Syavira Baidah, 31, menceritakan pengalamannya membesarkan seorang anak yang mengalami penyakit langka. Rifqah Khairani Ammarie, 4, didiagnosis mengalami phenylketonuria, yaitu kelainan genetik yang menyebabkan pencernaan tidak bisa memproses protein. Hanya ada 3 orang yang terdeteksi terkena penyakit tersebut di Indonesia.
Rifqah lahir melalui persalinan Caesar, dengan berat 2,5 kg dan panjang 47 cm. Ketika lahir, Rifqah mengalami gangguan saluran pernapasan, seperti ada lendir di tengah tenggorokannya. “Awalnya, kami pikir itu karena suster kurang telaten membersihkan cairan di tenggorokannya. Namun karena terus berlanjut, di usia 3 hari, kami membawanya ke dokter. Mengingat tidak ada dokter spesialis anak, Rifqah hanya diperiksa oleh dokter kandungan saja. Dokter bilang ini hal biasa dan hanya perlu terus diberi ASI saja,” ungkap Syavira saat diwawancarai tim Mother&Baby.
Hal itu ternyata masih tetap berlanjut. Napas yang terus berbunyi membuat Rifqah lebih sulit menyusu. Ia juga sering sekali rewel. Ibunya sempat mengira bahwa Rifqah alergi dengan kandungan makanan dalam ASI-nya.
“Saya sempat memberinya susu formula, tetapi tidak juga membantu. Saya stres hingga produksi ASI saya pun bermasalah. Saya pun tidak mendapatkan bantuan sama sekali mengenai masalah menyusui ini. Akhirnya, Rifqah hanya mendapatkan ASI hingga usia 2 bulan saja,” jelas Syavira.
Beberapa bulan terlewati, kondisi Rifqah tak juga membaik. Berbagai pengobatan dilakukan Syavira untuk mengurangi lendir yang mengganggu putri malangnya itu, tetapi tak juga berhasil. Kecurigaannya semakin bertambah ketika menyadari pertumbuhan anaknya yang terlambat.
“Pada usia 4 bulan, seorang anak umumnya sudah bisa menegakkan kepala atau tengkurap. Namun, Rifqah belum bisa. Lehernya belum tampak kuat. Kalau pun saya melatihnya tengkurap, ia akan menangis keras seperti kesakitan. Keterlambatan ini berlanjut hingga usia 6 bulan. Rifqah belum juga bisa menegakkan lehernya, belum belajar duduk, dan lendirnya masih sering terdengar. Ia mengalami sulit tidur, hingga saya harus menggendongnya tiap kali tidur,” jelas Syavira. (OCH/Aulia/DC/Dok. Mother&Baby)
Baca kelanjutan ceritanya di sini: Terkena Phenylketonuria, Rifqah Harus Minum Obat Seumur Hidup
Baca juga cerita lengkapnya dalam True Life Story Mother&Baby edisi April 2016!