Program Explanatory merupakan embrio yang dilahirkan pada gelaran ARTJOG MMXXII tahun 2022 lalu sebagai bagian dari weekly performance. Di tahun ini, ARTJOG 2023 kembali menghadirkan edisi kedua Explanatory sebagai salah satu mata program performa•ARTJOG.
Mengusung semangat serupa, yaitu menciptakan sinergi antara seni rupa dengan seni pertunjukan, program Explanatory tahun ini memfasilitasi empat seniman (individu dan kelompok). Seniman yang berpartisipasi adalah Deni Septyanugroho (Wonosobo), Abi Muhammad Latif dan Dayu Prisma dari Studio Klampisan (Banyuwangi), Arief Wicaksono (Yogyakarta), dan Densiel Prisma Y Lebang (Jakarta).
Sejak Juli lalu, keempat seniman ini telah melakukan dialog, riset, serta proses kreatif penciptaan karya. Mereka merespons karya terpajang dalam ARTJOG 2023 menjadi sebuah bentuk seni pertunjukan baru yang ditampilkan pada Jumat dan Sabtu, tanggal 18 dan 19 Agustus 2023, pada pukul 19.30 WIB.
Deni Septyanugroho bersama Persatuan Tunanetra Indonesia menampilkan sebuah pertunjukan yang merespons Wirid Visual Bambang Ekolojo karya Butet Kartaredjasa. Pertunjukan ini menghadirkan respons tiga performer netra â Rizka Yunita, Robi Agus Widodo, dan Fauzi Muhammad Haidi melalui puisi, musik, dan monolog. Mengeksplorasi konsep tentang nusantara, karya ini menampilkan wirid netra dalam bentuk braille yang telah menempuh proses penciptaannya sejak 18 Juli 2023 lalu.
Densiel Prisma Y. Lebang menyajikan pertunjukan tari yang mengeksplorasi ruang personal dan rasa keterasingan dalam instalasi “Seperti Laut yang Gelap dan Misterius” karya Ipeh Nur Beresyit. Pertunjukan ini mengeksplorasi konsep spasialitas yang mencerminkan hubungan dinamis antara struktur ruang dalam masyarakat dan dampaknya terhadap individu. Ditampilkan dalam instalasi lorong dan gua, pengunjung secara langsung mengalami interaksi antara tubuh dan ruang yang sekaligus menciptakan pengalaman unik dalam menikmati sebuah performance.
Pertunjukan oleh Studio Klampisan menampilkan performance teatrikal merespons karya “Au Loim Fain” oleh Romi Perbawa. Merefleksikan kisah tragis buruh migran serta nasib serupa yang dialami banyak pekerja migran Klampisan, mereka menampilkan pertunjukan dramaturgi Layat, sebuah pertunjukan berdurasi panjang yang melibatkan partisipasi audiens melalui proses menjahit. Karya ini berupaya mengenang kisah tragis para pekerja migran, baik mereka yang berhasil kabur dan selamat, atau mereka yang pulang tak bernyawa.
Arief Wicaksono merespons karya Evi Pangestu berjudul “Forced Interaction”, sebuah lukisan berwarna mencolok dengan benda tiga dimensi menyeruak dari balik kanvas. Seniman difabel ini memandang bahwa karya Evi mengeksplorasi sebuah konsep vital yang memberikan titik reflektif terhadap kondisi dirinya. Sesi pertunjukan ini menyandingkan konsep pemberontakan dan kontrol dalam karya lukis Evi yang diam dengan respons personal Arief tentang konsep keterbatasan melalui performance gerak tubuh.
B.M. Anggana selaku kurator program performa•ARTJOG 2023 mengungkapkan bahwa program Explanatory tahun ini kembali menghadirkan formasi yang lebih mengedepankan inklusivitas serta kesetaraan akses. Meskipun semangat tersebut telah dimulai dalam program Explanatory pada tahun sebelumnya, tahun ini ARTJOG ingin lebih melebarkan akses serta partisipasi kawan difabel dalam apresiasi dan penciptaan karya seni. Momen ini diharapkan dapat memfasilitasi pertukaran pengetahuan serta proses apresiasi atas keunikan artistik masing-masing seniman. (M&B/SW/Foto: Dok. ARTJOG)