FAMILY & LIFESTYLE

Stop Membiarkan Anak Terlalu Dini Mengemudi! Ini Risikonya



Seorang remaja berusia 14 tahun, EHS, menabrak delapan pengendara motor di Jalan Majapahit, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta (27/1/2021). Miris! Tetapi fenomena mengendarai kendaraan bermotor di usia yang sangat dini sudah sangat lazim di Indonesia.

Dari delapan orang pengendara motor yang ditabrak EHS, satu orang di antaranya meninggal dunia. Menurut keterangan polisi, EHS kala itu mengendarai Kia Picanto bernomor polisi AD 1809 IC bersama sang ayah, EW (50 tahun). Saat kejadian, EW merasa tidak enak badan sehingga membiarkan EHS mengambil alih kemudi mobilnya.

Di perempatan Blok O, lampu lalu lintas menyala merah. Diduga tidak dapat mengendalikan kendaraannya, remaja tersebut langsung menabrak tiga motor yang berada di depannya. Lantas terjadilah kecelakaan beruntun yang menewaskan salah satu pengemudi motor.

"Saat kejadian, pengemudi Picanto tak mampu menguasai laju kendaraannya dan menabrak beberapa kendaraan yang berhenti," jelas Kanit Laka Lantas Polres Bantul, Iptu Maryana, seperti dilansir Kompas.com.

Risiko Besar!

Peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak di bawah umur memang bukan untuk yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Hanya sekitar dua pekan sebelumnya juga di Bantul, seorang remaja berusia 15 tahun mengendarai motor dan menabrak sebuah truk.

Meski sudah banyak kasus kecelakaan kendaraan bermotor yang melibatkan pengemudi di bawah umur, tapi tetap saja banyak orang tua yang membiarkan anak-anaknya mengendarai mobil atau motor sebelum berusia 17 tahun. Moms dan Dads tentu sering menyaksikan anak-anak usia Sekolah Dasar sudah mengendarai motor di jalan raya.

Alih-alih khawatir, para orang tua tersebut justru merasa bangga karena anaknya sudah bisa mengemudikan kendaraan bermotor di usia yang sangat dini. Padahal hal tersebut justru berisiko besar. Bukan tanpa alasan pemerintah menetapkan batas usia pemegang SIM A (mobil) dan SIM C (motor), 17 tahun. Di usia tersebut, pengendara diharapkan sudah memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik.

Di sisi lain, anak-anak tidak diizinkan untuk mengendarai motor atau mobil karena dianggap mentalnya belum cukup hingga rentan kehilangan konsentrasi saat berada di balik kemudi, seperti yang terjadi pada EHS. Dari segi fisik, postur anak-anak pada umumnya juga belum memadai sehingga semakin meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, misalnya tubuh yang tak mampu menahan beban motor sehingga mudah oleng, atau kaki yang belum cukup panjang untuk bisa menginjak pedal rem dengan tepat dan cepat.

Ancaman Pidana

Nah, bagi Moms dan Dads yang membiarkan anak mengendarai kendaraan bermotor sebelum waktunya, Anda tidak hanya berhadapan dengan risiko besar terjadinya kecelakaan, namun Anda juga membiarkan anak-anak melanggar hukum sehingga berisiko menerima sanksi pidana.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 281, disebutkan bahwa pengemudi yang tidak menunjukkan SIM bisa terjerat pidana kurungan penjara selama maksimal 4 (empat) bulan, atau denda maksimal 1 juta rupiah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 310, disebutkan bahwa jika dalam kegiatan berkendara tersebut mengakibatkan kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, maka ada ancama pidana bagi mereka yang tidak memiliki SIM, yaitu denda 1 juta hingga 12 juta rupiah hingga kurungan penjara 6 bulan sampai 6 tahun. So, Moms dan Dads, apakah Anda tega membiarkan buah hati Anda menghadapi risiko semacam itu?

Jika Anda memang menyayangi anak-anak Anda, maka stop membiarkan mereka mengendarai motor atau mobil sebelum waktunya. Bukan hanya bisa menghilangkan nyawa orang lain, nyawa anak-anak juga terancam saat mereka mengendarai kendaraan bermotor terlalu dini. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)