FAMILY & LIFESTYLE

Mengenal Autisme Lebih Dekat



Meski bukan merupakan jenis penyakit yang dapat mengancam keselamatan jiwa, autisme tidak dapat dipandang sebelah mata. Apalagi, jumlah pengidapnya semakin meningkat dari tahun ke tahun, sejak awal abad ke-20. Menurut data Departemen Kesehatan (2013), prevalensi autisme di Indonesia diperkirakan telah mencapai 112.000 jiwa. Hal itu yang membuat PBB kemudian mencanangkan tanggal 2 April sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia.

Jika sebelumnya, penyebab autisme masih belum diketahui, namun kini riset ilmiah telah memberi 'angin segar' bahwa faktor genetika berperan besar. Tak serta-merta akibat gen bawaan yang rusak saat proses sintesis protein tertentu saja yang menjadi faktor penyebabnya, tetapi ada beberapa faktor lingkungan yang membuat peluang auitisme semakin besar. Di antaranya, kesehatan dan status gizi Sang Ibu selama kehamilan, komplikasi sebelum dan sesudah melahirkan, polusi, keracunan logam berat, serta alergi terhadap makanan tertentu.

Gejala autisme sebenarnya sudah bisa dideteksi sejak bayi berusia 9 bulan. Namun, perlu usaha bagi para orangtua untuk mengamati apakah bayinya memiliki risiko autisme atau tidak. Yang bisa diamati adalah apakah bayi sulit melakukan kontak mata, tidak bereaksi saat namanya dipanggil, atau tidak suka dipeluk. Semakin bertambah usia, orangtua bisa melihat gejala autisme akan semakin banyak.

Orangtua juga bisa menggunakan modified checklist for autism in toddler (M-CHAT) untuk mendeteksi apakah ada gejala autisme pada anak. Gagasan ini dibuat oleh Diana Robins dan Deborah Fein, psikolog saraf, serta Marienne Barton, psikolog klinis. American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan M-CHAT dilakukan saat anak berusia 1,5 tahun dan 2 tahun.

Bagi para orangtua yang memiliki anak autis, jangan berpikir anak tidak dapat sembuh. Mereka dapat sembuh, dalam arti dapat hidup mandiri, berperilaku normal, mampu berkomunikasi, bersosialisasi dengan baik, serta memiliki pengetahuan akademis yang sesuai tahapan usianya. Yang perlu dilakukan orangtua adalah memberikan anak terapi sedini mungkin supaya peluang 'kesembuhannya' semakin besar. Orangtua lah yang berperan penting untuk mendukung kesembuhannya dan selalu menyemangatinya. Anak autis dapat dibawa ke tempat terapi khusus dan juga bisa dilatih sendiri di rumah. (DC/Sagar/DMO/Dok. M&B)

Untuk mendapatkan informasi lanjut seputar autisme, Anda dapat membacanya di majalah Mother&Baby Indonesia edisi April 2014 ya, Moms!