FAMILY & LIFESTYLE

Perbaiki Potensi Daerah



Tingginya perhatian terhadap masalah stunting memicu bermunculannya berbagai gerakan pembangunan di daerah-daerah anak rawan gizi di Indonesia. Pemerintah bersama lembaga nirlaba, swasta, dan masyarakat merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dalam menurunkan masalah status gizi ini. Salah satu program peningkatan kualitas kehidupan yang patut menjadi contoh adalah Kabupaten Klaten di Jawa Tengah yang kini menyandang status 'kota layak anak' pada 2012. Beberapa program yang digiatkan oleh pemerintah setempat, antara lain: (1) perbaikan gizi masyarakat, (2) aksesibilitas pangan, mutu dan keamanan pangan, (4) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta (5) kelembagaan pangan dan gizi.

Ilyani S. Andang, salah satu pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, pola hidup masyarakat Klaten yang semakin baik membuat banyak lahan tembakau beralih fungsi menjadi lahan pertanian yang menguntungkan petani seperti kentang dan jagung. Selain itu, kemajuan program ASI ekslusif dan peningkatan gizi pra-kehamilan yang digiatkan oleh pemerintah daerah setempat sangat didukung oleh masyarakatnya.

Namun, Klaten hanyalah salah satu contoh kota yang sukses menerapkan program rawan gizi pada anak dan stunting. Ada banyak daerah yang perlu mendapatkan perhatian hingga akhirnya daerah tersebut menjadi 'kota mandiri' dan mencetak generasi berprestasi di masa depan.

“Perekonomian dan status pangan di Indonesia memang memperlihatkan kemajuan yang signifikan. Namun, hal tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap status gizi anak bangsa, terutama di daerah-daerah, seperti Papua, Nusa Tenggara, dan kepulauan lain yang sulit mendapatkan akses informasi dan transportasi. Belum lagi Indonesia berada pada jalur pegunungan aktif yang memungkinkan alokasi dana terhadap pembangunan daerah terhambat karena keterbatasan fenomena alam. Oleh karena itu, isu stunting diangkat menjadi masalah negara yang harus segera dipecahkan. “Seperti yang dikatakan Hillary Clinton, It takes a village to raise a child, adalah suatu kebenaran,” ujar Prof. Fasli. (Anggita/doc.M&B)