FAMILY & LIFESTYLE

Norisa Saifuddin: Selalu Memberikan yang Terbaik



Siapa bilang mengejar karier dan mimpi tanpa mengesampingkan “profesi” utama menjadi ibu adalah hal yang mustahil? Faktanya, Moms bisa menjalankan dengan baik juga seimbang berbagai peran di kantor, rumah, dan kehidupan sosial.

Untuk itu Mother & Beyond menghadirkan artikel Working Moms Lyfe, sebuah program yang didedikasikan untuk mengapresiasi para ibu bekerja dan perjuangannya dalam memberikan yang terbaik bagi keluarga.

Di Working Moms Lyfe perdana ini, M&B mengajak Mom Norisa Syaifuddin, Senior Vice President MarComm BCA, untuk berbagi cerita tentang suka dukanya menjadi wanita karier, ibu, dan istri. Yuk, simak obrolan Mother & Beyond dengan Mom Norisa!

Sudah berapa lama berkarier di dunia perbankan?

Saya berkarier di dunia perbankan sudah lebih dari 1 dekade, tepatnya sudah 17 tahun. Sebelumnya saya bekerja di industri advertising agency, pernah juga di media agency. Itulah yang menjadi bekal dan akhirnya membawa saya ke perbankan, karena saya fokus di marketing communication.

Seperti apa rasanya menjadi wanita yang berada di jajaran manajer sebuah bank swasta terbesar di Indonesia?

Tentunya bahagia dan bersyukur bisa mencapai posisi saya saat ini. Perjalanan yang saya kerjakan di perusahaan ini memang membuat kita juga jadi dihargai. Saat awal berkarier di sini, saya mulai dari level junior. Kemudian alhamdulillah karena selalu memberikan yang terbaik terhadap semua kepercayaan yang diberikan, akhirnya perusahaan pun terus mengapresiasi yang saya lakukan.

Akhirnya saya belajar untuk mengenali love language anak-anak saya, sehingga kehadiran fisik itu tidak lagi dihitung dari berapa lama saya ada di rumah, melainkan dari seberapa berkualitas waktu yang kami habiskan bersama.

Sebagai SVP Marketing Communications BCA, hal apa saja yang menantang dalam menjalankan profesi ini?

Dunia marketing communication ini adalah dunia yang sangat dinamis. Dulu ketika saya masuk ke BCA, saya lihat main media adalah media yang konvensional (TV, radio, print, billboard). Tapi, kemudian digitalisasi mengubah media begitu cepatnya, sehingga dinamika itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk bisa terus belajar, membangun brand agar bisa lebih baik lagi, juga memberikan business impact bagi perusahaan.

Selain itu, hal menantang lainnya adalah saya memimpin teman-teman marcomm di sini. Ternyata itu juga memberikan tantangan tersendiri yang membuat saya perlu terus belajar. Jadi, tidak cuma belajar mengerti dinamika industri itu sendiri, tapi juga belajar untuk menjadi pemimpin. Pokoknya seru deh, dunia marcomm!

Bagaimana cara mengatur waktu untuk karier, keluarga, dan kehidupan pribadi?

Ini mungkin tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Saya menjalankan multiperan sebagai wanita karier, ibu dari 3 anak, istri, dan anak. Pada akhirnya saya yakin kalau support system adalah hal yang paling fundamental untuk membuat saya bisa survive menjalankan berbagai peran ini. Saya merasa support system saya ada di keluarga dan juga di kantor. Perusahaan ini menyiapkan support system yang menurut saya bisa membantu kami para karyawan di BCA bisa melakukan peran yang cukup seimbang antara menjadi pekerja dan bagian dari keluarga (ibu, istri, anak).

Kalau di rumah, support system saya tentunya suami dan orang tua. Saya beruntung karena bisa tinggal bersebelahan dengan ibu saya, sehingga ketika saya tidak bisa hadir untuk terus mendampingi anak saya, Mama saya bisa membantu menemani mereka agar saya bisa bekerja dengan lebih tenang.

Kalau dengan suami juga saya berbagi peran. Misalnya di sekolah anak saya ada parents meeting, kalau saya berhalangan hadir, suami yang hadir, begitu juga sebaliknya. Terkadang saya bahkan melibatkan kakak saya. Jadi benar-benar satu keluarga saling support. Bagi saya keluarga adalah support system yang betul-betul bisa membantu saya menjalankan multiperan.

