FAMILY & LIFESTYLE

Mom of the Month: Verlita Evelyn



Buat Moms pecinta sinetron Cinta Fitri, Anda tentu sudah tak asing lagi dengan sosok artis cantik Verlita Evelyn yang kala itu berperan sebagai Maya. Di saat menikmati ketenaran dan menapaki puncak kariernya, Verlita justru memilih silam dari dunia hiburan Indonesia dan menjalani peran barunya sebagai seorang ibu.

Ya, memilih fokus untuk mengasuh anak-anak di rumah menjadi salah satu alasan terbesar istri dari musisi Ivan Saba ini hilang dari layar kaca beberapa tahun belakangan. Perempuan yang memulai kariernya dari ajang Cover Girl sebuah majalah ini mengaku tak pernah menyesal dengan keputusannya. Membesarkan Jenoah Iverson Saba, Caleb Iverson Saba, dan Josephine 3rd Ivory Saba menjadi kesenangan tersendiri untuknya.

Bagaimana cerita keseruan Verlita mengasuh ketiga anaknya? Setelah tahun lalu kembali berakting di film Aku Rindu, apakah pemilik nama lengkap Verlita Evelyn Raymond ini akan kembali ke dunia sinetron? Sempat nyaleg, bagaimana pengalamannya? Dengan kesibukannya saat ini sebagai ibu rumah tangga dan mulai kembali ke dunia hiburan, bagaimana time management ala Verlita? Cari tahu jawabannya di wawancara eksklusif M&B dengan Verlita Evelyn yang menjadi Mom of the Month Juni 2024 berikut ini, Moms!

Absen di layar kaca, kangen enggak sih, berakting lagi?

Setelah menikah dan punya anak, aku sempat memutuskan vakum dari dunia hiburan karena memang sudah sepakat dengan suami ingin mengasuh anak-anak sendiri dan menikmati momen menjadi ibu. Tapi, aku sempat balik lagi ketika Noah dan Caleb sudah cukup besar. Nah, saat hamil Joey sampai dia berusia 4 tahun, aku full vakum dan ada di rumah.

Kalau ditanya kangen tidak berakting lagi, jelas kangen! Makanya tahun lalu aku kembali berakting di film Aku Rindu, garapan Key Mangunsong. Nah, saat kembali berakting, ada yang mancing-mancing nih, “Wih, bisa nih (akting lagi), gitu. Jadi mungkin akan sangat aku pertimbangkan kalau ada tawaran main film atau sinteron selama memang jadwalnya oke. Selain dari segi waktu, kalau PH-nya bisa menerima kondisiku, di mana sekarang aku kan sebagai seorang ibu dengan ‘banyak persayaratannya’, ya, mungkin saja akan aku ambil job-nya.

Bagaimana rasanya menjalani peran sebagai ibu?

Ternyata aku menikmati sekali menjadi seorang ibu. Aku sama sekali enggak pernah stres. Dari beberapa cerita yang ku dengar, ada beberapa ibu atau perempuan khususnya, yang mungkin dulu dikasih kesempatan berkarier luar biasa dan aktif, lalu tiba-tiba berhenti atau kehilangan sinarnya sejak jadi ibu dan jadi stres. Tapi, kalau aku justru happy banget.

Sebenarnya kan bisa saja aku pakai jasa babysitter, tapi aku memutuskan untuk mengasuh anak-anakku sendiri. Jadi memang kesenanganku di situ. Walaupun di rumah juga tidak sesempurna itu, bukan berarti aku juga meng-handle semua pekerjaan rumah sendiri, drama anak-anak juga tetap ada, dan situasi rumah kami tidak seideal itu juga sebenarnya. Tapi, aku tetap memilih untuk fokus mengasuh anak-anak di rumah.

Bagaimana mengasuh anak-anak dengan karakter mereka yang beda-beda?

Aku dan Ivan tidak pernah berhenti belajar dan upgrade diri dalam hal pola asuh, karena pola asuh itu kan selalu berkembang. Kita tidak bisa samakan pola asuh zaman dulu dengan sekarang. Begitu pun kalau kita baca dari buku atau informasi soal parenting di media sosial, tidak semua juga bisa diterapkan di masing-masing anak atau keluarga, karena kan kondisi anak, orang tua, value dalam tiap keluarga itu berbeda. Sebisa mungkin semuanya harus disaring agar tidak dijadikan patokan yang ideal. Karena kalau misalnya coba kita terapkan, lalu tidak berhasil, kita sebagai orang tua merasa gagal atau bersalah. Padahal kan tidak seharusnya begitu.

