UU tersebut memberi jalan untuk anak-anak dari pelaku kawin campur untuk memiliki kewarganegaraan ganda terbatas, hingga usia mereka 21 tahun. Setelah itu, mereka harus memutuskan untuk memegang 1 kewarganegaraan saja. Untuk itu, orangtua harus proaktif mendaftarkan Si Kecil ke kantor imigrasi. Namun dalam beberapa kasus tertentu, anak yang lahir sebelum UU berlaku (Agustus 2006), tidak bisa mendapatkan haknya.
"Banyak anak-anak yang terlewat untuk mendaftarkan dan mendapatkan DK (dwi kewarganegaraan) karena tidak terlalu sadar dengan hadirnya Pasal 41, di mana mereka hanya dibatasi waktu 4 tahun. Orangtua mereka tidak pro-aktif mendaftarkan anaknya, sehingga mereka menjadi WNA, seperti Gloria Natapradja Hamel," papar Juliani Luthan, Ketua Masyarakat Perkawinan Campur (PerCa) Indonesia.
Hingga saat ini, masih banyaknya kendala dalam penerapan UU no.12 tahun 2006. Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan HAM bekerjasama dengan Masyarakat PerCa, mengadakan Peringatan Satu Dasawarsa UU Kewarganegaraan Ganda Terbatas untuk Anak-anak dari Perkawinan Campur (25/8).
Acara tersebut dimeriahkan oleh penampilan dari anak-anak kawin campur. Mereka mengenakan pakaian adat dari berbagai propinsi di Indonesia, dan menyanyikan rangkaian lagu-lagu nasional. Walau wajah mereka terlihat "internasional" tapi mereka juga cinta dengan Indonesia, lho! (Tiffany/OCH/Dok. M&B)