TODDLER

Puluhan Massa Tuntut Pelaku Pelecehan Seksual Anak Dihukum Mati



Perhatian terhadap kasus kejahatan seksual pada anak banyak terekspos belakangan ini. Salah satunya sebuah gerakan yang menamakan diri mereka sebagai Pasukan Jarik. Gerakan ini menggelar aksi simpatik yang bertajuk, “Let's Stand for Our Children” di Bundaran HI, Senin (19/05) sore lalu.

Dalam aksinya, puluhan massa tersebut mendesak pemerintah agar segera merevisi UU Perlindungan Anak, dengan memberi hukuman maksimal untuk para pelaku kejahatan seksual pada anak. Aksi ini sekaligus ditujukan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak dari penjahat seksual di lingkungan mereka.

Fellma J. Panjaitan, penggagas petisi untuk merevisi UU Perlindungan Anak di www.change.org/15yearsnotenough mengatakan, undang-undang yang mengatur hukuman pelaku pelecehan seksual, yaitu 3-15 tahun harus direvisi. Dalam petisinya, Fellma menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya lewat UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain itu, Cita Tahir, perwakilan dari Pasukan Jabrik yang sempat diundang untuk audiensi bersama beberapa pihak, juga menjelaskan bahwa lama hukuman yang harus dijalani pelaku masih perlu dipertimbangkan. "15 tahun saja tidak cukup. Bukan tidak mungkin pelaku tidak mengulang perbuatannya lagi saat keluar dari penjara. Bila perlu seumur hidup. Kecuali, ada review secara psikis sebelum keluar dari penjara, misalnya, apakah pelaku sudah aman untuk berbaur di masyarakat," ungkap Cita.

Terbentuknya gerakan ini dipicu oleh kasus kejahatan seksual di JIS yang terungkap beberapa waktu lalu. Pasukan Jarik sendiri mengumpulkan massa yang peduli pada kasus pelecehan seksual anak melalui Facebook fanpage yang mereka buat. Petisi revisi UU Perlindungan Anak yang digagas Fellma sendiri telah didukung sebanyak 76.000 orang. Dukungan puluhan ribu orang tersebut ternyata membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaruh perhatian terhadap isu ini. Melalui audiensi di Istana Negara pada 14 Mei 2014 lalu, Pasukan Jarik juga didukung oleh beberapa pihak, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, serta pihak lainnya.

"Dalam kesempatan itu, Presiden merespons baik. Beliau menyampaikan akan menyiapkan Inpres agar semua keputusan dan revisi yang berhubungan dengan kekerasan seksual pada anak dipercepat. Komisi VIII juga mau mengangkat kembali revisi UU Perlindungan Anak tersebut, dan petisi kami bisa dijadikan dasar untuk maju ke Prolegnas. Namun, prosesnya memang membutuhkan waktu yang lama karena berhubungan dengan kepentingan banyak fraksi. Tim kami juga sedang menyiapkan wawancara untuk maju ke MK," jeals Cita.

Selain itu, respons pada petisi revisi UU Perlindungan Anak di Change.org Indonesia mendapat respons tercepat dari masyarakat. Hal tersebut menggambarkan kemarahan dan kepedulian masyarakat atas banyaknya pelecehan seksual pada anak dalam bentuk apa pun, sangat tinggi. (Aulia/OCH/dok.M&B)