Nah, dalam mengasuh anak-anak, aku dan Ivan berusaha merendahkan ego dan selalu ada waktu berdua untuk ngobrol tentang apa yang terjadi di rumah, termasuk soal anak. Aku juga merasa beruntung karena mengasuh anak-anak sendiri tanpa nanny. Jadi setidaknya aku mengikuti dan lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh masing-masing anakku, karena sehari-hari kan aku sama mereka. Jadi paling tidak di masa golden age mereka, usia 1-5 tahun, aku hadir secara penuh. Sekarang kami juga masih terus berusaha bagaimana caranya agar anak-anak tetap terbuka sama kita meskipun mereka dalam posisi yang salah. Itu cukup sulit, apalagi untuk anakku yang paling besar, yang sudah masuk usia remaja.

Aku menikmati sekali jadi seorang ibu, tidak pernah stres sama sekali. Mengasuh anak-anak jadi kesenangan tersendiri untukku.

Punya aturan sendiri terkait penggunaan gadget di rumah?

Dulu waktu masih kecil-kecil, anak-anak hanya boleh menggunakan gadget di akhir pekan. Tapi, saat pandemi hadir, mereka sekolah online dan harus pegang gadget, itu merusak segala rules. Meski ada positifnya, mereka jadi “jago IT”, bisa bikin presentasi dengan software, segala macam, tapi sebagai orang tua, kami jadi harus agak fleksibel dan bikin aturan baru lagi.

Memang tidak bisa sesaklek dulu bahwa mereka hanya bisa pakai gadget di weekend, tapi kami harus agak perketat lagi dari alasan penggunaan gadgetnya itu untuk apa. Tapi, untungnya rumah kami itu ramai, jadi banyak distraksinya. Kalau lagi ngumpul, kita bisa main ular tangga, basket, atau main sepeda. Jadi masih ada opsi-opsi untuk anak tidak terus-terusan pegang gadget.

Anak-anak boleh terjun ke dunia hiburan juga kah?

Boleh aja. Cuma memang untuk pendidikan juga jangan sampai dikesampingkan. Saat zamanku, karena kondisi industrinya cukup berat, di mana waktu syuting itu tidak menentu, apalagi kalau main sinetron stripping, bisa sampai tengah malam, bahkan pagi hari, tentu ini jamnya tidak sehat, apalagi untuk anak-anak yang memang memiliki tanggung jawab untuk sekolah atau kuliah.

Kalau dulu aku bisa berkarier sambil sekolah, hingga kuliah pun aku bisa lulus dengan nilai baik, tapi kan belum tentu orang lain atau anak-anakku nanti. Kalau mereka ingin berkarier sebagai musisi mungkin akan lebih fleksibel. Tapi, lihat nanti saja bagaimana industrinya. Yang penting mau jadi apa pun mereka nanti, sebagai orang tua kami akan tetap mendukung apa yang ingin mereka capai.

Verlita kemarin nyaleg ya, bagaimana pengalamannya?

Kemarin aku maju untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif DPRD Provinsi Banten. Ternyata tidak mudah dan aku sudah tahu konsekuensinya selama aku tidak menggunakan money politic. Jadi aku jalani semampuku, yang penting aku sosialisasi kemarin, kalau jadi ya syukur, kalau tidak ya enggak apa-apa juga. Tapi, memang dari awal aku sudah niatkan untuk maju tanpa money politic, jadi enggak ada beban di aku. Kemarin aku coba tetap kerja dengan maksimal, tapi mungkin memang belum saatnya aku di situ.

Seberapa penting pendidikan untuk Verlita?

Penting banget! Meski dulu kita sekolahnya apa, tau-tau kerjanya tidak sesuai dengan jurusan, tetap pendidikan itu penting. Kebetulan tahun lalu aku baru lulus S2. Selain mengisi kekosongan di masa pandemi, tak ada salahnya untuk terus belajar. Meski ada yang bilang, “Percuma udah sekolah tinggi-tinggi, lulus cumlaude, tapi akhirnya jadi ibu rumah tangga juga,“ tapi aku tidak pernah merasa ilmuku sia-sia, karena jadi ibu itu kita justru perlu pendidikan yang benar untuk mendidik anak. Karena apa yang kita terapkan di rumah, yang kita sampaikan, tata bahasa kita, bagaimana kita bereaksi atau merespons sesuatu, pasti banyak yang melatarbelakangi, dan salah satunya pasti dari pendidikan.

