Demam olahraga lari masih mewabah di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Mulai dari City Run, Color Run, Night Run, Disco Run, Water Run, seperti tidak ada habis-habisnya ide untuk acara marathon yang bisa diikuti. Saya sebagai emak-emak rempong hanya menanggapi dengan helaan napas sambil berpikir, "Sudah cukuplah marathon jagain anak seharian….”
Inilah poin yang ingin saya sampaikan, bahwasannya konsep lari marathon sungguh tidak jauh berbeda dengan kegiatan jaga anak. Dibutuhkan “endurance skill” agar bisa bertahan dalam durasi panjang, serta mengutamakan kekuatan mental dan pikiran untuk bisa menyelesaikan tantangan, selain juga stamina fisik. Kita jalani “Momathon” atau Mom’s Marathon ini tiap hari, dengan race track yang berbeda-beda. Start subuh-subuh di rumah dengan menyiapkan sarapan, estafet ke sekolah, supermarket, kembali ke rumah, dan akhirnya mencapai finish line di malam hari saat Si Kecil tertidur lelap di kasurnya.
Sebagai ilustrasi, demikian saya jabarkan mini-Momathon yang saya jalani, tiap kali mengajak batita saya belanja bulanan ke supermarket.
1. Start di rumah dengan menyiapkan list belanja dan kartu diskon, lalu mengepak semua keperluan Si Kecil, jangan lupa snack dan tisu basah.
2. Mengajak Si Kecil untuk meninggalkan mainannya dan masuk ke dalam mobil. Si Kecil menolak ikut.
3. Tawar menawar dengan Si Kecil, akhirnya setuju Si Kecil boleh bawa 1 mainan untuk dibawa ikut dalam mobil.
4. Saat berkendara di dalam mobil, Si Kecil berteriak heboh saat mainan jatuh, minta diambilkan. Dengan susah payah mengambilkan mainan, dan mengingatkan mainan tidak boleh dijatuhkan lagi.
5. Mainan jatuh lagi, kembali susah payah mencari dan mengambil mainan, yang lalu saya simpan di kursi depan. Si Kecil menangis protes.
6. Membesarkan suara radio, sambil berusaha menenangkan Si Kecil yang terus menangis.
7. Sampai di supermarket. Berhasil meyakinkan Si Kecil untuk tidak membawa mainannya turun. Bangga sekali rasanya.
8. Mencari trolley yang cukup bersih agar Si Kecil bisa duduk dengan aman di sana. Untuk memastikan higienitas, dudukan dibersihkan dulu dengan tisu basah, beserta area pegangan tangan. Angkat Si Kecil dan dudukkan di trolley.
9. Ternyata saat didorong, roda trolleynya ada yang rusak, angkat kembali Si Kecil dan cari trolley lain. Ulang kembali ritual pembersihan. Naikkan Si Kecil.
10. Agar Si Kecil tenang, berikan snack yang sudah dibawa dari rumah. Cari list belanja di tas. Ternyata list belanja ketinggalan.
11. Karena panik mencari list belanja, tidak sadar Si Kecil sedang menjilati pegangan trolley. Waduh!
12. Sambil memarahi diri sendiri karena lupa bawa list belanja, memberanikan diri untuk menjelajahi supermarket berdasarkan ingatan (pas-pasan), dan menghampiri bagian buah-buahan, untuk mencari pisang.
13. Saat memiih pisang yang tidak telalu kuning juga tidak terlalu hijau, Si Kecil menumpahkan snack-nya ke lantai. Buru-buru pergi sambil berharap staf supermarket tidak melihat, sambil menenangkan Si Kecil yang rewel minta makan pisang.
14. Pergi ke lorong susu. Mencari karton susu dengan tanggal expiry date paling lama. Mendengar Si Kecil memanggil customer lain dengan sebutan “Om”, padahal perempuan berambut pendek yang kebetulan lagi pakai celana. Meminta maaf pada customer yang bersangkutan.
15. Pindah ke lorong sereal sarapan. Si Kecil heboh mau makan sereal kesukaannya sekarang. Bujukan tidak mempan, ia mulai merajuk. Buru-buru mengambil sereal yang dibutuhkan dan pindah ke lorong pasta.
