TODDLER

Penyebab dan Cara Menangani Anak Terlambat Bicara



Seringkali orangtua merasa khawatir, Si Kecil sudah berusia 2 tahun tetapi belum bisa mengucapkan satu katapun dengan sempurna. Mungkinkah ia mengalami delayed speech atau terlambat bicara? Daripada menebak-nebak, lebih baik Anda mencari tahu apa yang terjadi kepada Si Kecil.

Menurut dr. Gitayanti Hadisukanto, Sp.KJ (K), psikiater anak dan remaja dari RS Pondok Indah, Jakarta, untuk mengetahui apakah anak mengalami keterlambatan bicara, orangtua perlu mengetahui tahapan kemampuan bahasa anak yang normal terlebih dahulu. “Di usia 1 tahun setidaknya bisa mengucapkan minimal 1 kata. Kemampuan kosa kata harus berkembang setiap bulan, misalnya di usia 16 bulan sudah bisa mengucapkan 4 kata. Di usia 2 tahun, setidaknya sampai 50 kata,” ujar psikiater berambut pendek itu.

Seperti dijelaskan dr. Gita, terlambat bicara merupakan gejala dari suatu gangguan. Gangguan itu terbagi 2, yakni gangguan berbahasa ekspresif dan gangguan berbahasa reseptif. Umumnya anak yang mengalami gangguan bicara ekspresif tidak dapat mengepresikan bahasa secara lisan sesuai usia sebenarnya. Namun, ia memahami apa yang dikatakan orangtua dan biasanya tanpa maupun disertai dengan gangguan artikulasi. Tanda-tanda yang bisa dilihat antara lain:

  • Hanya bisa mengucapkan beberapa kata saja bahkan ada yang tak bisa sama sekali di usia 2 tahun.
  • Tidak mampu mengekspresikan kata majemuk atau gabungan 2 kata di usia 3 tahun.
  • Kosa kata terbatas.
  • Sulit memilih dan mengganti kata yang tepat.
  • Terkadang memendekkan ucapan yang panjang.
  • Kalimat tidak sempurna, kadang kehilangan awalan atau akhiran.
  • Salah menggunakan tata bahasa seperti kata penghubung, kata ganti dan kata kerja.

Umumnya penyebab gangguan bahasa ekspresif ini berkaitan dengan pusat perkembangan bahasa anak dan karena genetik. Tidak hanya faktor keturunan, tetapi juga adanya mutasi gen yang terjadi selama tumbuh-kembang anak. Akibat dari anak yang tidak bisa mengungkapkan perasaan secara verbal adalah seringkali ia mengalami tantrum parah dan memengaruhi prestasi akademiknya.

Berbeda dengan gangguan bahasa ekspresif, anak yang mengalami gangguan bahasa reseptif mengalami kesulitan untuk memahami hal yang diucapkan orang lain. Selain kemampuan ekpresif terganggu, artikulasinya juga terganggu.
Adapun tanda-tanda yang bisa dikenali, antara lain:

  • Tidak memberi respon bila ditunjukkan sebuah benda saat berusia 12 bulan.
  • Tidak mampu mengindentifikasi dan mengikuti instruksi sederhana di usia 18 bulan.
  • Sulit memahami struktur tata bahasa berupa kalimat negatif, pertanyaan, perbandingan serta kurang memahami aspek kehalusan bahasa yang meliputi nada suara dan bahasa tubuh di usia 2 tahun,

Terlambat bicara juga merupakan gejala dari beberapa kelainan seperti disabilitas intelektual, austism spectrum disorder (ASD), Attencion Deficit & Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan perkembangan koordinasi, gangguan pendengaran dan lain-lain. “Jalan keluar untuk anak yang mengalami delayed speech adalah dengan terapi wicara. Makin sering makin baik, namun biasanya dijadwalkan 2 kali seminggu. Orangtua juga harus memberi stimulasi secara intens, misalnya dengan banyak mengajak anak bicara, membacakan buku, bermain bersama anak, dan tidak diberikan gadget,” tutup dr. Gita. (Meiskhe/HH/dok.Pexels)