BABY

Masalah-masalah yang Dialami saat Awal Pemberian MPASI



Saat Si Kecil mulai mendapatkan makanan padat, ada beberapa masalah yang biasanya dihadapi ibu, misalnya ketika Si Kecil memuntahkan makanan yang diberikan hingga ia terserang konstipasi. Tak perlu khawatir, karena masalah ini dapat diatasi. Bahkan bisa dicegah sejak dini, Moms.


Memuntahkan Makanan

Saat pertama kali makan, tak jarang Si Kecil bereaksi seperti akan muntah, karena ia hanya terbiasa untuk mengisap dan menelan saat menyusu. Jika Si Kecil memuntahkan atau menolak makanannya, bukan berarti Anda harus menghentikan pemberian makan.

Muntah merupakan respons awal bayi terhadap makanan yang bertekstur sedikit padat daripada ASI. Jadi, butuh penyesuaian, tantangan, dan latihan tentunya. Agar Si Kecil memiliki refleks kunyah dan telan yang baik, biarkan organ oromotornya terstimulasi saat ia memasukkan tangan ke dalam mulutnya.

Dengan melakukan hal ini, Anda sedang menstimulasi agar refleks muntah mundur ke belakang mulut. Dan ketika ia sudah siap makan MPASI, kecil kemungkinan ia akan muntah. Selain itu, tetaplah berikan bubur cair selama masa awal pemberian MPASI sampai organ oromotornya beradaptasi dengan tekstur makanan baru ya, Moms.


Konstipasi 

Dokter Eva Jeumpa Soelaeman, Sp.A(K), mengatakan jenis konstipasi akibat perubahan pola makan (dari cair ke semi-padat) tergolong ke dalam kelainan fungsional. Salah satu penyebabnya adalah makanan yang tidak mengandung cukup serat, air, dan beradaptasi.

Ketiga komponen ini berperan penting dalam mempertahankan mikroflora usus yang sehat, sehingga Si Kecil tetap buang air besar dengan lancar walaupun sudah makan makanan padat. Sedangkan probiotik merupakan bakteri baik yang mengonsumsi prebiotik (makanannya) untuk bertahan hidup dalam usus. Prebiotik banyak terdapat dalam jenis makanan berserat.

Lalu, seperti apa gejala-gejala yang tampak ketika Si Kecil mengalami masalah konstipasi? Berikut di antaranya:

• Frekuensi Jarang

Dalam sehari, bayi baru lahir bisa buang air besar (BAB) sebanyak lima kali. Usia dua bulan, frekuensinya menurun menjadi dua kali per hari. Menginjak usia empat tahun, anak akan BAB satu kali per hari. Menurut dr. Eva, seorang anak menderita konstipasi jika frekuensi BAB-nya kurang dari dua kali dalam seminggu.

• Besar dan Keras

Normalnya bentuk feses bayi baru lahir berupa cairan. Saat usianya mencapai empat bulan, konsistensi feses mulai memadat dan setelah disapih, bentuknya sudah menyerupai feses orang dewasa. Jika menderita konstipasi, bentuk feses Si Kecil akan besar dan keras. Namun, jika feses tersebut mudah keluar dan frekuensi BAB-nya normal, maka tidak dapat disebut gejala konstipasi.

• Sakit saat BAB

Karena feses yang besar dan keras, biasanya saat BAB akan terasa sakit. Bisa jadi anus juga ikut nyeri atau luka, sehingga menimbulkan trauma pada anak. Akibatnya ia takut BAB dan justru menahan kotoran lebih lama lagi.

• Mengejan

Mengejan bisa menjadi gejala konstipasi, jika prosesnya lebih dari 25 persen fase BAB. "Jika sudah mengejan lebih dari 10 menit dan kotoran masih susah keluar, ini tandanya anak Anda menderita konstipasi," jelas dr. Eva.

Untuk mencegahnya, berikan ASI yang sudah mengandung komponen bioaktif seperti probiotik untuk menjaga kesehatan saluran cerna secara eksklusif. Selain itu, penelitian Sinkiewics dan timnya di 2008 mengatakan, ASI juga mengandung Lactobacillus reuteri, salah satu komponen probiotik yang secara alami juga terdapat dalam pencernaan anak.

"Lactobacillus reuteri ini juga akan memfermentasi karbohidrat laktosa yang tidak tercerna dalam usus besar, untuk menghasilkan suasana asam yang dapat membantu usus mengeluarkan feses," jelas dr. Eva. Oleh karena itu, pemberian ASI yang berkelanjutan, terutama ketika Si Kecil mulai MPASI, mampu memperkecil risiko konstipasi. (M&B/Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)