Perempuan memilih untuk tetap berkarier meski telah berumah tangga dan memiliki anak? Kenapa tidak? Berkaca dari pengalaman pribadinya, Wandha Dwiutari, seorang news anchor di salah satu stasiun TV nasional memilih menjalani multiperan sebagai ibu, pembawa berita, dan pebisnis.
Sebagai working mom, tentu tak sedikit tantangan yang dihadapi istri dari Haidhar Wurjanto, pemilik Es Teh Indonesia ini, mulai dari mengasuh anak, tantangan dari profesi yang dijalani, serta bisnis yang sedang dirintis. Lalu, bagaimana cara ibu dari Dilan Adnariz Wurjanto dan Adelea Rizhan Wurjanto ini juggling antara urusan keluarga, pekerjaan, juga bisnisnya?
Bagaimana pula cara pengasuhan yang dijalani dan kiat menjadi working mom yang bahagia ala ibu satu ini? Yuk, simak wawancara eksklusif M&B untuk lebih dekat dengan Wandha Dwiutari, Moms!
Bagaimana awalnya Wandha bisa berprofesi sebagai news anchor?
Bisa dibilang menjadi news anchor adalah salah satu cita-citaku saat kecil. Awalnya karena aku suka nonton serial Jepang yang mengisahkan profesi news anchor ini. Aku pikir news anchor adalah profesi yang keren dan bisa membuat kita terlihat intelek. Tetapi, saat SMA aku sempat hilang arah, tidak tahu mau jadi apa. Kuliah pun aku malah memilih masuk jurusan marketing communication, karena tidak mau mengikuti jejak kakakku yang masuk jurusan broadcasting, yang padahal kelihatannya seru juga.
Di semester akhir perkuliahan, salah satu temanku yang bekerja di sebuah stasiun TV nasional menawarkan aku untuk casting sebagai news anchor. Meski tidak punya basic sama sekali dalam membawakan berita, aku tetap ingin mencoba dan ternyata lulus. Dari situlah aku benar-benar mulai belajar bagaimana cara presenting dan membawakan berita, sampai akhirnya kini aku masih bertahan menggeluti profesi news anchor ini.
Apa tantangan yang Wandha hadapi saat berprofesi sebagai news anchor?
Selain menjadi news anchor, kebetulan aku juga bekerja di balik layar sebagai produser. Mungkin banyak yang mengira berprofesi sebagai news anchor itu enak, selesai presenting lalu bisa pulang. Tapi sebenarnya news anchor itu juga membuat berita. Ibaratnya news anchor itu seperti nakhoda, jadi kita harus tahu medan lautnya seperti apa.
Dua profesi yang aku jalani ini sama-sama menantang. Saat presenting tantangannya adalah bagaimana kita tidak terlihat salah meski sebenarnya kita berbuat salah (misalnya salah mengucapkan kata-kata) saat sedang live (di studio). Nah, kalau saat live report lebih menantang lagi, karena saat di lapangan kita harus menyesuaikan suasana di lokasi dan ada banyak distraksi, berbeda saat presenting di studio, di mana kita bisa baca dari teleprompter. Sementara itu, hal yang paling sulit saat menjadi produser adalah bagaimana kita memilih kata dan merangkai cerita yang menarik untuk disajikan ke penonton.
Seberat-beratnya tantangan yang aku hadapi saat bekerja, Alhamdulillah semuanya bisa terlewati. Tapi, sebenarnya yang paling berat adalah membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Karena kalau bekerja di media, akhir pekan itu tidak selalu libur. Apalagi di hari-hari besar seperti lebaran, biasanya kita tetap masuk. Selama 7 tahun bekerja, aku baru bisa merasakan lebaran hanya saat cuti melahirkan atau saat sedang hamil besar. Jadi memang aku harus pintar-pintar membagi waktu.
Pernahkah menerima komentar negatif karena menjadi working mom?
Pernah sih, dari lingkungan terdekatku malah. Katanya, “Kasihan ya, anaknya diasuh nanny.” Tapi untungnya aku tipe orang yang kalau denger omongan orang itu “masuk kuping kanan keluar kuping kiri”. Jadi ya sudahlah, yang penting anakku sehat.
Aku bersyukur sejauh ini anak-anak masih sangat dekat denganku. Kalau aku di rumah, mereka nempelnya sama aku. Segala urusan anak aku yang handle, misalnya menyuapi makan, memandikan, atau meniduri mereka, karena ini bisa jadi ajang bonding antara aku dan anak-anak. Pokoknya aku mencoba untuk semaksimal mungkin memberikan waktuku untuk mereka.