Aku rasa upgrade diri dengan terus belajar itu perlu. Apalagi untuk aku yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengasuh anak-anak sendiri. Karena kalau tidak, bagaimana cara kita mendidik mereka, apalagi anak-anak sekarang itu lebih pintar dari kita. Bagaimana kita bisa catch up kalau tidak terus belajar, kan?

Pendidikan itu penting banget. Meski sudah sekolah tinggi dan jadi ibu rumah tangga, aku tidak pernah merasa ilmuku sia-sia. Kita perlu mendapatkan pendidikan yang benar untuk bisa mendidik anak. Karena apa yang kita terapkan dan sampaikan di rumah, bagaimana kita bereaksi atau merespons sesuatu, pasti banyak yang melatarbelakangi, dan salah satunya pasti dari pendidikan.

Anak sekarang lebih kritis dan tak jarang menyahuti omongan orang tua, bagaimana menurut Verlita?

Buatku selama konteksnya tidak kurang ajar, aku akan tetap menghargai. Kebetulan aku dan Ivan memang masih mengombinasikan pola asuh sekarang dengan pola konvensional. Maksudnya, anak boleh berpendapat, tapi dengan cara yang baik, jangan sampai loss juga. Jadi adat ketimuran tetap harus dijaga. Mereka bebas ngomong dan berpendapat, tapi tetap cara penyampaiannya harus sopan dan benar.

Bagaimana menjaga keharmonisan dengan pasangan?

Tidak ada cara khusus sih, kami jalani saja. Karena kalau berusaha keras untuk menjadi harmonis kayaknya malah jadi beban. Tapi, mungkin faktor yang membuat kami bertahan hingga saat ini karena kombinasi karakter kami masing-masing kali, ya. Ivan lebih kalem sedangkan aku lebih cerewet, dia introvert sedangkan aku extrovert.

Dalam berumah tangga, kami juga selalu berusaha untuk melibatkan Tuhan. Apa pun selalu didoain, jadi jangan jalan dengan kekuatan sendiri. Misalnya, kalau kami lagi ada masalah atau berantem, ya kita tetap doa bersama. Bagaimana pun keadaannya harus tetap ibadah bareng. Hal lainnya yang membuat kami harmonis mungkin karena Ivan selalu membawa aku ke circle-nya, bahkan sejak zaman pacaran. Pun aku sebaliknya. Jadi kita enggak ada curiga-curigaan. Aku tahu dengan siapa dia bekerja, berteman, begitu pun sebaliknya. Aku rasa ini juga membantu meminimalisir konflik antarpasangan.

Bagaimana time management ala Verlita?

Time management itu akan selalu berdasarkan prioritas, dan prioritas itu bisa berubah-ubah. Misalnya, kalau sekarang prioritasku adalah anak, maka aku akan kesampingkan urusan yang lain. Tapi, kalau misalnya anak-anak lagi enggak banyak tugas, lalu aku memutuskan untuk ambil kerjaan, maka aku akan fokus pada pekerjaan yang aku ambil. Masing-masing orang kan punya skala prioritas yang berbeda dan harus disesuaikan aja.

Aku juga enggak pernah saklek dan memaksakan kondisi. Sebisa mungkin jadi orang fleksibel, supaya kitanya enggak jadi stres. Kalau misalnya kerjaanku lagi padat, aku enggak akan ambil kerjaan baru. Dan kalau aku enggak bisa, aku akan ngomong dan enggak segan minta tolong, karena sebagai ibu kan kita juga terbatas, ya. Aku enggak mau kalau ujung-ujungnya anak-anak yang kena. Pada dasarnya kan mereka enggak butuh kita jadi sempurna, jadi aku usahakan supaya urusan atau kerjaanku tuh enggak padat banget.

Hal-hal yang membuatku dan suami harmonis mungkin karena kombinasi karakter kami. Suamiku introvert, aku extrovert. Kami juga selalu melibatkan Tuhan, apa pun kondisinya. Selain itu, membawa satu sama lain ke circle pertemanan bisa meminimalisir kecurigaan dan konflik antarpasangan.

(M&B/Vonda Nabilla/SW/Foto: Gustama Pandu/Digital Imaging: Raghamanyu Herlambang/Fashion Stylist: Gabriela Agmassini/MUA: Anastasia Tisa (@byanastasiatisa)/Hairstylist: Winda Juniansa (@windajuniansa.artist)/Wardrobe: Kaorie (@kaorie.id), Marumori (@marumori.official)/Location: Le Méridien Jakarta (@lemeridienjkt))