Ada banyak hal yang bisa menyebabkan keguguran di awal-awal masa kehamilan. Salah satunya adanya kelainan perkembangan janin, seperti triploidy syndrome atau sindrom triploid. Triploidy syndrome merupakan kelainan kromosom langka yang muncul saat proses pembuahan.
Bayi yang lahir dengan sindrom ini memiliki rangkaian kromosom tambahan, dan sering kali menyebabkan keguguran di awal masa kehamilan. Meski begitu, terkadang janin dengan sindrom triploid dapat lahir dan bertahan hingga beberapa hari, minggu, bahkan bulan. Yuk, ketahui lebih dalam soal triploidy syndrome dengan penjelasan berikut, seperti yang dilansir dari Parents.
Penyebab
Normalnya, manusia memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 1 pasang 23 kromosom. Sepasang kromosom terbentuk dari 1 set kromosom ibu dan 1 set kromosom ayah. Namun, janin yang memiliki triploidy syndrome memiliki tambahan 1 set kromosom, menjadikan jumlah total kromosom yang dimiliki sebanyak 69 buah per sel.
Menurut National Organization for Rare Disorders (NORD), set kromosom tambahan bisa datang dari kedua orang tua saat proses pembuahan. Hingga kini, tidak ada bukti yang menyebutkan bahwa sindrom ini bisa diturunkan melalui keturunan. Usia ayah dan ibu saat juga diketahui tidak berpengaruh.
Peristiwa Langka
Sindrom triploid bukanlah kelainan kromosom yang umum. Sebuah studi yang dimuat National Center for Biotechnology Information pada tahun 2017 melaporkan bahwa hanya sekitar 2-3% kehamilan memiliki sindrom triploid.
"Sindrom ini menyebabkan 20% keguguran dini. Sindrom triploid diperkirakan terjadi pada setiap 1 dari 3.500 kehamilan di minggu ke-12, 1 dari 30.000 di minggu ke-16, dan 1 dari 250.000 di usia kehamilan 20 minggu," tulis para peneliti pada studi ini. Selain itu, studi ini juga menemukan bahwa 2/3 bayi yang memiliki sindrom triploid adalah bayi laki-laki.
Gejala
Sering kali triploidy syndrome tidak terdeteksi hingga ibu mengalami keguguran. Namun, ada kalanya sindrom ini memberikan gejala pada ibu dan efek samping pada janin yang lahir.
Ketika janin memiliki triploidy syndrome, ibu hamil dapat didiagnosis dengan gejala awal preeklampsia, menurut Brian Shaffer, M.D., profesor di Department of Obstetrics & Gynecology (Maternal Fetal Medicine) di Oregon Health & Science University, beberapa karakter umum preeklampsia adalah hipertensi, pembengkakan, dan tingginya kadar protein pada urine. Pada pemeriksaan ultrasound, dokter dapat menemukan kadar cairan ketuban yang rendah, perkembangan janin yang tidak normal, atau disfigurasi janin.
Menurut dr. Shaffer, pengaruh sindrom triploid pada janin dapat berbeda-beda sesuai dengan kromosom tambahannya. Jika janin mendapat set kromosom tambahan dari ayah, maka plasenta dapat tumbuh sangat besar dengan jaringan yang mirip dengan kondisi medis bernama hydatidiform mole, dan kepala janin yang tampak kecil. Sedangkan jika set kromosom tambahan didapat dari ibu, maka perkembangan janin dapat bermasalah, kepala janin tumbuh sangat besar, dan plasenta sangat kecil.
Janin yang berhasil selamat hingga lahir dapat memiliki cacat jantung, otak, tulang belakang, hati, ginjal, dan kantong empedu. Menurut NORD, beberapa karakter fisik yang dapat muncul adalah rahang yang kecil, bibir sumbing, mata yang membelalak, hidung yang pesek, dan jari-jari yang berselaput.
Diagnosis
Biasanya, dokter bisa mengenali sindrom ini melalui hasil pemeriksaan darah dan ultrasound yang tidak normal. Namun untuk mendiagnosisnya, dokter perlu melakukan analisis kromosom untuk menghitung jumlah kromosom janin. Metode yang dilakukan adalah dengan mengambil sampel dari cairan ketuban atau plasenta. Setelah bayi lahir, dokter juga dapat mendiagnosisnya dengan memeriksa kromosom bayi dari sel kulitnya.
Triploidy syndrome berbeda dengan trisomy syndrome. Sindrom trisomi memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, sedangkan sindrom triploid tidak. Unique, yayasan untuk masalah genetik dan kromosom langka, mencatat bahwa seorang bayi dengan sindrom triploid dapat bertahan hidup paling lama selama 10,5 bulan. Pada sindrom trisomi terdapat tambahan kromosom, berbeda dengan sindrom triploid. (Gabriela Agmassini/ND/Dok. Freepik)