BABY

Cortical Dysplasia, Salah Satu Penyebab Umum Bayi Kejang



Meskipun terdengar menyeramkan, kejang pada bayi termasuk hal yang cukup umum terjadi. Pada bayi, kejang biasanya hanya terjadi pada bagian tubuh tertentu dan tampak seperti gerakan biasa, tapi terjadi berulang dan identik. Walaupun begitu, pada beberapa kondisi, kejang bisa menandakan adanya gangguan yang serius, seperti cortical dysplasia.

Mengutip Verywell Family, cortical dysplasia berkaitan erat dengan kejang, epilepsi, dan perkembangan yang terhambat. Untuk itu, deteksi dini sangatlah penting agar tindakan penanganan dan perawatan bisa tepat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu Anda tahu seputar cortical dysplasia, Moms.

Baca juga: Jika Bayi Kejang Namun Tidak Demam, Lakukan Ini, Moms!

Genetik atau kecelakaan

Pada kasus yang umum, cortical dysplasia disebabkan oleh perkembangan otak bayi yang tak sempurna. Saat masih di dalam kandungan, sel-sel otak Si Kecil akan membentuk lapisan terluar otak. Namun, pada beberapa anak, sel-sel otak gagal membentuk lapisan tersebut. Akibatnya, otak bisa mendapatkan sinyal yang salah atau tidak sama sekali, yang berujung pada fungsi otak yang terganggu.

Selain itu, cortical dysplasia juga bisa disebabkan oleh adanya kecelakaan di bagian kepala yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi otak atau masalah genetik.

Gejala cortical dysplasia

Gejala cortical dysplasia yang paling umum adalah kejang. Kejang terjadi akibat adanya lonjakan elektrik di otak yang tidak terkontrol, sehingga menyebabkan berbagai gejala yang bervariasi, tergantung pada bagian otak mana yang terdampak. Kejang bisa menyebabkan perubahan perilaku, pergerakan, perasaan, dan tingkat kesadaran.

Jika kejang terjadi 2 kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam dan penyebabnya tidak diketahui, maka kondisi ini termasuk sebagai epilepsi. Selain itu, beberapa anak juga bisa mengalami gangguan belajar.

Mengutip laman resmi Children’s Health, jenis kejang yang dapat menjadi gejala cortical dysplasia antara lain:

  • Tonic-clonic seizure: bisa berupa gemetar yang dikombinasikan dengan tubuh yang menjadi kaku, rahang yang mengatup, dan menggigit lidah.
  • Absence seizure: kejang tipe ini bisa berupa tatapan kosong. Selain itu, Si Kecil juga dapat berhenti bergumam atau bicara secara tiba-tiba, lalu bicara lagi. Ia juga dapat mulai bergerak secara berulang-ulang, seperti mengecap bibir atau menggerakkan tangan.

Terkadang sebelum kejang, Si Kecil bisa mencium aroma yang sebenarnya tidak ada, merasa kebas, atau merasakan sensasi menggelitik.

Tipe yang paling umum

Focal cortical dysplasia (FCD) adalah tipe cortical dysplasia yang paling umum ditemukan pada anak. Ini merujuk pada kondisi terjadinya malformasi perkembangan otak, di mana neuron terbatas hanya pada zona fokus (focal) di setiap lobus korteks serebral.

FCD merupakan penyebab umum terjadinya epilepsi dan kejang parah (intractable epilepsy) pada anak. Kejang parah merupakan kejang yang tidak bisa dikontrol oleh medikasi. Sedangkan epilepsi akibat FCD bisa sangat sulit diatasi.

Cara mendiagnosis

Untuk mendiagnosis epilepsi, dokter akan melakukan tes fisik mendetail pada bayi, menanyakan riwayat medikasi yang pernah didapatkan Si Kecil dan keluarga Anda, serta mempelajari lebih banyak soal bagaimana kejang terjadi dan observasi yang telah Anda lakukan. Jika dokter mencurigai adanya cortical dysplasia, maka tes EEG dan tes sampel jaringan merupakan rekomendasi utama selanjutnya.

Cara mengatasi dan merawat

Perawatan anak dengan cortical dysplasia akan berfokus untuk mengontrol kejang. Jika anak didiagnosis dengan epilepsi, maka sangatlah penting bagi Si Kecil untuk memulai perawatan sedini mungkin. Epilepsi yang tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan risiko kecelakaan akibat kejang. Selain itu, kejang juga bisa memberikan kerugian akademis maupun sosial kepada Si Kecil.

Setelah seluruh tes dilalui, dokter dapat merekomendasikan:

1. Medikasi: obat-obatan anti-epileptik untuk mengontrol kejang. Meskipun bisa menyebabkan efek samping, seperti lemas dan ruam, tapi medikasi ini dapat mendorong Si Kecil untuk hidup dengan normal. Namun, kejang dapat sulit dikontrol oleh medikasi pada anak dengan cortical dysplasia.

2. Operasi: jika kejang terjadi sangat sering sehingga mengurangi kualitas hidup Si Kecil, maka tindakan bedah atau operasi dapat diperlukan. Tindakan operasi dapat berupa menghilangkan bagian otak yang menjadi sumber kejang atau menanam alat kecil yang membantu meregulasi aktivitas elektrik otak.

3. Pola makan: pola makan yang ketogenik, yakni pola makan yang tinggi lemak namun rendah karbohidrat, dapat dianjurkan untuk diterapkan pada Si Kecil. Pola makan ini dapat membantu mengurangi kejang.(M&B/Gabriela Agmassini/SW/Foto: Cookie_studio/Freepik)