A non-scientific assessment.
Bagi peminat science dan astrophysics, tentu sudah familiar dengan teori bahwa waktu itu sifatnya relatif. Waktu tidak seragam dan serempak, juga bukan sesuatu yang linear dan absolut. Banyak kondisi dan variabel yang membuat jalannya waktu bisa berbeda.
Teori ini saya rasakan benar-benar menjadi nyata saat menjadi orangtua. Waktu, yang semakin menjadi komoditi berharga seiring berkurangnya jam tidur dan bertambahnya jam “mommy duties”, tidak lagi sesederhana dulu: 8 jam waktu bekerja, 7 jam untuk tidur, 1 jam untuk berkendara ke mall kesayangan, 1 jam untuk lari di atas treadmill (ok deh, saya ngaku 30 menit saja sebenarnya) dan seterusnya. Waktu bisa jadi (terasa) panjang, atau jadi (terasa) pendek, padahal laju kecepatan jarum jam tidak berubah. Begini contohnya.
Waktu Terasa Sangat Pendek: Bagi ibu pekerja setelah melahirkan, karena waktu cuti 3 bulan yang di awal dirasa akan cukup, begitu tenggat habis langsung merasa,”Wah, masa sih sudah habis 3 bulan, kok rasanya baru kemarin mulai cutinya." Tiga bulan, rasanya seperti 3 hari. Ajaib memang. Di minggu-minggu pertama di kantor, Si Ibu Pekerja akan banyak bengong memikirkan enaknya pelukan sama bayi di rumah. (Cue: putar lagu If Only I Could Turn Back Time by Aqua. Ya, saya #anaklama).
Waktu Terasa Sangat Panjang: Pada malam-malam di mana Si Bayi Orok masih menyusu tiap 1 atau 2 jam sekali. Seperti tak ada habis-habisnya rasa laparnya ya Nak, ujar kita sambil mengelus lembut kepala Si Baby setengah mengantuk. Di masa ini kita juga menyadari “Secret Mommy Power”: bisa bertahan hidup dan berkegiatan walau tidur hanya 2-3 jam. Bersenjatakan concealer dan kopi, semua tantangan kita hadapi!
Waktu Terasa Seperti Hilang: Saat pertama kali menyadari baju-baju newborn yang dibeli berlusin-lusin ternyata sudah tidak muat karena baby sudah bertambah besar. Padahal baru dipakai sekali dua kali, bahkan ada yang belum pernah dipakai samasekali. Saya pernah memaksakan bayi saya memakai newborn skinny jeans setiap hari karena terlihat mulai kekecilan. Padahal hanya di rumah saja. #EmakEmakOgahRugi
Waktu Terasa Sangaaatt Panjang: Saat malam-malam kita mendapati Si Kecil sakit panas, dan kita menungguinya dengan rasa khawatir yang menyesakkan dan rasa sedih yang membelenggu. Seandainya sakitnya bisa dipindah ya, Nak. Tapi sayangnya sakit, sama seperti waktu, tidak bisa ditransfer.
Pergerakan Bisa Terasa Begitu Cepat: Saat anak-anak diajak bermain di Play Park kesayangan. Bukan hanya waktu, tapi pergerakan anak-anak pun menjadi seperti 2 kali lebih lincah dan cekatan, dan kecepatan lari mereka juga meningkat, ketika kabur menjauhi kita saat kita mengumumkan waktu bermain selesai (Rumus tambahan: Jika ditambah makanan dan minuman manis, kecepatan gerakan Si Kecil bisa 2 bahkan 3 kali lipat).
Sebaliknya, Waktu Pergerakan Anak-Anak Bisa Mendadak Sangat Lambat: Saat disuruh untuk bersiap-siap keluar rumah. Semua mendadak bergerak dalam slow motion. Belum lagi berbagai aksi protesnya. Dari mulai Drama Gak Mau Mandi, Elegi Mau Pakai Baju Piyama Untuk Pergi, Misteri Sepatu Hilang, Balada Mainan Yang Harus Dibawa, persiapan keluar rumah rasanya seperti saga tak berkesudahan.
Waktu Terasa Seperti Lewat Begitu Saja: Saat menyadari sudah saatnya Si Kecil didaftarkan masuk Playgroup, sekaligus TK untuk tahun depan. Biasanya ditandai rasa haru karena tak sadar Si Kecil mulai besar, dan rasa panik karena sadar tabungan pendidikan belum terlalu besar.
Waktu Juga Bisa Terasa Sangat Cepat: Bagi Moms yang memanfaatkan waktu anak sekolah sebagai Me-Time, dengan menyempatkan diri untuk colongan bertemu teman-teman, supaya bisa merasakan hidup sebagai orang dewasa tanpa interupsi anak-anak sejenak. “Ayo cepat, ada gossip apa saja? Pesanin aku kopinya double espresso ya! Lalu apa pendapatmu soal berita utama yang dibahas di koran hari ini? Aduh, enggak berasa, sudah mesti jemput anak nih! Ok bye!”.
Waktu Bisa Terasa Seperti Berhenti: Saat ART atau nanny mendadak mengatakan dia mau berhenti kerja. We’ve all been there. Saya ingin bilang, semoga Anda tidak mengalami, tapi tak mungkin. Pasti akan merasakan, jadi siapkan mental saja. Jadikan tiap perpisahan sebagai pelajaran untuk menyeleksi yang berikutnya. #neverforget
Waktu Juga Bisa Serasa Mundur Kembali: Saat kita bermain dengan Si Kecil dan saking asyiknya, kita pun merasa seperti anak kecil kembali, ikut merangkak berjongkok dan berlari sana-sini.
Tapi dengan Sadisnya Waktu Langsung Maju ke Masa Depan: Setelah selesai bermain dan Anda berdiri, lalu langsung merasakan sakit pinggang atau punggung. High Quality Jompo.
Waktu Juga Bisa Seperti Mempermainkan Kita: Saat kumpul dengan teman-teman single atau belum punya anak, dan iseng-iseng bertanya soal perkembangan pop culture. “Gimana kabar balas dendam Amanda Clarke? Oh, sudah basi ya? Hah, sekarang yang lagi hits Cookie? Apa itu, resep snacks baru?”
Masih banyak contoh-contoh kejadian lain yang bisa dijadikan ilustrasi pembuktian betapa waktu bisa terasa begitu “luwes”, saat kita menjadi orangtua. Tidak ada teori pembungkus yang bisa menentukan berapa durasi tiap pengalaman nantinya. Namun jika ada satu hal yang bisa kita rumuskan dan simpulkan, adalah kesadaran betapa berharga tiap momen yang bisa kita lewatkan bersamanya. Momen-momen yang tak bisa diulang, tapi kesannya tak akan hilang.
Terakhir. Satu bait pendek untuk anak-anak saya, yang menggambarkan perasaan saya tentang waktu, saat bersama mereka:
When spending time with you,
I feel the time standing still.
Then suddenly out of the blue,
I realize so much time has passed, against my will.
(CiscaBecker/dok.freedigitalphotos)