Moms pasti sudah tak asing lagi dengan penyakit sifilis atau yang sering disebut dengan raja singa. Bagi yang mengira sifilis hanya bisa diderita pria, maka Anda salah besar, karena wanita, bahkan ibu hamil juga bisa terkena sifilis, lho!
Menurut World Health Organization, sifilis adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum.Umumnya penyakit sifilis ditularkan melalui hubungan intim dengan orang yang sudah terinfeksi, tapi bisa juga ditularkan melalui kontak fisik atau pertukaran cairan tubuh.
Selain itu, sifilis bisa ditularkan ibu hamil ke janin di dalam rahimnya, yang dampaknya bisa berujung pada kematian janin. Untuk meningkatkan kewaspadaan Anda pada sifilis atau raja singa saat hamil, simak informasi penting di bawah ini!
Tahapan sifilis
Setelah 2-3 minggu terserang bakteri Treponema pallidum, tubuh akan menunjukkan gejala berbeda-beda sesuai dengan tahapan infeksinya. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gejala dan tanda sifilis sendiri terbagi menjadi 4, yaitu:
1. Sifilis primer
Tahap ini terjadi ketika muncul luka atau lesi di area organ reproduksi, bagi wanita di area mulut vagina maupun di dalam kelamin. Umumnya, luka ini tidak menyebabkan rasa sakit dan ukurannya terbilang kecil, hingga penderitanya mungkin tidak menyadari sudah terinfeksi sifilis. Luka ini mungkin muncul selama 3-6 minggu, dan bisa jadi belum sembuh jika tidak ditangani dengan benar.
2. Sifilis sekunder
Di tahap ini muncul rumah kulit atau lesi membran mukus, yang bisa muncul di area mulut, vagina, atau bahkan anus. Ruam ini bisa muncul setelah luka tahap 1 hilang atau bersamaan. Rumah ini umumnya kasar, kemerahan, atau berbentuk titik cokelat kemerahan di tangan dan telapak kaki, sering kali disertai gejala demam, pembengkakan kelenjar, sakit tenggorokan, rambut rontok, pusing, nyeri otot, dan mudah lelah.
3. Sifilis laten
Ini adalah tahap di mana sifilis tidak menunjukkan gejala dan tanda yang tampak. Jika sifilis di dua tahap sebelumnya tidak ditangani dengan baik, penderitanya mungkin akan terus mengalami sifilis selama bertahun-tahun tanpa ada tanda dan gejala. Ya, inilah tahap lengah di mana penderita mengira ia sudah terbebas dari infeksi ini.
4. Sifilis tersier
Di tahap ini, sifilis dapat menyerang banyak organ tubuh, termasuk jantung, pembuluh darah, otak, dan sistem saraf. Tahap tersier ini sangat serius dan bisa terus menyerang hingga 10-30 tahun sejak pertama kali terinfeksi. Kerusakan organ akibat sifilis tersier bisa berakibat kematian.
Baca juga: Waspada! Ini 7 Penyakit Vagina yang Umum Menyerang Wanita
Dampak sifilis bagi janin
WHO menyebutkan kalau ibu hamil yang mengalami sifilis bisa menularkan penyakitnya ke janin. Itu artinya, janin akan terlahir dengan sifilis kongenital atau sifilis bawaan. Dampak penularan sifilis sejak dalam kandungan ini tentu sangat banyak, baik bagi janin atau setelah ia dilahirkan kelak. Menurut WHO, beberapa contoh dampak dari hamil dengan sifilis adalah:
- Keguguran
- Lahir prematur
- Stillbirth (lahir dalam keadaan tak bernyawa)
- Kematian bayi setelah dilahirkan
- Kerusakan tulang
- Anemia parah
- Pembengkakan hati
- Pembengkakan bagian kiri atas perut
- Sakit kuning
- Gangguan saraf
- Gangguan hingga kehilangan penglihatan
- Gangguan hingga kehilangan pendengaran
- Meningitis
- Ruam kulit.
Diagnosis dan penanganan
Untuk melindungi janin, wanita yang tengah hamil perlu melakukan tes sifilis setidaknya sekali selama kehamilan. Lebih disarankan jika dilakukan di awal kehamilan, terlebih bagi wanita hamil yang memiliki riwayat sifilis sebelumnya.
Umumnya, dokter akan memberikan tes serologi RPR (rapid plasma reagin) untuk mendeteksi antibodi nonspesifik yang dihasilkan tubuh saat melawan infeksi Treponema pallidum. Jika hasilnya reaktif, dokter mungkin akan memberikan tes kuantitatif lainnya untuk melihat titer kuman, tapi bisa juga langsung dilanjutkan ke pengobatan.
Umumnya, pengobatan ampuh yang diberikan adalah dengan terapi penicillin G. Terapi ini sangat efektif untuk mencegah penularan sifilis ke janin sekaligus menyembuhkan janin dari sifilis. Namun, bagi wanita dengan usia kehamilan trimester dua atau lebih, CDC menyebutkan terapi penicilin dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau kondisi gawat janin. Karena itu, untuk mencegahnya, sangat penting untuk rutin berkonsultasi dan kontrol kehamilan dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan. (M&B/Tiffany Warrantyasri/SW/Foto: Freepik)