FAMILY & LIFESTYLE

SORRY!



Belakangan ini kalau saya melihat tayangan berita di televisi, liputan berita yang ada di media, banyak sekali hal-hal yang negatif yang diangkat ke permukaan. Bahkan, apabila saya mengikuti perseteruan politik di Indonesia, terkadang saya berpikir, kita rakyat Indonesia bisa diibaratkan bagaikan penonton yang sedang menonton panggung sandiwara. Yang sesekali bersorak atau mengeluarkan komentar dengan berbagai tokoh pemain tanpa kita tahu siapa sebenarnya dalangnya atau “master mind” di balik semuanya. Mencari kejujuran dan mencari orang yang berani mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya sangatlah langka.

Tentunya sebagai orangtua, seringkali saya was-was, what kind of world am I bringing up my child into? Ingin mengarahkan mereka untuk menjadi pribadi seperti apa ketika mereka tumbuh dewasa? Bahkan pertanyaan seperti, "Apakah saya mampu membesarkan seorang anak yang cukup kuat secara mental untuk bisa menjadi “pemain andal” dalam permainan kehidupan?” Saya kira hampir semua orangtua di belahan dunia ini memiliki kekhawatiran yang sama.

Saya yakin, sebagai orang dewasa, kita juga menyadari bahwa tidak ada orangtua yang sempurna bagi anak-anak. Bahkan bisa dibilang jauh dari sempurna. Ada yang menyadari bahwa mereka jauh dari sempurna, tapi ada pula yang merasa bahwa merekalah orangtua yang paling tau segalanya. Bagaimana kita bisa menjadi contoh bagi anak-anak kita? Untuk menjadi contoh bagi mereka, apakah kita harus menjadi seseorang yang sempurna?

Menjawab pertanyaan tersebut, sebenarnya orangtua yang “super” atau bisa dikategorikan hampir sempurna, bukanlah mereka yang tahu segalanya. Bukan mereka yang bisa melakukan semua dan tidak pernah melakukan kesalahan, tapi seseorang yang memiliki kerendahan hati bahwa dirinya tidak sempurna. Bisa saja melakukan kesalahan dalam perjalanan dan tidak takut mengakui kesalahannya di depan anak-anaknya, dan tentunya terus berusaha untuk terus memperbaiki kesalahannya

Saya teringat beberapa waktu yang lalu, saya dalam kondisi emosi yang kurang tenang karena ada sedikit masalah di pekerjaan dan akhirnya saya menjadi sangat marah sekali dengan anak saya. Persoalannya sederhana, karena setelah memintanya mandi sebanyak 5 kali, tetapi ia tidak mau mandi. Akhirnya saya meninggikan suara, barulah ia jalan ke kamar mandi dengan kepala tertunduk dan mengatakan, "You don't have to scream mommy!”

Selang beberapa menit, saya menyesali tindakan saya, tapi gengsi untuk memperlihatkannya kepada anak. Namun akhirnya saya mengambil keputusan untuk minta maaf kepadanya karena tidak seharusnya saya seemosi itu. Anak saya langsung memeluk saya dan mengatakan, “I am sorry too mommy, I should have listened to you.” And she gave me the biggest hug!

Ternyata dengan mengatakan maaf dan mengakui kesalahan saya, anak saya sangat menghargainya, dan itu merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga untuk kami berdua.

Untuk mengatakan 'maaf' terlebih dahulu kepada anak, bagi orangtua mungkin bukan hal yang mudah. Tapi saya mulai menyadari bahwa hal-hal yang terjadi di rumah bisa mengajarkan tentang kejujuran kehidupan, bahwa ada kalanya orangtua bisa saja melakukan kesalahan, dan kita sendiri masih belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik di hadapan mereka. We make mistakes, we learn and we are moving on to a better self.

Anak-anak pun akan melihat dan menghargai bahwa kejujuran, keterbukaan, kerendahan hati, tidak takut mengambil tanggung jawab dan terus bertumbuh adalah sebagian kunci dasar dalam menjadi individu yang lebih baik. Salah satu hal penting lagi adalah kita juga mengajarkan anak-anak untuk memiliki kebesaran hati.

Menjadi orang tua bukanlah sesuatu yang mudah. I think we just have to embrace every step of the way, dan belajar untuk terus menjadi contoh bagi anak-anak kita, agar mereka tumbuh dewasa menjadi seorang individu yang tangguh dan selalu siap mengambil tanggung jawab atas setiap tindakan yang mereka perbuat.

At the end of the day, we do not just need smart people, but people with good characters and integrity!