TODDLER

Vaksin untuk Anak Dijamin Aman dan Halal



Pro dan kontra perbincangan mengenai vaksin untuk anak kembali merebak. Hal ini muncul setelah adanya informasi bahwa kedua putri selebriti Oki Setiana Dewi yaitu Maryam dan Khadeejah, dirawat di rumah sakit karena penyakit campak. Kabarnya, Oki dan suami menolak vaksinasi lantaran dinilai haram karena mengandung gelatin babi.


Persoalan terkait vaksin untuk anak ini sebenarnya sudah lama terjadi. Untuk pihak yang kontra, menolak vaksin karena dianggap haram. Sementara bagi pihak yang pro, tetap melakukan vaksin demi mendapat manfaat kesehatan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tidak berdiam diri terhadap polemik vaksin tersebut. Pada Pekan Imunisasi Dunia yang jatuh setiap April, para tenaga kesehatan mensosialisasikan tetang pentingnya vaksinasi untuk mencegah anak-anak mengalami penyakit berat.


Lalu, di situs Idai.co.id, para tenaga kesehatan dari IDAI menulis tentang fakta-fakta seputar vaksin. Soal vaksin halal atau tidak, IDAI telah membahasnya dalam artikel berjudul Apakah Vaksin Mengandung Babi yang terbit pada 5 Juni 2017. Lewat artikel yang ditulis Dr. Siti R. Fadhila, BMedSc (Hons.) berdasarkan presentasi Dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A(K) tersebut, disebutkan bahwa vaksin tidak mengandung babi. Namun ada beberapa vaksin, khususnya polio yang dalam pembuatannya menggunakan enzim tripsin babi. Tapi dalam prosesnya, enzim tripsin tersebut dibersihkan dan dihilangkan. Alhasil, pada proses akhir sama sekali tidak ada bahan-bahan yang mengandung enzim babi.


Selain dari IDAI, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa terkait imunisasi pada 2013. Beberapa isinya menyatakan bahwa:

1) Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.

2) Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci.

3) Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.

4) Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan, kecuali :
a. digunakan pada kondisi al- dlarurat atau al – hajat;
b. belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan
c.adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.


5) Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya maka imunisasi hukumnya wajib.


6) Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya ternyata menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar). (Meiskhe/HH/dok/Freepik)