Pernahkah ada komplain dari anak-anak karena sibuk bekerja?

Urusan berbagi waktu dengan anak-anak juga menurut saya sangat menantang. Saat anak-anak saya masih kecil, mereka mungkin butuh kehadiran fisik saya. Bahkan anak sulung saya waktu masih kecil pernah bilang, “Bunda boleh enggak sih seperti bunda-bunda yang lain? Yang di rumah saja, enggak usah bekerja.” Wah, itu menusuk hati rasanya. Saat itu saya juga bertanya ke diri sendiri: Apakah saya siap untuk menjadi full-time mom? Jangan sampai saya membuat keputusan hanya karena statement sesaat dari anak saya waktu masih kecil dulu. Mungkin dalam periode singkat, menjadi full-time mom adalah hal yang memungkinkan, tapi dalam jangka panjang sepertinya saya ragu. Dan setelah diskusi dengan keluarga, ternyata saya tidak siap untuk menjadi full-time mom.

Beruntungnya saya memiliki ibu yang selalu support saya. Beliau kemudian mencoba berperan lebih untuk menjaga dan hadir bagi anak-anak saya. Dari situ saya belajar kalau menjadi ibu enggak ada sekolahnya, jadi cara belajarnya memang learning by doing, berdikusi dengan Moms yang lain. Kebetulan di sini top level management BCA juga banyak yang berperan sebagai ibu, beberapa direksi kami juga ibu yang inspiring. Beliau-beliau ini di rumah masih masak, subuh sudah berangkat ke kantor, jadi apa yang saya jalani ini tidak seberapa struggling.

Dari situ saya belajar cara agar anak-anak saya tidak kekurangan kasih sayang walau waktu saya terbatas. Akhirnya saya belajar untuk mengenali love language anak-anak saya, sehingga kehadiran fisik itu tidak lagi dihitung dari berapa lama saya ada di rumah, melainkan dari seberapa berkualitas waktu yang kami habiskan bersama. Ternyata love language ketiga anak saya berbeda-beda, jadi ketika saya hadir, saya coba untuk memenuhi itu semua agar bonding tetap terjaga dan tangki cinta tetap terpenuhi.

Mungkin orang lain tidak melihat saya seperti yang saya harapkan, but I always try to give the best contribution I can do.

Menjalankan rutinitas multipel peran, pernahkah merasa jenuh? Bagaimana mengatasinya?

Pernah lah, ya. Saya rasa jenuh dan lelah itu wajar dan manusiawi. Untuk menyiasatinya, saya ngobrol dengan suami, sosok yang sangat mengerti saya dan banyak mengisi hal-hal yang secara konseptual enggak sampai ke saya. Kalau lagi ngobrol sama suami soal jenuh dan lelah ini misalnya, beliau pasti minta saya untuk mengingat tujuan dari hal yang sedang saya jalani. “Kalau kamu lelah, ambil break aja. Pergi sama anak-anak, misalnya. Lakukan sesuatu yang mungkin enggak rutin, yang bisa bikin kamu enjoy dan fun. Setelah itu kembali lagi ingat tujuan kamu apa? Why do you have to work?” begitu kata suami saya. Kalau lelah dan jenuh kenapa harus ingat tujuan? Karena itu akan mengembalikan motivasi kita lagi.

Apa sih yang membuat Anda terus bekerja?

Salah satu alasan saya untuk tetap bekerja adalah karena selama 17 tahun bekerja di BCA, ada begitu banyak value atau nilai yang saya dapatkan. Value yang saya maksud contohnya value tentang teamwork, bagaimana menghargai, mengelola diri, dan menahan diri. Dan ternyata, semua itu tidak hanya penting bagi karier saya di perusahaan, tapi juga penting untuk saya bawa ke peran saya sebagai ibu. Itu bisa jadi life skill tersendiri bagi kehidupan saya pribadi. Saya belajar bagaimana saya dan suami bisa berperan sebagai satu tim untuk mencapai tujuan keluarga yang lebih besar lagi. Budaya kerja dan kesempatan untuk mengembangkan diri juga terbuka sangat besar di sini.

Break from routines. Bagaimana Anda menyegarkan diri lagi ketika jenuh bekerja?

