FAMILY & LIFESTYLE

Marhaban ya Ramadhan



Tak terasa sudah lebih dari setengah jalan kita melewati bulan Ramadhan. Cepat sekali rasanya, mungkin karena saking menikmati, ya. Walaupun bukan Muslim (saya penganut Kristen), saya selalu senang kalau bulan puasa tiba dan ikut tidak sabar menanti perayaan Idul Fitri. Sedari dulu pelaksanaan bulan puasa dan keseruan Lebaran sudah menjadi bagian memori masa kecil dan salah satu hal dikangeni saat saya kebetulan berkesempatan tinggal di luar Indonesia.

Banyak alasan kenapa bulan Ramadhan adalah salah satu masa favorit saya, hingga saat ini. Sebagai mamak-mamak rempong yang sulit turun gunung untuk bersosialisasi, saya senang karena di masa bulan puasa banyak kesempatan untuk reuni dengan teman berbagai geng dalam kancah bukber di sana-sini. Belum lagi kesempatan untuk menjajal berbagai tempat makan seru dalam suasana penuh canda tawa. Ditambah kesempatan mengenakan baju-baju kaftan cantik beraneka warna, menjadikan ritual update foto foto di sosmed di masa ini menjadi sangat berwarna dan produktif.


Tapi itu hanya bagian kecil dari alasan rasa sayang saya pada bulan Ramadhan. Saya bersyukur adanya “reminder” yang bisa mengingatkan kita akan pentingnya beramal dan bersedekah. Tidak saya pungkiri, terkadang akibat terlalu fokus pada keseharian, saya mudah lupa bahwa banyak yang membutuhkan uluran tangan kita. Tentunya informasi mengenai organisasi-organisasi yang membantu saluran bantuan dan dana pada mereka yang membutuhkan bisa menjadi jawaban akan rasa tidak yakin kemana kita bisa memberikan bantuan. Saya sangat berterimakasih untuk itu. Saya juga terharu melihat kenalan dan teman yang memanfaatkan momen bulan puasa untuk lebih mendekatkan diri pada penciptaNya. Memang sih, mestinya ya tiap saat kita selalu meluangkan waktu untuk bersyukur, tapi kalau memang ada momen tertentu yang membuat hati sangat tergerak, tentunya tidak perlu disinisi, namun dihargai dan dimanfaatkan. Ini juga pengingat lain bagi saya, untuk tidak hanya fokus pada yang duniawi.


Satu lagi “reminder” yang “ngena banget” yang saya dapatkan di bulan puasa berkenaan dengan sesuatu yang lebih trivial. Yaitu untuk menghargai makanan. Saat orang sekeliling saya berpuasa tidak makan minum, mau tidak mau saya jadi memikirkan “true value” dari ritual makan. Tiap harinya kita makan tanpa menyadari betapa berharganya dan mewahnya kesempatan itu. Pilih-pilih makanan. Sering tidak menghabiskan dan buang-buang makanan. Tidak memilih makanan sehat yang bernutrisi dan malah memilih junk food. Beberapa dosa yang kerap dilakukan. Karena sekarang saya seorang ibu, kebiasaan ini menjadi semakin terpikir, karena tentunya saya tidak mau anak saya memiliki kebiasaan buruk soal makan seperti diatas.

Banyak lagi hal-hal lain yang juga bisa dijadikan refleksi diri bagi saya dari nilai nilai dalam ibadah puasa. Untuk tidak begitu gampang bergosip dan bergunjing. Tidak gemar pamer. Menjaga perbuatan dan perkataan. Tidak menyimpan dendam dan mudah memaafkan. Nilai-nilai kebaikan yang sebenarnya sifatnya universal dan ada di dalam tiap ajaran keyakinan, namun sungguh beruntung saya karena dengan momen bulan puasa diingatkan betapa pentingnya menjaga ini semua dalam keseharian.

Dan sekarang saya tidak sabar menanti perayaan hari raya Idul Fitri, untuk merasakan suasana hangat kekeluargaan saat berkunjung ke rumah handai taulan yang akan menjamu dengan hidangan khas Lebaran yang enak-enak, untuk bertemu dan bersilaturahmi dan bermaaf-maafan dengan teman-teman dan saudara yang merayakan. Tidak sabar juga untuk memperlihatkan pada Lilou anak saya mengenai indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Selamat menunaikan sisa ibadah puasa bagi Moms yang menjalankan, semoga bulan suci ini membawa banyak berkah bagi kita semua.