FAMILY & LIFESTYLE

Tanya Jawab dengan Psikolog Soal Perselingkuhan Rumah Tangga



Perselingkuhan tentu menjadi salah satu masalah terberat dalam membina rumah tangga. Tak mudah menghadapi perselingkuhan, terlebih ketika Anda harus memilih untuk berpisah atau bertahan dalam rumah tangga yang telah ternoda. Untuk itu M&B telah menanyakan beberapa hal penting pada Wulan Ayu Ramadhani, M.Psi, psikolog klinis dewasa sekaligus founder @twitpranikah dan Pranikah.org, mengenai serba-serbi perselingkuhan. Simak tanya jawab kami dengan Wulan ya, Moms.

Apa yang disebut dengan selingkuh?

Ada 4 kriteria untuk disebut selingkuh, yaitu:

1. Ada ketertarikan: Entah ketertarikan intelektual, fisik, emosional. Tapi tertarik saja belum tentu telah terjadi perselingkuhan, ya.

2. Ada kedekatan: Baik kedekatan secara emosional maupun fisik.

3. Hubungan tersebut dirahasiakan.

4. Ada komitmen yang dilanggar.

Apa penyebab seseorang selingkuh?

Ketidakpuasan dalam pernikahan, karena terkadang seseorang memiliki ekspektasi yang tidak realistis pada pasangannya. Jadi setelah menikah, banyak orang yang merasa kebutuhannya akan dipenuhi oleh pasangan. Lalu kalau tidak terpenuhi, maka barometernya adalah melihat ke orang lain yang bisa.

Tapi kalau ditelusuri lebih dalam lagi, ini biasanya ada masalah tersendiri di dalam individunya dan di dalam hubungannya. Misalnya, dia punya kebutuhan afeksi yang cukup besar dan merasa pasangannya tidak dapat memenuhi. Nah, kalau sudah merasa seperti ini, ia akan merasa perselingkuhan bisa menjadi solusi dari masalah tersebut.

Bagaimana harus bersikap ketika diselingkuhi?

Biasanya korban perselingkuhan pasti langsung emosi, langsung marah ke pasangan. Namun ada juga yang denial. Jadi yang harus dilakukan adalah menenangkan diri sendiri, bukan melakukan konfrontasi dan mengonfirmasi ke pasangan. Kalau perselingkuhan itu terasa terlalu berat, ada baiknya pasangan mengambil jeda dan mengolah apa yang sebenarnya terjadi di diri kita. Artinya, korban tidak perlu langsung mengambil tindakan.

Seringkali korban perselingkuhan merasa ia harus segera mengambil tindakan, entah itu bercerai, melanjutkan pernikahan, atau memaksa pasangan memutuskan hubungan dengan selingkuhannya. Padahal kenyataannya, mengambil tindakan tidak bisa secepat itu.

Cek HP pasangan bisa cegah selingkuh?

Kalau pasangan sudah niat selingkuh, ia akan terus punya cara untuk berkomunikasi dengan selingkuhannya. Jadi memeriksa HP pasangan untuk mencegah perselingkuhan sepertinya tidak efektif. Namun jika pasangan tidak selingkuh, sering mengecek HP justru bisa mengganggu suatu hubungan karena ada pihak yang merasa insecure dan ada yang merasa dicurigai terus-menerus.

Selingkuh sekali, selingkuh terus?

Sebenarnya tidak selalu berulang, asalkan masalahnya bisa ditemukan dan solusinya terpecahkan. Ada juga orang yang tidak bisa jatuh cinta hanya dengan satu orang, atau tidak bisa punya pasangan seks hanya satu orang karena ia butuh eksplorasi. Ini yang akhirnya membutuhkan pemahaman terhadap diri sendiri sebelum menikah. Ketika perselingkuhan terjadi berulang, antara ia memang menikmati itu, atau ada masalah rumah tangga yang belum selesai (yang ia pikir selingkuh adalah solusinya).

Kenapa sulit melupakan sakitnya diselingkuhi di masa lalu?

Proses mengolah kenyataan pasangan berselingkuh itu adalah proses berduka. Sama seperti jika pasangan meninggal dunia, pasti akan ada saja peristiwa yang mengingatkan kita akan akan sosoknya. Sebal kalau ingat pasangan pernah selingkuh itu harus disadari sebalnya seperti apa, dan intensitas sebalnya sesering apa. Kalau masih sangat sering, maka artinya proses berduka tadi belum selesai.

Kalau sudah sangat mengganggu, lebih baik dibicarakan dengan baik dan dicari solusinya, karena jika tidak dilakukan bisa mengganggu interaksi dengan pasangan. Pasangan pun jadi tidak nyaman, karena ia terus dicurigai. Jangan-jangan justru rumah tangga yang penuh kecurigaan ini yang membuatnya selingkuh, karena tidak nyaman dengan pasangan.

Jika rasa curiga dan sulit percaya lagi sangat mengganggu, maka jangan ragu mencari solusinya ke psikolog pernikahan atau psikolog klinis dewasa. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)