FAMILY & LIFESTYLE

Hipertensi Ditemukan pada 70% Kasus Stroke, Yuk, Jaga Tekanan Darah!



Hipertensi atau dikenal dengan sebutan umum tekanan darah tinggi merupakan gangguan kesehatan yang harus diwaspadai. Bukan apa-apa, masalah yang satu ini bisa menyebabkan munculnya penyakit lain, contohnya stroke.

Ya, hipertensi dapat menyebabkan gumpalan darah otak mengeras dan aliran darah menuju otak terhambat sehingga memicu terjadinya stroke, mulai dari skala ringan (transient ischaemic attack) sampai skala berat yang bisa menyebabkan kecacatan atau bahkan mengancam jiwa, terutama jika hipertensi tidak ditangani.

Menurut dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Dokter Spesialis Saraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, hipertensi merupakan faktor risiko utama kejadian stroke. Setiap kenaikan tekanan darah sistolik 2 mmHg akan meningkatkan risiko stroke 10% pada orang dewasa. Hipertensi sendiri ditemukan pada 64-70% kasus stroke. Hal tersebut dijelaskannya dalam Media Briefing “Waspada Hipertensi Merusak Otak”, Rabu (31/9/2022).

“Secara mekanisme, tekanan darah tinggi menyebabkan kerusakan sel dinding pembuluh darah (sel endotel) dan mengganggu fungsi otot di dinding pembuluh darah nadi/arteri. Kondisi ini dapat membuat arteri kaku dan tersumbat. Bila arteri yang tersumbat ada di bagian otak, hal ini akan membuat otak tidak mendapatkan aliran darah dan oksigen yang cukup, sehingga semakin lama semakin banyak sel/jaringan otak yang mulai mati,” jelas dr. Eka.

Untuk informasi, penyakit stroke sendiri merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia. Pada 2021, secara global, diperkirakan 1 di antara 4 orang dewasa berusia di atas 25 tahun pernah mengalami stroke. Diperkirakan 13,7 juta penduduk dunia mengalami stroke pertama pada tahun tersebut dan lebih dari 5,5 juta orang meninggal.

Kenali dan kendalikan tekanan darah kita sendiri

Karena itu, mengelola hipertensi dengan baik sangat dibutuhkan agar bisa mencegah terjadinya stroke tersebut. Masyarakat diimbau untuk mengenali dan mengendalikan tekanan darah sendiri untuk menghindari penyakit berbahaya yang tidak diinginkan.

Salah satu bentuk kontrol tekanan darah adalah dengan rajin mengukur tekanan darah sendiri menggunakan home blood pressure monitoring (HBPM). Bagi pasien penderita hipertensi, mereka harus terus patuh dalam menjalani pengobatan dan pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala. Pasien stroke pun harus mengelola hipertensinya dengan baik agar tidak makin parah dan berakibat kecacatan menetap atau kematian.

Menurut World Health Organization (WHO) pada 2021 terdapat 1,4 miliar penduduk dunia hidup dengan hipertensi, dan hanya 14% yang memiliki tekanan darah terkontrol.

Hipertensi termasuk penyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan. Jika tekanan darah seseorang sudah mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi terkontrol. Kalau sudah terkontrol maka diharapkan bisa menghindari komplikasinya, salah satunya kerusakan otak seperti stroke.

Sayangnya, banyak orang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi karena acap kali tidak ada gejala. Sering seseorang terserang stroke tiba-tiba karena hipertensinya, tetapi si penderita tidak pernah tahu bahwa dirinya memiliki hipertensi. Oleh karenanya, hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau silent killer.

Dalam presentasinya, dr. Eka menjelaskan, “Seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Salah satu yang menjadi tantangan dalam penanganan hipertensi adalah pasiennya kadang tidak sadar kalau mereka mengidap hipertensi dan baru ketahuan saat tekanan darah sudah di angka yang sangat tinggi.”

Menurut dr. Eka, langkah paling awal untuk mencegah stroke adalah mengendalikan tekanan darah. “Perlu diperhatikan faktor-faktor risiko yang bisa menyebabkan hipertensi itu sendiri, seperti usia, obesitas, makanan yang terlalu mengandung garam dan sedikit kalium, kurang berolahraga, merokok dan konsumsi alkohol, hingga stres. Faktor risiko tersebut mampu membuat tekanan darah tidak stabil. Saat ini, ada dua faktor risiko tambahan yang juga perlu diperhatikan seperti udara dingin dan polusi udara,” tuturnya.

Hipertensi cenderung lebih tinggi saat udara dingin. Hal ini karena suhu rendah bisa membuat pembuluh darah menyempit secara sementara. Kondisi ini mampu meningkatkan tekanan darah karena akan lebih banyak tekanan yang diperlukan untuk memaksa darah melewati pembuluh darah lewat arteri yang menyempit. Sedangkan terkait polusi, banyak penelitian menunjukkan selain menyebabkan hipertensi, polusi udara juga meningkatkan risiko terjadinya stroke.

Ditambah lagi beberapa gaya hidup masyarakat perkotaan juga mampu memicu hipertensi, seperti diet yang tidak sehat dan cenderung memiliki gaya hidup yang sedenter. Gaya hidup tersebut dapat meningkatkan risiko hipertensi, yang merupakan faktor penyebab stroke juga. (M&B/SW/Foto: Freepik)