Moms tentunya sudah mengetahui bahwa pemerintah mewajibkan setiap orang untuk melakukan tes swab PCR atau swab antigen sebagai salah satu syarat bepergian menggunakan moda transportasi umum pada masa liburan akhir tahun 2020 ini. Namun sesungguhnya ada berapa jenis tes untuk mengidentifikasi penderita COVID-19, dan mana yang paling akurat?
Di Indonesia, setidaknya ada 3 jenis tes yang digunakan untuk membantu mengidentifikasi pasien COVID-19, yaitu rapid test antibodi, swab antigen, dan swab PCR (polymerase chain reaction). Ketiga memiliki fungsi yang berbeda, begitu pula dengan cara pemeriksaan sampelnya.
Rapid Test Antibodi
Jenis tes yang satu ini mungkin sudah sangat familiar di telinga Anda. Wajar mengingat rapid test merupakan jenis tes yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi pasien COVID-19 sejak awal pandemi. Tapi perlu diketahui, rapid test hanya merupakan skrining awal.
Pemeriksaan rapid test menggunakan sampel darah untuk diuji dengan menggunakan kit khusus. Tujuannya adalah untuk mendeteksi imunoglobulin atau antibodi yang terbentuk saat tubuh mengalami infeksi. Rapid test ini bisa dilakukan di mana saja dengan biaya yang relatif murah, berkisar 100 ribu rupiah. Dan Anda juga bisa mendapatkan hasilnya hanya dalam waktu 15 hingga 30 menit.
Selain dengan metode pengambilan sampel darah di jari, rapid test juga bisa dilakukan dengan pengambilan darah yang dimasukkan ke dalam tabung. Tes yang satu ini juga dikenal dengan nama tes serologi. Tujuannya sama, yaitu mendeteksi antibodi, baik imunoglobulin M (IgM) maupun imunoglobulin G (IgG) dalam darah. Jika hasil hasil tes serologi reaktif, maka kemungkinan tubuh sudah mengandung antibodi corona. Biaya tes serologi sedikit lebih mahal ketimbang rapid test dengan pengambilan sampel di ujung jari, yaitu berkisar 200 hingga 400 ribu rupiah.
Meski paling sering dilakukan, sesungguhnya tes ini memiliki tingkat akurasi yang paling rendah dalam mendeteksi keberadaan virus corona dalam tubuh. Pasalnya, antibodi bisa saja terbentuk karena infeksi lain dalam tubuh. Dalam sejumlah kasus juga muncul hasil false negative apabila rapid test dilakukan kurang dari 7 hari setelah terinfeksi.
Jenis tes ini hanya mendeteksi apakah Anda pernah mengalami infeksi di masa lalu. Perlu diketahui, antibodi tidak dapat terdeteksi hingga beberapa hari setelah infeksi dimulai. Tingkat akurasi rapid test antibodi untuk mengetahui penyakit COVID-19 hanya sekitar 18 persen dan bergantung pada kapan Anda melakukan tes setelah kontak dengan orang yang terinfeksi virus corona.
Namun apabila Anda mendapatkan hasil positif atau reaktif dalam tes antibodi ini, maka Anda perlu melakukan tes lanjutan berupa swab PCR guna memastikan keberadaan virus corona dalam tubuh. Berdasarkan Surat Edaran (SE) Kemenhub Nomor 22 Tahun 2020, hasil rapid test antibodi tidak bisa dijadikan surat untuk memenuhi persyaratan penggunaan moda transportasi umum selama periode libur 22 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Swab Antigen
Swab antigen sesungguhnya juga termasuk metode skrining awal untuk mengidentifikasi pasien COVID-19. Berbeda dengan rapid test antibodi, swab antigen dilakukan dengan menggunakan sampel berupa lendir yang diambil dari hidung atau tenggorokan melalui proses swab. Cara kerja swab antigen adalah dengan mendeteksi protein virus (antigen) dalam jumlah banyak. Nah, virus corona yang masuk ke dalam tubuh akan terdeteksi sebagai antigen dalam sistem imunitas dan akan menghasilkan sinyal positif.
Namun swab antigen memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi apabila dilakukan setelah masa infeksius atau setelah hari ke-10 setelah muncul gejala. Bisa saja tes menunjukkan hasil negatif, tapi Anda sudah menularkan penyakit kepada orang lain.
Tes swab antigen dinilai punya tingkat akurasi lebih baik ketimbang rapid test antibodi, sehingga Anda bisa menggunakannya untuk memenuhi persyaratan penggunaan transportasi umum jika dilakukan dalam kurun waktu 3 x 24 jam sebelum keberangkatan. Tapi swab antigen juga belum bisa mendeteksi keberadaan COVID-19 seakurat swab PCR.
Swab PCR
Hingga kini, swab PCR dinilai sebagai cara paling efektif untuk mendeteksi keberadaan virus corona dalam tubuh. Jenis pemeriksaan ini menggunakan sampel lendir dari hidung atau tenggorokan. Kedua area tersebut dipilih karena menjadi tempat virus untuk menggandakan diri.
Virus yang aktif akan memiliki material genetika yang bisa berupa DNA atau RNA. Pada virus corona, material genetiknya adalah RNA. Material ini yang diamplifikasi dengan RT-PCR sehingga bisa dideteksi. Metode ini membutuhkan waktu pemeriksaan yang cukup lama karena melalui dua kali proses, yaitu ekstraksi dan amplifikasi.
Biaya untuk melakukan swab PCR memang cukup mahal, yaitu di atas 850 ribu rupiah. Saat ini sudah cukup banyak rumah sakit atau laboratorium yang menyediakan jasa swab PCR, baik menggunakan sistem walk in, drive thru, maupun in house service. Seperti halnya swab antigen, hasil swab PCR diperlukan sebagai persyaratan jika Anda akan bepergian menggunakan transportasi umum selama masa liburan kali ini.
Namun jika Anda melakukan kontak atau ada anggota keluarga yang terdeteksi COVID-19, maka Anda bisa mengajukan permohonan swab secara gratis dari puskesmas setempat. Hanya saja, hasil swab melalui instansi pemerintah biasanya akan lebih lama ketimbang Anda melakukan swab secara mandiri. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)