16. Agak lama memutuskan apakah mau kembali membeli pasta spagheti atau mau mencoba hal baru dan beli pasta “farfalle”. Saking konsennya, tidak sadar Si Kecil sudah memegang satu toples kaca besar isi bumbu Carbonara. Untung sempat diamankan. Si Kecil menangis dengan suara keras.
17. Beberapa customer lain memberikan pandangan-pandangan terganggu, yang berusaha saya tidak acuhkan.
18. Untuk meredakan, saya berikan satu bungkus Mac & Cheese untuk dipegang Si Kecil, sambil menjelaskan, bahwa ini hanya untuk dipegang di dalam supermarket, tapi tidak untuk dibawa pulang. Mac & Cheese malah dilempar ke dalam trolley. Baiklah…
19. Ke bagian daging, melewati bagian ikan, si Kecil heboh ingin melihat produk hidup di akuarium. Cukup lama karena si Kecil menanyakan nama tiap ikan di situ, dan saya menjawab sekenanya jenis ikan yang ditunjuk. Dari sudut mata saya melihat staf penjaga ikan tidak setuju dengan jawaban-jawaban saya, langsung saya bergegas lanjut ke bagian daging ayam.
20. Si Kecil berteriak karena tidak mau meninggalkan ikan-ikan di akuarium. Ada yang sudah diberi nama, Nemo.
21. Karena teralihkan oleh suara teriakan Si Kecil, terburu-buru di bagian daging ayam dan hanya membeli sekenanya, tidak ingat apa yang sebenarnya saya sudah tulis di list sebelumnya.
22. Si Kecil semakin resah, saya memutuskan untuk langsung beranjak ke bagian kasir. Diam-diam kesal karena dari 10 kasir yang buka hanya 2 dengan antrian cukup panjang.
23. Si Kecil bosan dan bilang ingin turun dari kursi trolley. Saya berusaha hibur dengan mengajaknya bernyanyi. Tidak mempan, ia mulai merajuk. Pandangan-pandangan customer lain kembali menghujam ke arah saya.
24. Dengan ambisius, saya coba gendong Si Kecil dengan harapan ia akan tenang. Tapi saya meremehkan beratnya dan lupa bahwa saya akan sangat kerepotan nantinya, dan kembali mencoba mendudukan Si Kecil yang kini meronta-ronta protes.
25. Saya lupakan sejenak skema parenting yang baik, dan tawarkan suap pada Si Kecil, "Kalau kamu mau duduk, Mama belikan cokelat." Si Kecil setuju, dan langsung semangat menunjuk cokelat yang ia mau. Saya berikan cokelat, dan katakan hanya boleh dipegang, belum boleh dibuka. Cokelat langsung dibuka. Saya minta maaf pada petugas kasir.
26. Akhirnya dapat giliran untuk membayar dan baru sadar betapa sedikitnya bahan belanja yang terbeli. Bisa bikin masakan apa dengan bahan-bahan ini? Membuat mental note untuk kembali berbelanja, tanpa Si Kecil.
27. Si Kecil kembali rewel ingin turun dari trolley. Buru-buru menyelesaikan pembayaran dan meninggalkan kasir. Baru sadar, tadi lupa membayar menggunakan kartu diskon yang sudah dibawa.
28. Langsung menuju mobil dan menaruh Si Kecil di car seat dan mendadak untuk memasang seatbelt-nya lebih rumit daripada menyusun Rubik Cube. Setelah mematahkan satu kuku, akhirnya berhasil.
29. Saat duduk di bangku depan, baru menyadari betapa lelahnya saya. Dan baru menyadari saya meninggalkan tisu basah dan tempat snack Si Kecil di trolley.
30. Menghela napas dan mengintip spion, untuk melihat Si Kecil sudah terlelap sambil menggenggam cokelat di tangan. Dan berpikir betapa lucunya Si Kecil dan betapa beruntungnya saya memilikinya. Sambil tersenyum puas karena saya berhasil menyelesaikan supermarket marathon hari ini, sekaligus menguatkan mental untuk menyelesaikan tantangan berikut: Makan Malam dan Bersiap Tidur Marathon.
A Mom must be a good runner.
Because she’s always running in her child’s mind.