TODDLER

Mengenal Enuresis, Kebiasaan Mengompol pada Anak



Mengompol merupakan bagian dari tumbuh kembang Si Kecil. Namun sampai kapankah mengompol dianggap sebagai sesuatu yang wajar dilakukan buah hati Anda? Pada umumnya, anak mulai merasakan bahwa kapasitas kemih mereka sudah penuh mulai usia 1 hingga 2 tahun. Pada periode ini, sebagian anak juga sudah mulai buang air kecil secara sadar.

Memasuki usia 2 hingga 3 tahun, Si Kecil akan mampu menahan keinginan untuk buang air kecil. Dan menginjak usia 4 tahun ke atas, biasanya ia sudah tidak mengompol lagi di malam hari. Lantas bagaimana jika anak masih saja mengompol pada malam hari saat usianya sudah di atas 4 tahun?

Nokturia vs Enuresis

Keinginan untuk buang air kecil pada malam hari, terbagi dalam dua kategori, yaitu nokturia dan enuresis. Nokturia adalah keinginan buang air dalam kondisi terbangun pada malam hari. Sedangkan enuresis adalah buang air kecil dalam keadaan tertidur atau yang biasa dikenal dengan istilah mengompol.

Si Kecil dapat dikatakan mengalami enuresis jika masih terus mengompol pada malam hari ketika usianya sudah di atas 4 atau 5 tahun. Enuresis sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:

• Enuresis primer: Kebiasaan mengompol yang menetap sejak bayi.

• Enuresis sekunder: Kebiasaan mengompol yang kambuh kembali setidaknya 6 bulan sejak terakhir kali berhenti mengompol.

Di Indonesia, sebanyak 2,3 persen pasien mengalami enuresis. Jumlah pasien pria dan wanita adalah 2 banding 1.

Penyebab Enuresis

Pada umumnya, enuresis pada anak terjadi karena beberapa faktor, antara lain produksi urine yang lebih banyak pada malam hari, kapasitas kantong kemih yang lebih sedikit, serta ketidakmampuan anak untuk bangun pada malam hari ketika muncul keinginan untuk buang air kecil. Selain itu, dua pertiga anak yang mengalami enuresis diketahui memiliki kadar hormon arginin vasopresin yang rendah pada malam hari.

Biasanya pada malam hari, hormon arginin vasopresin akan meningkat. Hormon inilah yang akan menyerap kembali air di ginjal sehingga produksi urine pun akan menurun. Tapi karena alasan tertentu, beberapa anak memiliki kadar hormon arginin vasopresin yang rendah pada malam hari sehingga memicu enuresis.

Menurut dokter Dr. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K), Kepala Departemen Urologi FKUI-RSCM dalam kegiatan virtual press conference dengan tema "Jangan Diamkan Nokturia dan Nokturnal Enuresis" pada 18 Desember 2020, faktor risiko yang menyebabkan anak bisa mengalami enuresis antara lain adalah:

• Riwayat keluarga. Anak memiliki risiko sebesar 44 persen untuk mengalami enuresis jika salah satu orang tuanya punya masalah yang sama. Risiko akan meningkat menjadi 77 persen apabila Moms dan Dads sebelumnya juga mengidap enuresis.

• Keterbelakangan mental.

• Gangguan psikologi.

• Gangguan tidur.

• Pembesaran amandel.

• Masalah buang air besar.

Saatnya Berkonsultasi

Moms perlu segera membawa anak untuk berkonsultasi dengan dokter apabila Si Kecil masih saja mengompol ketika usianya sudah di atas 5 tahun. Meski terkesan sepele, enuresis bisa berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak apabila dibiarkan. Anak yang mengalami enuresis cenderung akan:

• Mengalami gangguan emosi.

• Mengalami gangguan sosial.

• Menurunnya kepercayaan diri.

• Menarik diri dari lingkungan.

• Mengalami gangguan tidur.

• Memiliki potensi gangguan kesehatan.

Enuresis atau kebiasaan mengompol bisa ditangani dengan beberapa cara. Selain melatih anak secara mandiri untuk bangun dan pergi ke toilet saat keinginan berkemih timbul, enuresis juga bisa ditangani dengan sejumlah terapi, penggunaan obat, dan tentunya perubahan pola hidup serta pola makan.

Jika Si Kecil mengalami enuresis, Moms bisa mengurangi asupan protein dan garamnya pada malam hari. Selain itu, sebaiknya Anda juga tidak memberikan makanan atau minuman dengan kandungan kafein tinggi kepadanya.

Sedangkan pengaturan pola hidup bisa dilakukan dengan cara membiasakan anak untuk buang air kecil sebelum tidur. Anda juga perlu membiasakan Si Kecil untuk buang air kecil sekitar 6 kali dalam sehari.

Anak yang mengalami enuresis perlu mendapatkan penanganan serta pemeriksaan khusus. Jadi Moms jangan segan untuk membawanya ke dokter agar masalah ini bisa segera ditangani dengan cara yang tepat. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)