Moms mungkin sudah tak asing lagi dengan penyakit tipes atau demam tifoid. Ya, hal ini tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa demam tifoid masih menjadi penyakit endemik di Indonesia. Pasalnya, penyakit ini tergolong mudah menyebar, yakni melalui makanan.
Jika sudah terjangkit, tidak terdeteksi, dan tidak ditangani dengan baik, demam tifoid bisa menyebabkan kematian. Mirisnya, demam tifoid lebih banyak menyerang anak-anak daripada orang dewasa. Untuk itu, mengetahui gejala awal dan cara pencegahannya sangatlah penting.
Hal tersebut dijelaskan oleh dr. Suzy Maria, Sp.PD-KAI., dokter spesialis penyakit dalam, pada peluncuran Kampanye #SantapAman yang diadakan oleh Sanofi Pasteur Indonesia 11 November lalu. Mau tahu lebih banyak? Yuk, simak uraiannya berikut ini, Moms!
Menyerang anak-anak lewat makanan
Di Indonesia, prevalensi demam tifoid cukup tinggi, yaitu mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Di Jakarta sendiri, diperkirakan insidensi demam tifoid adalah 148,7 per 100.000 penduduk per tahun pada rentang usia 2-4 tahun dan 180,3 pada rentang usia 5-15 tahun. Wah, bahaya ya, Moms!
Dokter Suzy menyatakan bahwa demam tifoid termasuk sebagai foodborne disease, atau penyakit yang menular melalui kontaminasi kuman pada makanan. Demam tifoid sendiri disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi. Sayangnya, kontaminasi kuman ini pada makanan berpotensi untuk selalu terjadi.
“Namanya makanan, enggak mungkin steril. Yang steril pasti alat-alat kedokteran di rumah sakit. Yang namanya makanan atau minuman, wajar jika terkontaminasi oleh bakteri atau virus,” kata dr. Suzy. Baik makanan siap saji, makanan yang dimasak di rumah, ataupun makanan yang beli di restoran, semua sama-sama memiliki peluang terkontaminasi bakteri.
Gejala awal
Karena termasuk penyakit yang cukup umum terjadi di Indonesia, maka gejalanya bisa tidak disadari oleh penderita. Gejala yang muncul mungkin bisa sangat ringan, namun bakteri tetap menetap di dalam tubuh dan menjadikan orang tersebut sebagai carrier.
Penyakit ini memiliki gejala demam yang meningkat secara bertahap di tiap harinya, yang cenderung lebih tinggi ketika malam tiba. Demam ini juga disertai dengan nyeri otot, sakit kepala, kelelahan, lemas, dan muncul ruam. Pada anak-anak, demam tifoid juga sering disertai dengan diare.
Selain itu, gejala juga dapat menyerang kondisi saluran cerna. Beberapa gejala umumnya adalah mual, muntah, diare, sulit BAB, diare berdarah, dan jika berujung pada komplikasi dapat menyebabkan kebocoran pada usus, sehingga zat-zat racun bisa menyebar ke seluruh tubuh, termasuk otak.
Dokter Suzy menyebutkan bahwa penyakit ini berpotensi fatal. “Tidak hanya menyerang saluran cerna, demam, tapi juga kalau tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan kematian,” tutur dr. Suzy.
Cara mencegah dan mengatasi
Menurut dr. Suzy, Anda perlu menanggapi serius saat didiagnosis dengan tipes atau demam tifoid, mengingat potensi bahaya yang bisa terjadi. “Pengobatannya harus adekuat, jangan anggap remeh demam tifoid karena bisa menyebabkan kematian,” kata dr. Suzy.
“Tifoid yang ringan, umumnya jika diobati dengan antibiotik akan membaik. Tapi misalkan gejalanya berat, penanganannya tidak kuat, pemberian antibiotik yang terlambat, atau sudah terlanjur bocor ususnya, maka kondisi ini dapat berpotensi fatal, pasien harus dioperasi, dan sebagainya,” kata dr. Suzy. Namun ada kasus di mana terjadi resistensi antibiotik, sehingga kuman tak sepenuhnya mati dan menjadikan penderita sebagai carrier.
Oleh karena itu, pencegahan demam tifoid sangatlah penting. Kabar baiknya, penyakit ini bisa dicegah dengan mudah. Sebagai foodborne disease, demam tifoid bisa dicegah dengan menjaga sanitasi dan kebersihan pribadi, bahan makanan, dan proses memasak. Anda juga perlu menghindari kontak dengan penderita demam tifoid.
“Tentu harus menjaga kebersihan tangan serta menjamin sumber makanan maupun proses makanan tidak terkontaminasi. Pastikan juga makanan tersebut dimasak dengan matang,” tutur dr. Suzy.
Sedangkan secara spesifik, Moms bisa membentuk kekebalan tubuh terhadap Salmonella typhi dengan mendapatkan vaksin tifoid. Vaksin ini sudah bisa diberikan sejak usia 2 tahun dan dilakukan secara berkala setiap 3 tahun sekali. “Kalau sudah divaksin tapi tetap terkena, ya tidak akan sakit berat,” kata dr. Suzy. (M&B/Gabriela Agmassini/SW/Foto: Freepik)