Setelah menikah, kehamilan tentu menjadi hal yang paling dinanti. Sayangnya, tidak semua pasangan mudah mendapatkan kehamilan. Dari bulan ke bulan, bahkan sampai hitungan tahunan mereka menunggu kabar kehamilan itu datang.
Tak sedikit pula usaha yang dilakukan pasutri, semisal 'program' dengan dokter kandungan atau pergi ke terapi alternatif. Bila usaha dari usaha itu tak membuahkan hasil dalam beberapa bulan, terbersit pula untuk program bayi tabung. Tapi lantaran biaya yang mahal biasanya pasutri masih mencoba untuk terapi obat lewat program dokter kandungan atau rutin ke terapi alternatif.
Tetapi, kapan kita harus berhenti menjalani semua itu, dan sudah perlu mempertimbangkan program bayi tabung?
Nick Raine-Fenning, konsultan ginekolog di Nurture Fertility, menyarankan bahwa baiknya pasutri tak lebih dari umur 35 tahun. Karena lebih dari umur itu, kualitas sel telur menurun dan tingkat keberhasilan program bayi tabung otomatis juga menurun.
“Fluktuasi hormon ialah alasan dibalik itu. Biasanya hal itu terjadi direntang umur di atas 30 tahun. Belum lagi karena kualitas sel telur. Meski sel telur masih bisa diproduksi pada umur 40 tahun. Tapi tingkat keberhasilan melakukan program IVF (bayi tabung) mulai turun jika menggunakan sel telur di umur itu,” ungkapnya seperti dilansir laman Womenshealth, Rabu (28/2/2018).
Ia menambahkan, pasutri harus mencari tahu akar masalahnya dari kesulitan pembuahan yang terjadi di akhir umur 30-an. Sebab jika lalai, peluang untuk hamil lewat program bayi tabung akan kecil.
“Saya menyarankan program IVF (bayi tabung) bukan pilihan terakhir lagi, tapi pilihan. Takutnya, kalau menjadikan pilihan terakhir tapi umur kita saat memutuskan menjalani program bayi tabung sudah tua, akhirnya sulit juga memiliki momongan,” ungkapnya.
“Untuk itu, kalau memang sudah mengetahui masalah kesuburan yang dialami Anda atau pasangan Anda tidak bisa lagi lewat terapi obat, maka disarankan untuk menjalani program tabung,” jelas Nick. (Qalbinur Nawawi/ Dok. Freepik)