“Aku mencoba untuk semaksimal mungkin memberikan waktuku untuk anak-anak, terutama ketika aku berada di rumah.”
Sebagai working mom, sempat takut kehilangan momen tumbuh kembang anak enggak, sih?
Sempat! Sebagai ibu pasti kita ingin jadi saksi pertama dari setiap tumbuh kembang anak, misalnya saat mereka mulai berjalan atau melangkah. Aku sampai membisiki mereka, “Kamu jalannya tunggu bunda dulu ya, biar bisa direkam.” Alhamdulillahaku bisa menyaksikan momen langkah pertama Si Kecil.
Aku juga rela cuti saat anakku akan mulai MPASI, karena aku ingin jadi orang pertama yang menyuapi mereka makan. Kuncinya mungkin di komunikasi, ya. Sejak masih di dalam perut, aku memang suka ajak mereka ngobrol, mungkin karena itu mereka jadi ngerti, ya.
Momen berpisah dengan anak saat berangkat kerja jadi hal yang berat, ya?
Berat banget! Apalagi saat anak-anak masih bayi. Tiga bulan pertama sejak melahirkan adalah waktu terberat untuk aku meninggalkan mereka karena harus berangkat kerja. Tapi kuncinya memang komunikasi. Setiap H-1 aku bekerja, sebelum mereka tidur, pasti aku kasih tahu mereka aktivitas apa yang akan aku lakukan keesokan harinya. Misalnya aku bilang, “Besok bunda berangkat subuh ya, kalau misalnya kamu bangun dan bunda udah enggak ada, berarti bunda udah di kantor.” Alhamdulillah anak-anak mengerti. Jadi, kalau kita komunikasikan dengan baik, mereka juga akan mengerti dan memahami apa yang kita inginkan.
“Berkaca pada pengalaman pribadi, aku memutuskan untuk tetap bekerja meski sudah menikah. Minimal aku masih punya pegangan sendiri.”
Kenapa memilih tetap bekerja padahal suami sudah memiliki bisnis yang cukup besar?
Bisnis pasti ada pasang surutnya. Kalau sekarang bisnisnya sedang berjalan baik, ke depannya siapa yang tahu. Karena itu aku memilih tetap bekerja, minimal aku masih punya pegangan sendiri.
Aku juga berkaca pada pengalaman pribadiku. Kebetulan aku dididik dari orang tua yang sama-sama bekerja. Suatu ketika, ayahku sakit dan tidak bisa bekerja, untungnya ibuku masih bekerja saat itu. Jadi kehidupan keluargaku tidak pincang sebelah. Ibuku berjuang untuk menghidupi anak-anaknya saat ayahku sakit. Hal inilah yang membuatku ingin tetap bekerja dan tidak bergantung dengan suami. Lagi pula dari awal menikah aku sudah bilang pada suami bahwa aku ingin tetap berkarier, dan dia mendukung keinginanku. Apa pun yang menjadi passion-ku, suami akan mendukung.
Wandha juga berbisnis kosmetik. Bagaimana awalnya dan apa saja tantangan dalam berbisnis?
Tawaran teman untuk berbisnis kosmetik ini sebenarnya sudah ada sejak lama, tapi memang belum sempat jalan. Akhirnya saat pandemi aku dan temanku mulai serius menjalankan bisnis ini. Semua proses persiapannya dilakukan via zoom. Kita memilih mengeluarkan produk lip serum karena produk ini bisa dipakai sehari-hari dan membantu melembapkan serta merawat bibir tanpa harus memakai lipstik. Alhamdulillah produk yang kami jual diterima oleh masyarakat. Saat ini sudah hampir dua ribu pieces terjual.
Dalam berbisnis, tantangan yang aku hadapi adalah soal waktu, karena aku tidak bisa 100% fokus di bisnis. Untungnya aku memiliki tim yang sangat membantu. Mereka fokus pada produksi, sementara aku bisa membantu untuk ranah marketing, promo, atau konten.
Bagaimana cara pengasuhan anak yang Wandha dan suami jalani?
Sebenarnya tidak ada pakemnya, kami berdua trial dan error saja dalam pengasuhan anak. Kalau misalnya gaya parenting A tidak cocok untuk anak-anak kita, ya sudah, tidak dilanjutkan dan coba cara lain. Ilmu parenting kan sudah dapat dengan mudah ditemukan di media sosial saat ini, jadi kami berdua juga saling sharing.
