BABY

Kelima Bayi Kembar Meninggal Dunia

bayi meninggal


Dalam waktu 7 hari, satu per satu bayi kembar 5, yang terdiri dari 4 laki-laki dan 1 perempuan itu meninggal dunia. Gagal bertahan hidup, kini kelima bayi pasangan Enita Fentrikana, 31, dan Bagus Prasnawira, 37, tersebut habis tak tersisa. Setelah 2 bayi sebelumnya meninggal, 3 bayi lainnya menyusul satu per satu karena organ tubuh bayi yang belum berkembang dengan baik.

Berawal dari meninggalnya bayi laki-laki nomor 2, Hafiz, pada Selasa malam (20/08) lalu. Hafiz yang memiliki berat 459 gram, meninggal sekitar 12 jam sejak dilahirkan. Setelah itu, menyusul bayi perempuan satu-satunya, Anisa, dengan berat 353 gram pada Kamis siang (22/08) lalu. Pada Sabtu pagi (24/08), bayi nomor 5, Rahman, dengan berat 483 gram meninggal dunia, dan pada hari yang sama, bayi nomor 4, Goffar, juga meninggal dunia dengan berat badan hanya 499 gram. Terakhir, bayi nomor 1 dengan berat 472 gram akhirnya menyusul keempat saudaranya pada Senin pagi tadi (26/08) di RSAB Harapan Kita, Jakarta. Jenazah kelima bayi kembar tersebut dimakamkan di TPU Jeruk Purut.

Sejak dilahirkan pada Selasa pagi (20/08) lalu di RSAB Harapan Kita, Jakarta, kondisi kelima bayi prematur malang tersebut memang sudah kritis dengan berat badan hanya mencapai 300-400 gram.

Menurut dr. Didi Danukusumo, Sp.OG (K), Direktur Medis dan Keperawatan RSAB Harapan Kita, kondisi ini memang membuat para bayi kembar lima ini sulit bertahan hidup, mengingat organ pernapasan dan pengatur suhu tubuh mereka belum berfungsi maksimal.

“Bayi yang tersisa juga baru saja meninggal tadi. Penyebab meninggalnya kelima bayi tersebut masih sama. Mereka ini lahir dengan kondisi extremely premature, dengan usia kandungan yang baru menginjak 24 minggu. Organ-organ penting tubuhnya juga belum berkembang. Dari sisi metabolisme tubuh juga belum siap. Bisa dikatakan, sebenarnya belum siap lahir,” ungkap dr. Didi saat dihubungi M&B Senin pagi tadi (26/08).

Dokter Didi juga menambahkan, tim dokter telah melakukan upaya yang maksimal untuk bayi-bayi tersebut. Namun, canggihnya peralatan medis pun tidak sanggup menolong para bayi-bayi lemah tersebut.
“Masa kritis para bayi ini memang 7 hari. Kita sudah berupaya optimal. Kita juga sudah menggunakan peralatan canggih dan berbagai obat-obatan yang membantu sekali pun, tapi kehendak Tuhan berkata lain,” tambah dr. Didi.

Sementara itu, kondisi Sang Ibu kini sudah membaik dan diizinkan pulang. (Aulia/doc.M&B)