TODDLER

Raka, Pejuang Cilik yang Melawan Kanker Ganas



Rakayan Satriyo, 6, adalah anak yang sangat aktif, sama seperti anak pada umumnya. Ia suka berenang dan jalan-jalan. Berat badannya pun baik. Ia cukup gemuk untuk anak seusianya, 27 kg. Namun sekarang, kondisi Raka tak sama lagi. Kanker ganas telah menggerogoti kebahagiaan masa kecilnya.

Hanya dalam beberapa bulan, kondisi Raka, anak dari Hessty Perwitasarie, terus memburuk. Raka pertama kali didiagnosis kanker ganas setahun lalu, ketika usianya masih 5 tahun. Tidak ada gejala khusus yang mengindikasikan bahwa ia menderita kanker ganas rhabdomyosarcoma. Awalnya, ia hanya sakit seperti biasa, batuk dan pilek.

Sampai akhirnya, Raka mengalami sakit kepala hebat pada Lebaran tahun lalu. Ia mengeluh kepalanya sakit tak tertahankan. Hessty pun membawanya ke UGD sebuah rumah sakit. “Hasil CT scan menunjukkan tidak ada yang berbahaya, hanya ditemukan sinus yang menurut dokter bisa sembuh. Setelah malam itu, Raka tidak lagi mengeluh sakit kepala,” ungkap Hessty.

Namun, setelahnya gejala-gejala lain bermunculan. Raka jadi lebih banyak tidur, selalu lemas, lingkar matanya menghitam, dan mengeluarkan banyak keringat saat tidur. Ia pun jadi sering sakit, seperti batuk, demam, diare, sakit di belakang lutut, dan sakit perut. Wajahnya sangat pucat. Raka akhirnya menjalani tes darah dan diketahui bahwa kadar haemoglobinnya sangat rendah. Raka semakin melemah, sampai akhirnya ia tidak kuat jalan.

Suatu hari, tiba-tiba Raka drop dan mengalami sesak napas hebat. Ia kemudian divonis leukimia. Namun, dari hasil X-ray ditemukan cairan di paru-paru Raka. Ini yang menyebabkan ia sesak napas. Hasil pemeriksaan sampel cairan juga menunjukkan keganasan dan kemungkinan tumor. Diagnosis pun berubah. Raka kembali menjalani CT scan torax dan ditemukan massa di antara paru-parunya yang merupakan seminoma.

Raka juga mengeluh sakit di mata kanan. Setelah diperiksa, ternyata ia sudah tidak bisa melihat dalam jarak dekat. Ditemukan tumor di mata kanan yang mendesak saraf mata Raka. Sayangnya, ia tak kunjung diberikan kemoterapi. Orangtuanya pun membawa Raka untuk berobat ke Singapura.

Sampai di Singapura, Raka dinyatakan terserang neuroblastoma yang cukup ganas dan bukan seminoma. Dengan diagnosis tersebut, Raka akan menjalani 5 kali kemoterapi dan terapi stem cell. Setelah banyak sel tumor yang mati, dokter mengatakan bahwa tumor yang tersisa jenisnya bukan neuroblastoma, melainkan rhabdomyosarcoma, sejenis kanker yang lebih ganas dari neuroblastoma. Hal itu membuat Raka harus menjalani 36 cycles kemoterapi dan kemungkinan sembuh hanya 20 persen.

“Saya menangis setiap hari di kamar mandi atau ketika sedang sendiri. Saya selalu bertanya, Raka yang selalu mengonsumsi makanan yang saya masak sendiri, mengapa ia bisa terkena kanker ganas?” ujar Hessty. (OCH/Aul/DC/Dok. M&B)

Baca kisah lengkap Raka dan penjelasan tentang Rhabdomyosarcoma di majalah M&B edisi Oktober 2015!