Miom, dikenal juga dengan nama mioma, merupakan istilah medis untuk tumor jinak pada dinding rahim. Miom saat hamil merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang kerap dialami dan menimbulkan kekhawatiran tersendiri pada ibu hamil.
Dilansir dari Alodokter, miom dapat ditemukan pada 10% wanita hamil dan sering terjadi pada wanita berusia 30-40 tahun. Miom saat hamil memiliki ukuran yang bervariasi, dari yang sangat kecil hingga besar, namun tidak berhubungan dengan kanker rahim. Berdasarkan lokasi tumbuhnya, miom terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:
⢠Mioma subserosa, tumbuh di bagian luar dinding rahim.
⢠Mioma submukosa, tumbuh di lapisan otot bagian dalam dinding rahim.
⢠Mioma intramural, tumbuh di antara jaringan otot rahim.
Gejala Miom saat Hamil
Sebagian wanita pernah memiliki miom dalam hidup mereka. Namun terkadang kondisi ini tidak diketahui oleh mereka yang mengalami karena tidak memunculkan gejala, dan biasanya baru diketahui saat pemeriksaan USG ketika hamil.
Miom kecil memang tidak memiliki gejala. Tetapi bila ukurannya lumayan besar, miom dapat menimbulkan masalah, antara lain:
⢠Nyeri di bagian perut atau pinggul.
⢠Rasa yang sangat menyakitkan saat masa menstruasi.
⢠Nyeri atau sakit saat berhubungan seks.
⢠Sering buang air kecil karena miom menekan kandung kemih.
⢠Konstipasi atau sembelit.
Mengutip Alodokter, 10-30% wanita dengan miom saat hamil mungkin mengalami komplikasi kehamilan berupa nyeri perut atau perdarahan ringan dari vagina. Miom juga bisa memengaruhi kondisi janin. Janin yang tumbuh bersama miom berisiko memiliki kelainan posisi menjadi sungsang karena berdesakan dengan miom, sehingga kemungkinan Anda melahirkan secara caesar lebih besar. Miom pun dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan setelah melahirkan.
Penyebab Miom saat Hamil
Hingga kini, penyebab kemunculan miom masih belum diketahui, tapi ada kaitannya dengan hormon estrogen (hormon reproduksi yang dihasilkan oleh ovarium). Biasanya miom muncul pada usia sekitar 16-50 tahun, saat kadar estrogen dalam tubuh wanita sedang tinggi-tinggnya. Setelah mengalami menopause, miom akan menyusut karena penurunan kadar estrogen.
Peningkatan produksi hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh saat hamil dapat pula memicu pertumbuhan miom baru dan mempercepat pertumbuhan miom yang sudah ada sebelumnya.
Miom juga lebih sering muncul pada wanita dengan berat badan berlebih atau yang mengalami obesitas. Dengan meningkatnya berat tubuh, hormon estrogen di dalam tubuh juga akan meningkat. Selain itu, faktor genetik juga berpengaruh. Wanita dengan ibu dan saudara perempuan yang pernah mendapatkan miom akan cenderung memiliki miom.
Beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko munculnya miom adalah menstruasi terlalu dini, banyak mengonsumsi daging merah dibandingkan sayur-sayuran dan buah-buahan, serta kebiasaan mengonsumsi alkohol.
Penanganan Miom saat Hamil
Jika dari hasil pemeriksaan USG ditemukan miom saat hamil, dokter akan mempertimbangkan penanganan yang sesuai dengan kondisi yang Anda alami. Akan tetapi, kebanyakan miom tidak menimbulkan gejala dan tidak mengganggu kehamilan, sehingga tidak diperlukan penanganan khusus.
Menurut dr. Ardiansjah Dara Sp.OG, M.Kes dari MRCCC Siloam Hospital Semanggi, Jakarta, mioma subserosa merupakan jenis miom yang paling banyak dialami wanita, namun tidak membahayakan kehamilan atau mengganggu pertumbuhan janin, karena letaknya tidak di dalam rongga rahim.
Namun miom dapat membesar dan mengancam kehamilan selama trimester pertama lantaran ia mendorong embrio sehingga tidak menempel dengan baik di dinding rahim. Bila kehamilan berlanjut, miom dapat mendesak janin sehingga letaknya sungsang atau melintang. Risiko plasenta previa (plasenta yang tumbuh di bagian bawah rahim) serta perdarahan persalinan pun akan meningkat.
Karena itu, bila timbul gejala miom, dokter akan memberi obat analgesik untuk meredakan nyeri dan Anda diminta istirahat. Anda juga disarankan untuk periksa rutin ke dokter. (M&B/SW/Dok. Freepik)