Data UNICEF tahun 2012 mengungkapkan, kampanye ASI ekslusif dan pekan ASI nasional mampu meningkatkan standarisasi gizi, serta mencegah kematian sekitar 20.000 balita Indonesia setiap tahunnya. “Beberapa tahun terakhir, Indonesia membuat kemajuan besar dalam mengurangi angka kematian anak, meningkatkan kualitas pendidikan dasar, dan mengembangkan kekuatan ekonomi. Meski tidak bisa dipungkiri, masih cukup banyak kasus bayi dan balita yang meninggal hingga kini," ungkap Angela Kearney, Perwakilan UNICEF untuk Indonesia.
Kasus kematian bayi dan balita tersebut disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya penyakit menular dan infeksi. Penyakit tertinggi yang menjadi penyebabnya adalah pneumonia dan diare, yakni 40 persen dari total kasus kematian anak. Pelayanan pemerintah Indonesia untuk kampanye ASI ekslusif, larangan pemberian susu formula, dan penegakan hak-hak ibu menyusui, menjadi kunci utama untuk mengatasi masalah tersebut, sekaligus untuk meningkatkan kualitas gizi mereka. "Peningkatan gizi dan nutrisi ini akan berpengaruh pada masa depan bangsa, sehingga mampu meningkatkan perekonomian dan pembangunan yang merata di Indonesia," tutur Angela.
Pada tahun 2008, jurnal The Lancet melansir data bahwa anak yang tidak mendapatkan ASI, memiliki risiko 14 kali lebih rentan untuk kehilangan nyawa di 6 bulan pertama kehidupannya. “ASI memenuhi kebutuhan gizi lengkap bayi dari lahir sampai 6 bulan pertama kehidupannya dan menyediakan antibodi penting untuk melindunginya dari penyakit. Selain itu, kegunaan ASI memiliki peranan penting dalam kesehatan Sang Ibu. Efek jangka panjang dari menyusui adalah memperkecil risiko kanker dan penyakit jantung," jelas Dr. Utami Roesli SpA., INCLC, FABM, ketua umum Sentra Laktasi Indonesia. (Gita/DC/Dok.M&B)