawa, yaitu dengan melakukan mitoni (upacara tujuh bulanan) dan tedak siten (upacara ketika anak pertama kali menginjakkan kaki ke tanah).
Kenapa masih memegang teguh adat & budaya Jawa?
Orang tua dan keluarga terdahulu sudah menjunjung tinggi adat dan budaya ini, yang sangat indah dan penuh makna baik. Lalu kalau semua keindahan itu harus berhenti di generasi saya, hanya karena saya malu dibilang kuno begitu misalnya, wah sayang banget, ya. Adat dan budaya Jawa itu justru keren menurut saya, sangat indah, dan penuh dengan doa-doa positif.
Jadi kalau ditanya kenapa masih memegang teguh adat dan budaya Jawa, jawabannya, kenapa tidak? Kita sedang melestarikan salah satu kekayaan budaya Indonesia, lagi pula makna di balik itu semua juga positif semua, kok.
Justru setelah saya menerapkan budaya Jawa sejak nikah, hamil, dan punya anak, beberapa teman yang ada keturunan Jawa Tengah jadi terinspirasi. Mereka akhirnya mau ikut melestarikan budaya Jawa juga, ada yang siraman, mitoni, dan tedak siten juga. Bukan cuma adat dan budayanya, makanan di acara-acara tersebut juga serba kuliner Jawa, lho. Kita harus bangga punya adat dan budaya seperti ini.
Upacara adat apa yang paling berkesan?
Buat saya dan suami, yang paling berkesan adalah upacara adat tedak siten. Ini adalah upacara ketika anak pertama kali menginjakkan kaki ke tanah. Tedak artinya menginjak, dan siten artinya tanah, jadi maksudnya tradisi ini dilaksanakan untuk menghormati bumi, tempat anak belajar menginjakkan kaki.
Walau tedak siten dilakukan di jam tidur siang Anara (yang saat itu usianya masih 7 bulan), tapi Anara enggak rewel, lho. Di tedak siten itu, Anara dibiarkan memilih satu dari beberapa benda yang mewakili berbagi profesi, ada mainan palu, stetoskop, pesawat, dan banyak lainnya. Nah, benda apa yang dipilih anak, katanya bisa menggambarkan profesinya kelak. Saat itu Anara pilih mainan pesawat, semoga artinya baik, ya, entah Anara jadi pilot atau bahkan jadi pemilik maskapai penerbangan.
Akankah meneruskan adat dan budaya Jawa pada Si Kecil?
Oh, tentu saja! Bagi saya dan suami, sayang banget kalau adat dan budaya di Indonesia, khususnya Jawa (karena kami keturunan Jawa) tidak dilestarikan. Anara harus mengerti budaya Jawa, dan harus bangga bisa meneruskan budaya yang indah ini. Nggak perlu takut dibilang kuno, karena maknanya pasti bagus. Terlebih, di setiap upacara adat yang kami terapkan, itu keluarga besar pasti ikut kumpul dan mendoakan kita yang baik-baik. Jadi bisa sekalian silaturahmi dengan keluarga, makin seru, kan! (M&B/Tiffany/SW/Dok. Ardina Rasti @story_machine)