Aku dan suami juga selalu berusaha kompak dalam mengasuh anak. Misalnya, saat aku marah, suami tidak boleh membela anak-anak, karena biasanya mereka akan cari pembelaan ke orang tua satunya saat dimarahi. Aku pun juga mengajak ibuku yang merupakan neneknya anak-anak untuk kompak soal pengasuhan yang kami terapkan. Untungnya ibuku bukan orang tua yang kolot. Beliau sangat terbuka dengan ilmu parenting baru. Jadi, di rumah parenting-nya kompak.
Apa saja tantangan yang dihadapi saat mengasuh anak?
Banyak, sih. Tapi Alhamdulillah kalau soal gadget, sampai saat ini anak-anak tidak pernah nonton YouTube di HP melainkan di TV, biar tidak ketergantungan. Saat susah makan, aku pun memilih untuk tidak memberikan gadget pada Si Kecil. Aku pikir, kalau mereka lapar, pasti mereka akan minta makan. Jadi, tidak perlu dikasih gadget untuk memaksa mereka makan. Aku ingin anak-anak makan dengan happy.
Tantangan lainnya mungkin ketika menghadapi anak tantrum. Bagaimana caranya agar aku tidak membentak mereka ketika tantrum itu adalah hal sulit. Belum lagi saat ini Dilan sudah tahu konsep baik dan buruk. Dia bisa bilang, “Bunda jahat. Mas Dilan enggak sayang sama bunda.” Fase-fase ini cukup menantanglah.
“Saya dan suami tidak memiliki pakem tertentu soal pengasuhan anak. Tapi kami berusaha kompak saja dalam mengasuh anak.”
Quality time Wandha dengan anak-anak seperti apa, sih?
Sesederhana memandikan mereka. Tapi saat memandikan anak-anak, aku coba membuat aktivitas seru dengan membuatkan kolam berisi bola. Jadi, anak-anak bisa sambil bermain. Mengantar anak-anak ke sekolah juga menjadi cara aku menghabiskan waktu dengan anak-anak, terutama saat aku libur bekerja. Selain itu, setiap minggu paling tidak aku ajak anak-anak ke playground. Aku menemani mereka main.
Wandha hobi lari, ya?
Dari dulu sebenarnya aku suka olahraga, tapi memang belum ada olahraga tertentu yang konsisten aku jalani. Nah, saat menyapih putraku, Dilan, aku mulai konsisten lari, karena orang-orang bilang saat menyapih nanti kita bisa gemuk. Hal ini membuatku cukup insecure. Makanya aku coba untuk lari. Dengan konsisten lari, ini cukup membantuku untuk menurunkan badan setelah melahirkan.
Awalnya aku paling tidak kuat lari. Baru treadmill 15 menit saja ulu hatiku bisa langsung sakit. Tapi, seiring berjalannya waktu, aku mulai menantang diriku sendiri, seberapa kuat dan jauh sih aku bisa lari. Ketika sudah mulai konsisten berlari, akhirnya aku jadi suka ikut event lari marathon. Aku juga semakin berambisi mengikuti event lari lainnya, bila event lari sebelumnya berhasil aku taklukan. Suamiku juga sangat mendukung hobi lari aku ini. Bahkan dia juga ikutan lari. Jadi, sekarang kami berdua terkadang juga lari bareng.
Tips menjadi working mom yang bahagia ala Wandha seperti apa?
Aku percaya bahwa keluarga yang bahagia tercipta dari ibu yang bahagia. Sebagai working mom, rasa lelah hingga burnout pernah aku alami. Untuk mengatasinya, aku meluapkan isi hatiku saat itu pada suami. Dengan begitu aku merasa bebanku lumayan berkurang.
Nah, supaya tetap happy, kita harus tahu apa yang kita senangi. Buatku, sesederhana menyetir mobil ke kantor sendiri saja sudah membuat aku happy. Jadi, apa pun yang membuat Moms senang, ya harus dilakukan, entah itu nonton drama korea atau apa pun yang kita suka. Ingat, ketika kita happy, anak-anak dan keluarga juga pasti happy. Ketika kita kalut, mereka juga pasti merasakan hal yang sama. (M&B/Vonda Nabilla/SW/Foto: Hadi Cahyono/Digital Imaging: Bagus Ragamanyu/Makeup & Hairdo: Rezy Andriati/ Location: Ra Suites Simatupang)