Pandemi COVID-19 telah melanda dunia selama lebih dari dua tahun. Banyak perubahan terjadi dalam pola hidup, tak terkecuali dalam proses tumbuh kembang anak.
Selama pandemi, ruang gerak sangat dibatasi. Alhasil, ruang eksplorasi anak untuk mengembangkan kemampuan otak, motorik, dan sensoriknya juga jadi lebih terbatas. Anak jadi tidak leluasa berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
Jadi, jangan heran jika generasi Alfa yang lahir ketika pandemi memiliki tantangan yang lebih kompleks. Mereka harus bisa menyesuaikan diri di tengah keterbatasan yang ada.
Bahkan menurut data yang dirilis oleh The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melalui program Learn the Signs. Act Early., 1 dari 6 anak berusia mulai dari 3 tahun mengalami penyesuaian pencapaian perkembangan, yaitu kondisi yang terjadi memengaruhi bagaimana anak-anak bermain, belajar, berbicara, bertindak, atau bergerak. Itulah alasan mengapa CDC perlu membuat penyesuaian surveillance milestone & tools, terutama pada checklist bagi anak berusia 15 hingga 30 bulan.
Dan data dari CDC ini sesuai dengan hasil polling yang dilakukan Enfagrow A+ bersama TigaGenerasi. Berdasarkan hasil jejak pendapat tersebut diketahui bahwa:
- 8,2 persen responden menyatakan anaknya belum mampu mengikuti instruksi 2 langkah ketika berusia 2 tahun.
- 4,2 persen responden menyatakan anaknya belum mampu mendorong tangan keluar lubang baju atau mendorong kaki keluar lubang celana saat dibantu berpakaian di usia 12 bulan.
Selain tantangan pada masa pandemi, generasi Alfa juga harus menghadapi tantangan klasik, yaitu digitalisasi dan otomatisasi yang kini diperkirakan para pakar maju sekitar 5 tahun lebih pesat. Kondisi ini tentunya menambah urgensi untuk mempersiapkan Si Kecil menghadapi masa depan yang dinamis.
Lantas bagaimana menyiasati tantangan yang dihadapi generasi alfa yang lahir di tengah pandemi? Nah, di sinilah diperlukan peran dari Moms dan Dads. Intervensi dini (sebelum usia sekolah) sangat diperlukan karena bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan Si Kecil untuk mempelajari keterampilan baru.
Intervensi yang dimaksud mencakup intervensi dalam stimulasi, nutrisi, serta lingkungan yang notabene adalah faktor yang sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak, terutama kecerdasan akademis dan emosionalnya.
“Selama pandemi, banyak situasi yang tidak menentu, sulit diprediksi dan terjadi banyak perubahan secara signifikan. Hal ini tidak hanya berat bagi orang dewasa, namun juga membingungkan bagi anak-anak dan berpengaruh pada tumbuh kembang Si Kecil,” kata Ajeng Raviando, Psi., psikolog anak dan keluarga.
“Di sini peran orang tua semakin penting untuk memastikan Si Kecil mendapatkan perasaan aman dan mendukung stimulasi untuk optimalkan kecerdasan emosionalnya,” lanjut Ajeng.
Dukung orang tua melalui A+ Masterclass
Untuk mendukung orang tua dalam melakukan intervensi terhadap pertumbuhan dan perkembangan Si Kecil, Enfagrow A+ menggelar acara A+ Masterclass yang diadakan di Jakarta pada 9 Oktober 2022 dan Surabaya pada 30 Oktober 2022. Menggandeng Ajeng Raviando, Psi., acara ini bertujuan untuk membantu orang tua memaksimalkan kecerdasan akademis dan emosional anak.
“Dengan semakin dekatnya era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dan ditambah lagi percepatan digitalisasi dan otomatisasi, Si Kecil yang lahir di masa pandemi menghadapi tantangan yang lebih kompleks, di mana persyaratan untuk sukses bukan hanya menjadi juara akademis di kelas saja, namun juga memiliki kecerdasan emosional,” ujar Lazuardi Putra, selaku Category Manager Nutrition Reckitt Indonesia.
“Kami menyadari bahwa para ibu membutuhkan sebuah panduan baru untuk menjawab ini. Karena itu, melalui A+ Masterclass kami ingin mendampingi para Ibu dalam upaya mereka mengembangkan kecerdasan akademis dan emosional Si Kecil serta mengingatkan akan pentingnya asupan nutrisi yang optimal bagi Si Kecil,” imbuhnya. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Dok. Enfagrow)