Ya, ketika jenuh bekerja memang saya coba ambil jeda dari rutinitas yang selama ini saya jalankan. Cara untuk refresh agar semangat kerja lagi bisa pergi liburan berdua suami, jalan-jalan sama anak-anak, atau saya saat ini lagi agak ekstrem: kuliah lagi! Haha.

Setelah itu saya refleksi lagi mengenai apa tujuan saya hidup dan bekerja selama ini. Goals apa yang ingin dicapai. Setelah itu saya rasa motivasi itu bisa bangkit kembali karena sadar ada hal yang belum saya capai secara personal.

Menjalankan banyak peran, boleh tahu adakah kekhawatiran yang mungkin dirasakan?

Personally, saya mau di semua peran yang saya jalankan saya bisa memberikan yang terbaik dan memberikan added value. Jadi, keberadaan saya punya manfaat bagi yang lain. Kekhawatiran saya sebagai ibu: Apakah saya bisa mengantarkan anak saya untuk menjadi sosok yang lebih baik dari saya? Dari kekhawatiran ini saya coba pahami love language anak-anak saya, sehingga journey atau life stages yang mereka jalani ini atau yang saya berikan pada mereka mudah-mudahan tidak akan saya sesali di kemudian hari. Karena pada akhirnya, mereka akan lepas dari kita. Saya ingin dikenal sebagai ibu yang baik di mata mereka.

Begitu juga dalam bekerja. Saya ingin tim saya mengenal saya sebagai sosok yang meninggalkan legacy yang baik. Mungkin orang lain tidak melihat saya seperti yang saya harapkan, but I always try to give the best contribution I can do.

Saya percaya untuk terus memberikan yang terbaik terhadap apa pun peran dan tanggung jawab yang diberikan kepada saya.

Karier Anda terbilang mulus dan terus melesat, hingga kini menduduki posisi SVP MarComm BCA. Bolehkah bagikan tips sukses berkarier ala Norisa Saifuddin?

Kalau saya tipe orang yang menjalankan apa yang ada di depan mata saya. Saya enggak punya tips yang muluk-muluk, tapi saya percaya untuk terus memberikan yang terbaik terhadap apa pun peran dan tanggung jawab yang diberikan kepada saya. Kemudian, saya berusaha untuk survive menjalani semua itu, karena saya sadar kalau nilai-nilai tersebut akan diserap oleh anak-anak saya. Seperti yang saya ceritakan kalau anak sulung saya pernah meminta saya untuk berhenti bekerja, ternyata saat dia remaja sudah berbeda lagi aspirasinya. Dia bilang saya sebaiknya kerja terus saja. Kenapa bisa berubah begitu? Karena dia lihat kalau dari kedua orang tuanya ini dia dapat semangat untuk survive dari berbagai macam peran, hal, dan tanggung jawab yang perlu dia selesaikan.

Sekadar bercerita, belum lama ini saya dapat rezeki untuk menunaikan ibadah haji. Ketika saya tanya ke anak-anak mau titip doa apa, mereka jawab, “Tolong doakan kami agar bisa lebih sukses dari Bunda dan Ayah.” Buat orang lain mungkin ini sederhana, tapi buat saya ini sangat menyentuh. Betapa anak-anak saya yang sering ditinggal kerja ini bisa melihat kondisi tersebut sebagai acuan dalam berkarier dan mengemban tanggung jawab. Inilah yang makin memotivasi saya untuk selalu memberikan yang terbaik dalam berkarier.

Bahkan melanjutkan kuliah lagi pun bukan sekadar untuk menunjang karier, tapi untuk menunjukkan ke anak-anak bahwa belajar adalah proses yang tak ada hentinya. Anak jadi belajar kalau apa pun situasi yang kita hadapi, kita harus bisa survive. Ini mungkin bukan tips sukses berkarier ya bagi para Moms, tapi beginilah saya menjalankan karier saya sambil menyeimbangkan dengan peran lainnya.

Apa lagi mimpi atau goals yang sedang berusaha Anda raih?

Untuk short-term goals, mudah-mudahan tesis saya lancar dan bisa segera lulus kuliah. Mohon doakan ya, Moms. (M&B/TW/Photographer: Hadi Cahyono/Digital Imaging: Raghamanyu Herlambang/MUA: Rezy Andria)