"Ah, anak bayi kan belum mengerti apa-apa. Dia pasti tidak ingat apa saja yang pernah terjadi padanya."
Mungkin kalimat di atas sering muncul di benak para orang tua, yang mengira bayi hanya bisa tidur dan tidak dapat mengingat banyak hal. Padahal, seiring perkembangan pesat otak bayi di golden period, maka semakin pesat pula kemampuan bayi untuk mengingat lho, Moms.
Di usia 8 bulan, bayi mulai dapat mengingat sesuatu yang ia lihat. Semakin hari, kemampuan mengingat ini pun semakin baik. Di usia 15 bulan, Si Kecil akan ingat bagaimana memakai sebuah mainan meskipun ia sudah lama tidak memainkannya. Hebat kan, Moms?
Sayangnya, bayi tidak hanya mampu mengingat hal-hal baik, karena kenangan buruk yang menyebabkan trauma pun nyatanya bisa ia ingat dalam jangka waktu yang panjang. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Dalam arti lain, trauma juga bisa diartikan sebagai luka berat.
Namun, benarkah bayi bisa mengalami trauma? Memang benar, Moms! Ketahui beberapa jenis trauma yang bisa dialami bayi.
Trauma medis
Menurut The National Child Traumatic Stress Network (NCTSN), bayi pun bisa mengalami trauma medis sebagai respons dari tubuhnya saat mengalami prosedur medis yang sangat menyakitkan baginya. Jika diartikan, trauma medis adalah stres pada fisik dan psikis bayi karena cedera, nyeri, penyakit serius, operasi bedah, atau berbagai prosedur medis lainnya yang menakutkan Si Kecil. Trauma medis ini bisa langsung terjadi setelah 1 kali pengalaman, dan bisa juga muncul trauma setelah kejadian menakutkan terjadi berkali-kali.
Trauma fisik
Salah satu bagian dari early childhood trauma (pengalaman traumatis pada anak 0-6 tahun) adalah trauma fisik. Ini tidak hanya disebabkan oleh kekerasan fisik yang disengaja, karena shaken baby syndrome (mengguncang bayi dengan sangat kencang) juga bisa menyebabkan trauma fisik pada bayi lho, Moms.
Mengutip Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), shaken baby syndrome tergolong salah satu bentuk kekerasan pada anak, berupa guncangan kepala hebat yang menyebabkan perdarahan retina dan perdarahan otak. Sindrom ini merupakan salah satu penyebab utama kematian dan gangguan saraf pada anak akibat kekerasan. Sebesar 95 persen cedera otak dan 64 persen cedera kepala pada anak berusia kurang dari 1 tahun disebabkan oleh tindak kekerasan pada anak.
Baca juga: Ini Cara Sembuhkan Trauma Anak Akibat Pelecehan Seksual
Trauma kematian
Beberapa anak bisa menjalani kehidupan seperti sedia kala setelah keluarga terdekatnya meninggal dunia, namun ada juga anak yang lebih sulit menghadapinya. Ini memang lebih mungkin terjadi pada anak yang lebih besar, namun tidak menutup kemungkinan bayi pun bisa mengalaminya, Moms. Menurut NCTSN, trauma ini disebut dengan childhood traumatic grief.
Trauma bencana alam
Bukan cuma Anda, bayi dan balita pun bisa mengalami trauma bencana alam. Menurut NCTSN, bencana alam termasuk gempa bumi, tornado, tsunami, longsor, hingga musibah banjir seperti yang kerap melanda berbagai kota besar di Indonesia. Cuaca esktrem juga bisa menyebabkan anak mengalami trauma bencana alam lho, Moms! Ya, anak semungil itu ternyata bisa merekam memori begitu besar dengan kejadian "menyeramkan" yang ia alami. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)
Baca juga: Mengatasi Trauma Gempa pada Anak-Anak