Gangguan hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi momok yang sangat menakutkan dari tahun ke tahun. Prevalensi hipertensi di dunia, termasuk di Indonesia, sampai saat ini pun tetap tinggi.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 yaitu sekitar 34%, tidak berubah dari angka yang didapat pada survei tahun 2007. Penyebabnya adalah tingginya kasus baru hipertensi akibat tingginya faktor risiko hipertensi seperti diabetes mellitus (kencing manis), kegemukan, konsumsi garam yang tinggi, dan kebiasaan merokok.
Hipertensi tingkatkan risiko stroke, ginjal, dan jantung
Padahal, hipertensi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang menyerang organ-organ vital di tubuh. Jika tidak terkontrol, hipertensi dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakit jantung koroner dan stroke, gagal jantung, gagal ginjal, hingga kerusakan pembuluh darah retina yang bisa mengakibatkan gangguan penglihatan.
Tekanan darah dan risiko kerusakan organ berbanding lurus. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi pula risiko kerusakan pada jantung dan pembuluh darah pada organ ginjal atau otak. “Hipertensi meningkatkan risiko penyakit stroke, ginjal, dan jantung,” ujar dr. Erwinanto, Sp.JP (K), FIHA, FAsCC, Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) dalam Virtual Press Conference World Hypertension Day 2022, Selasa (17/5).
Dijelaskan oleh dr. Erwinanto, tekanan darah harus dikendalikan baik bagi pasien hipertensi maupun individu yang tidak menderita hipertensi. Bukti penelitian yang ada secara konsisten memperlihatkan bahwa penurunan tekanan darah bagi pasien hipertensi menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, stroke, dan gagal ginjal.
“Sedangkan bagi individu yang bukan penyandang hipertensi, tekanan darah juga perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya hipertensi. Setiap peningkatan tekanan darah sebesar 20/10 mm Hg, dimulai dari tekanan darah 115/75 mm Hg, berhubungan dengan peningkatan kematian akibat penyakit jantung koroner dan stroke sebesar 2 kali. Peningkatan tekanan darah juga meningkatkan kejadian penyakit ginjal secara bermakna,” lanjutnya.
Dokter Erwinanto mengimbau masyarakat untuk mengukur tekanan darah secara akurat guna mengetahui menderita hipertensi atau tidak. “Pengendalian tekanan darah yang dilakukan akan berdampak pada hidup lebih lama karena peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), stroke, dan ginjal,” ujarnya.
Tentang bagaimana hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan organ, dr. Djoko Wibisono, SpPD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH, menjelaskan, “Hipertensi yang tidak dikendalikan dan ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kematian akibat kerusakan organ. Hal ini dikenal dengan istilah Hypertension-Mediated Organ Damage (HMOD).”
“Dampak kerusakan organ yang disebabkan oleh hipertensi pada otak mengakibatkan stroke, pada jantung mengakibatkan penyakit jantung koroner, infark miokard, pembesaran jantung kiri, dan gagal jantung. Selain itu, hipertensi pada ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik (PGK) yang membutuhkan hemodialysis, hipertensi pada mata dapat menyebabkan retinopati yang berakhir dengan kebutaan,” tambahnya.
Mendeteksi dan mencegah hipertensi
Pada kesempatan yang sama, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Wakil Ketua InaSH, mengatakan, “Dengan bertambahnya usia, maka risiko hipertensi meningkat. Risiko hipertensi meningkat tajam pada usia 45 tahun. Pemeriksaan tekanan darah secara regular disarankan dimulai pada usia 18 tahun, terutama yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi atau penyakit kardiovaskular. Pasien diabetes berisiko mengalami hipertensi sehingga harus di lakukan pemeriksaan darah berkala untuk mendeteksi adanya hipertensi.”
Sementara, menurut dr. Djoko, komplikasi hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan tekanan darah baik dengan perubahan gaya hidup dan terapi farmakologi (obat). Adapun tips hidup sehat dengan hipertensi antara lain dengan:
- Menurunkan berat badan
- Mengatur diet dengan cara mengurangi konsumsi garam <5 g/hari, banyak mengonsumsi sayur dan buah, serta menghindari lemak berlebihan
- Berhenti merokok
- Olahraga secara teratur
- Minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter
- Stop konsumsi alkohol
- Mengendalikan stres dan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin serta periksa laboratorium untuk deteksi dini terjadinya komplikasi.
(M&B/SW/Foto: Senivpetro/Freepik)